{قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ ويَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ، وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ}

Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ali ‘Imran:31)

Budaya Hawa Nafsu

Abu Fathan | 19:36 | 0 comments

Banyak orang mengeluh, berkeluh kesah dan sedih meratapi dirinya lantaran ia merasa tidak seperti orang lain yang “sukses” di dunia ini. Sehingga, ia merasa dunia begitu sempit dan tidak lagi menyisakan ruang kebahagiaan. Rizki yang ia usahakan tak kunjung didapatkan sesuai dengan yang diharapkan, bahkan tidak cukup untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kesejahteraan yang didambakan baginya baru sebatas mimpi dan angan-angan yang entah akan tercapai atau tidak di masa mendatang …

Beban mental yang ditanggung oleh kondisi emosional seperti ini tidak jarang menimbulkan tekanan yang berujung pada pesimisme. Apalagi di saat angan-angan melebihi batas kemampuan, manusia menjadi sangat rentan terserang stress hingga berperilaku menyimpang. Tidak jarang, situasi itu membuat ia seolah menjustifikasi pelanggaran. Ia merasa terjepit dan harus berbuat nekad demi memenuhi keinginannya.

Perilaku kriminal dan kasus amoral di masyarakat sering terjadi pada orang-orang yang menginginkan kebahagian -menurut cara pandangnya, namun miskin kemampuan untuk mendapatkannya dengan jalan yang halal. Akhirnya, rasa tanggungjawabnya sebagai makhluk yang mulia pun terpaksa ia gadaikan demi kebahagian yang ia cari …

Sisi Lain Kehidupan

Berbeda dari yang sebelumnya, di sisi kehidupan yang lain, ada manusia yang memang Allah beri keluasan. Kesuksesannya dalam hidup yang serba materialis memudahkannya untuk mewujudkan berbagai keinginan. Tanpa harus bersusah payah, kesenangan demi kesenangannya ia lakukan. Tanpa perlu bekerja keras, keinginan demi keinginannya ia puaskan.

Namun, sayang sekali berjuta keinginan yang menjejali hatinya tidak pernah habis. Alih-alih memberinya kepuasan, keinginan yang kerap ia turuti itu ternyata malah kian mendesak-desak. Saat ia merasa kepuasan itu belum didapatkannya, ia semakin berani berbuat apa saja.

Akibatnya, kemampuan berpikir secara jernih dan kekuatan melihat kebaikan kian terkikis. Ia tidak berdaya membendung perasaan yang telah dikuasai oleh nafsu ‘beringas’nya. Tidak cukup dengan yang halal, ia tidak segan meluluskan keinginannya walau pun harus melabrak batas-batas kehalalan. Akhirnya, kerusakan demi kerusakan terjadi karena ulahnya yang terus mengikuti hawa nafsu. Allah berfirman,

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturut hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (QS Maryam [19]: 59)

Bertahan dalam Arus Fitnah

Begitulah kecenderungan manusia dalam lika-liku perjalanan mengisi hidupnya. Nilai kebaikan (ibadah) yang menjadi tujuan manusia diciptakan, seringkali tergerus budaya hawa nafsu yang menyesatkan, memupus kebaikan, membutakan mata hati, merendahkan harga diri dan menelantarkan kebenaran. Apalagi ditengah arus fitnah yang semakin kencang dan beragam godaan yang semakin banyak jumlahnya, ketahanan untuk berpegang teguh pada prinsip kebenaran biasanya akan melemah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mensinyalir,

فَإِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامَ الصَّبْرِ الصَّبْرُ فِيهِنَّ عَلَى مِثْلِ قَبْضٍ عَلَى الْجَمْرِ

Sesungguhnya setelah kalian ada zaman yang disebut zaman kesabaran, sabar pada zaman itu seperti memegang bara api.” (HR. Abu Daud)

Hanya manusia yang dirahmati Allah yang akan tampil menjadi manusia kuat dan sabar, mampu berjalan dengan perkasa melawan gelombang fitnah, menepis bisikan busuk dan menghancurkan pilar-pilar kesesatan yang menghalanginya untuk sampai pada kemuliaan. Dengan semangat iman, ia tidak mendambakan kehinaan yang dibungkus dengan kebahagiaan sesaat. Dengan jiwa yang besar, ia tidak rela menjual kemuliaannya demi secuil kesenangan yang terlihat menjanjikan. Sebab yang ia harapkan adalah janji Allah, bukan janji hawa nafsunya yang hina. Sebab yang ia inginkan adalah kebahagian ukhrawi, bukan kebahagiaan duniawi yang sementara.

Menikmati Karunia Allah dalam Batas yang Halal

Allah sama sekali tidak melarang manusia mencari kehidupan dunianya. Dunia tempat manusia hidup adalah karunia yang Allah halalkan atas setiap hamba-hamba-Nya. Nikmat yang sangat banyak dan keutamaan-Nya yang begitu melimpah itu merupakan pemberian-Nya bagi manusia dan makhluk-makhluk lain yang telah diciptakan-Nya. Allah menciptakan sekaligus memberikan rizki bagi kehidupan ciptaan-Nya.

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.(Al-Baqarah: 29)

Allah menciptakan apapun yang ada di bumi untuk manusia. Agar manusia dapat mengambil manfaat darinya. Agar manusia dapat mempertahankan hidupnya. Agar manusia dapat berfikir dan mengambil pelajaran bahwa semua itu adalah hujjah yang sangat jelas atas keagungan Penciptanya. Untuk kemudian manusia mau menghambakan dirinya hanya kepada sang Penciptanya itu, Allah ‘azza wa jalla.

وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.” (Al-Jatsiah: 13)

Allah pun menganjurkan manusia untuk tidak melupakan nasib dunianya. Pundi-pundi keutamaan Allah di muka bumi itu boleh manusia cari dan nikmati. Syaratnya hal itu dilakukan pada sesuatu yang tidak Allah haramkan dan dengan cara yang halal. Syaratnya manusia juga bersyukur kepada Allah, karena tidak ada satu nikmat pun di dunia ini melainkan dari Allah, Rabbul ‘alamin.

كُلُوا وَاشْرَبُوا مِنْ رِزْقِ اللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ

Makan dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.(QS Al-Baqarah: 60)

Penting Untuk Direnungkan

Kemurahan Allah yang begitu luas tersebut seharusnya membuat manusia semakin merasa kerdil di hadapan-Nya. Jika Allah yang memberinya semua itu, patutkah kemudian manusia durhaka kepada-Nya? beribadah kepada selain-Nya? pantaskah manusia berlaku sombong? Berbuat sesuatu yang Allah haramkan? Melanggar batasan-batasan-Nya?

Wallâhu ‘alam wa shallallâhu ‘alâ nabiyyinâ Muhammad.


Riyâdh, 7 Rajab 1433 H/ 27 Mei 2012

Penulis: Ustadz Abu Khalid Resa Gunarsa, Lc (Alumni Universitas Al Azhar Mesir)


Tenangkanlah Hatimu

Abu Fathan | 19:45 | 0 comments

Prolog

Roda kehidupan terus menggelinding. Banyak cerita dan episode yang dilewati pada setiap putarannya. Ada sedih, ada senang. Ada derita, ada bahagia. Ada suka, ada duka. Ada kesempitan, ada keluasan. Ada kesulitan, dan ada kemudahan. Tidak ada manusia yang tidak melewatinya. Hanya kadarnya saja yang mungkin tidak selalu sama. Maka, situasi apapun yang tengah engkau jalani saat ini, tenangkanlah hatimu ..

Manusia bukan pemilik kehidupan. Tidak ada manusia yang selalu berhasil meraih keinginannya. Hari ini bersorak merayakan kesuksesan, esok lusa bisa jadi menangis meratapi kegagalan. Saat ini bertemu, tidak lama kemudian berpisah. Detik ini bangga dengan apa yang dimilikinya, detik berikutnya sedih karena kehilangannya. Maka, episode apapun yang sedang engkau lalui pada detik ini, tenangkanlah hatimu ..

Cerita tidak selalu sama. Episode terus berubah. Berganti dari satu situasi kepada situasi yang lain. Berbolak-balik. Bertukar-tukar. Kadang diatas, kadang dibawah. Kadang maju, kadang mundur. Itulah kehidupan. Namun, satu hal yang seharusnya tidak pernah berubah pada kita; yaitu, hati yang selalu tenang dan tetap teguh dalam kebenaran …

Saudaraku, ketenangan sangat kita butuhkan dalam menghadapi segala situasi dalam hidup ini. Terutama dalam situasi sulit dan ditimpa musibah. Jika hati dalam kondisi tenang, maka buahnya lisan dan anggota badan pun akan tenang. Tindakan akan tetap pada jalur yang dibenarkan dan jauh dari sikap membahayakan. Kata-kata akan tetap hikmah dan tidak keluar dari kesantunan, sesulit dan separah apa pun situasi yang sedang kita hadapi. Dan dengan itu lah kemudian –insya Allah- kita akan meraih keuntungan.

Ketenangan Milik Orang yang Beriman

Ketenangan adalah karunia Allah yang hanya diberikan kepada orang-orang yang beriman. Tentang hal ini Allah berfirman:

“Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Fath [48]: 4)

Syaikh Abdurrahman As-Si’dy rahimahullah berkata, “Allah mengabarkan tentang karunia-Nya atas orang-orang yang beriman dengan diturunkan kepada hati mereka sakinah. Ia adalah ketenangan dan keteguhan dalam kondisi terhimpit cobaan dan kesulitan yang menggoyahkan hati, mengganggu pikiran dan melemahkan jiwa. Maka diantara nikmat Allah atas orang-orang yang beriman dalam situasi ini adalah, Allah meneguhkan dan menguatkan hati mereka, agar mereka senantiasa dapat menghadapi kondisi ini dengan jiwa yang tenang dan hati yang teguh, sehingga mereka tetap mampu menunaikan perintah Allah dalam kondisi sulit seperti ini pun. Maka bertambahlah keimanan mereka, semakin sempurnalah keteguhan mereka.” (Taisir al Karim: 791)

ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ

“Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada RasulNya dan kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al Taubah [9]: 26)

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” (QS. Al Fath [48]: 18)

Senjata Orang Beriman

Jiwa yang tenang dan hati yang teguh adalah senjata orang-orang shaleh dari sejak dahulu dalam menghadapi kondisi sulit yang mereka temui dalam kehidupan mereka.

Ashabul Kahfi adalah diantaranya. Saat mereka mengumandangkan kebenaran tauhid dan orang-orang pun berusaha untuk menyakiti mereka, sehingga mereka terusir dari tempat mereka dengan meninggalkan keluarga dan kenyamanan hidup yang sedang mereka nikmati, serta tinggal di gua tanpa makanan dan minuman, ketenangan dan keteguhanlah yang membuat mereka mampu bertahan. Allah berfirman tentang mereka,

“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk. Dan Kami meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.” (QS. Al Kahfi [18]: 14)

Dalam perjalanan dakwah dan jihad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita tentu ingat kisah perjalanan hijrah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabatnya yang mulia Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Ketika mereka berdua masuk ke dalam gua, berlindung dari kejaran orang-orang musyrik yang saat itu tengah dalam kemarahan yang memuncak dan dengan pedang-pedang yang terhunus, hingga Abu Bakar berkata, “Jika salah satu mereka menundukkan pandangannya ke arah kedua sandalnya, niscaya ia akan melihat kita.” Dalam kondisi genting itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan penuh ketenangan berkata, “Bagaimana menurutmu tentang dua orang, yang Allah ketiganya.” (Lihat Shahîh al Bukhâri no: 3653, Shahîh Muslim no: 2381)

Allah berfirman:

إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا

“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya.” (QS. Al Taubah [9]: 40)

Kisah lain yang sangat menakjubkan adalah kisah pada hari perang badar. Musuh dalam kondisi sangat kuat dan digdaya, dengan persenjataan yang cukup lengkap di depan mata, menghadapi tentara Allah yang sedikit, persenjataan kurang dan tanpa persiapan untuk berperang. Akan tetapi ketenangan bersemayam dalam hati-hati mereka. Maka Allah memenangkan mereka dengan kemenangan yang jelas.

Ibnu Qayyim Al Jauziyyah mengatakan, “Oleh karena itu, Allah mengabarkan tentang turunnya ketenangan kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang beriman dalam situasi-situasi sulit.” (Madâriju al Sâlikîn: 4/392 cet. Dâr al Thîbah)

Meraih Ketenangan

Jika demikian penting ketenangan dalam hidup kita, karena kesuksesan juga sangat bergantung kepadanya, maka bagaimanakah cara untuk meraih ketenangan itu? Sebagian orang mencari ketenangan dengan perbuatan sia-sia, sebagian mereka bahkan mencari ketenangan di tempat-tempat kemaksiatan. Semua itu keliru dan fatal akibatnya. Alih-alih ketenangan, semua itu justru akan semakin membuat hati diliputi kesedihan. Jika pun ketenangan didapatkannya, namun ia adalah ketenangan yang palsu dan sesaat.

Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir al Syatsry –semoga Allah menjaganya- dalam kitabnya “Hayâtu al Qulûb” menyebutkan arahan-arahan yang terdapat dalam al Qur`an dan sunnah untuk meraih ketenangan tersebut:

  1. Berkumpul dalam rangka mencari ilmu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabada:

« مَا اجتمعَ قَوم في بيت من بُيُوتِ الله تباركَ وتعالى يَتْلُونَ كتابَ الله عزَّ وجلَّ ، ويَتَدَارَسُونَهُ بينهم ، إِلا نزلت عليهم السكينةُ ، وَغَشِيَتْهم الرحمةُ ، وحَفَّتْهم الملائكة ، وذكرهم الله فيمن عنده »

“Tidaklah suatu kaum berkumpul sebuah rumah Allah tabaraka wa ta’ala, mereka membaca Kitabullah azza wa jalla, mempelajarinya sesama mereka, melainkan akan turun kepada mereka sakinah, rahmat akan meliputi mereka, para malaikan akan mengelilingi mereka dan Allah senantiasa menyebut-nyebut mereka dihadapan malaikan yang berada di sisi-Nya.” (HR Muslim no. 2699)

  1. Berdoa.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya pernah mengulang-ulang kalimat doa berikut dalam perang ahzab:

فَأَنْزِلَنَّ سَكِيْنَةً عَلَيْنَا وَثَبِّتِ الأَقْدَامِ إِنْ لَاقِينَا

“Maka turunkanlah ketenangan kepada kami

Serta teguhkan lah kaki-kaki kami saat kami bertemu (musuh)”

Maka Allah memberikan mereka kemenangan dan meneguhkan mereka.

  1. Membaca al Qur`an.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

« تِلْكَ السَّكِينَةُ تَنَزَّلَتْ بِالْقُرْآنِ »

“Ia adalah ketenangan yang turun karena al Qur`an.” (HR Bukhari: 4839, Muslim: 795)

  1. Memperbanyak dzikrullah.

Allah berfirman:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Al Ra’du [13]: 28)

  1. Bersikap wara’ (hati-hati) dari perkara syubhat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْبِرُّ مَا سَكَنَتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ وَالإِثْمُ مَا لَمْ تَسْكُنْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَلَمْ يَطْمَئِنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ وَإِنْ أَفْتَاكَ الْمُفْتُونَ

“Kebaikan itu adalah yang jiwa merasa tenang dan hati merasa tentram kepadanya. Sementara dosa adalah yang jiwa meresa tidak tenang dan hati merasa tidak tentram kepadanya, walaupun orang-orang mememberimu fatwa (mejadikan untukmu keringanan).” (HR Ahmad no. 17894, dishahihkan al Albani dalam Shahîh al Jâmi no: 2881)

  1. Jujur dalam berkata dan berbuat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ

“Sesungguhnya jujur itu ketenangan dan dusta itu keragu-raguan.” (HR Tirmidzi no: 2518)

Begitu pun semua ketaatan kepada Allah dan sikap senantiasa bersegera kepada amal shaleh adalah diantara faktor yang akan mendatangkan ketenangan kepada hati seorang mukmin. Jika kita selalu mendengar dan berusaha untuk mentaati Allah dan rasul-Nya, maka hati kita akan kian tenang dan teguh. Allah berfirman:

“…Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka), dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami, dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus.” (QS. An Nisâ [4]: 68)

Saudaraku, jika kita dapat mempertahankan ketenangan hati sehingga senantiasa teguh berada dalam jalan Allah, apa pun yang terjadi kepada kita, maka bergembiralah, karena kelak saat kita meninggalkan dunia yang fana ini, akan ada yang berseru kepada kita dengan seruan ini:

“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.” (QS. Al Fajr [89]: 27-30) (Lihat Hayâtu al Qulûb: 90-91)

Wallâhu ‘alam, wa shallallâhu ‘alâ nabiyyinâ Muhammad.

[Meteri ilmiah dalam tulisan ini banyak diispirasi oleh Kitab Madâruju al Sâlikîn karya Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh, cet. Dâr al Thîbah dan Kitab Hayâtu al Qulûb cet. Dâr Kunûz Isybîliyâ karya Syaikhunâ Dr. Sa’ad bin Nâshir al Syatsry hafidzahullâh]


Riyadh, 27 Jumada Tsani 1433 H

Penulis: Abu Khalid Resa Gunarsa, Lc (Alumni Universitas Al Azhar Mesir dan da’i di Maktab Jaliyat Bathah Riyadh KSA)


 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. BERITA SUNNAH - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger