{قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ ويَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ، وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ}

Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ali ‘Imran:31)

Nikmat Lautan

Abu Fathan | 23:49 | 0 comments
Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan seluruh yang ada diatas bumi ini untuk digunakan manusia, sebagai bentuk anugerah dan karunia-Nya yang sangat besar dan luas. Allâh Azza wa Jalla berfirman: 

أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً ۗ وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلَا هُدًى وَلَا كِتَابٍ مُنِيرٍ

Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allâh telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allâh tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan. [Luqmân/31:20].

Diantara kenikmatan dan karunia Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang ada dibumi ini adalah lautan, yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala sifatkan dalam firman-Nya :

وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُوا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Dan Dia-lah, Allâh yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. [an-Nahl/16:14]

Lautan memiliki urgensi dalam kehidupan manusia, dimana menjadi sarana berlayarnya kapal-kapal yang membawa manfaat bagi mereka. Juga dalam lautan berisi kekayaan yang tak ternilai berupa barang tambang, hewan-hewan laut dan bebatuan berharga serta yang lainnya yang menjadi kebutuhan manusia.

Apalagi dimasa kini semakin terasa urgensi lautan dengan banyaknya orang yang beralih kelautan dalam menggali dan mengeksploitasi kekayaan yang terkandung didalamnya. Demikian banyaknya keterikatan manusia dengan lautan dewasa ini mendorong setiap Muslim untuk mengetahui hukum dan pandangan Islam terhadap lautan. 

MAMNAFAAT LAUTAN SEBUAH ANUGERAH ILAHI
Lautan termasuk tanda kebesaran Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan keajaiban ciptaan-Nya. Lautan berisi manfaat yang besar yang bermanfaat bagi makhluk sebagai bentuk anugerah Allâh Subhanahu wa Ta’ala kepada mereka. Diantara manfaat lautan adalah:

1. Allâh tundukkan lautan yang bergelombang ombaknya dan mudahkan untuk para hamba-Nya sehingga mereka mampu mengarunginya dan mengambil manfaat dari kandungannya seperti menangkap ikannya. Juga mereka mampu memanfaatkan lautan untuk mencapai daerah-daerah yang terpisahkan lautan. 

Allâh Subhanahu wa Ta’ala jelaskan nikmat yang agung ini pada banyak ayat dalam al-Qur`an, seperti dalam firman-Nya :

وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا

Dan Dia-lah, Allâh yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), [an-Nahl/16:14]

Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

وَآيَةٌ لَهُمْ أَنَّا حَمَلْنَا ذُرِّيَّتَهُمْ فِي الْفُلْكِ الْمَشْحُونِ ﴿٤١﴾ وَخَلَقْنَا لَهُمْ مِنْ مِثْلِهِ مَا يَرْكَبُونَ

Dan suatu tanda (kebesaran Allâh yang besar) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam bahtera yang penuh muatan. Dan Kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera itu. [Yâsîn/36:41-42] 

Juga firman-Nya :

اللَّهُ الَّذِي سَخَّرَ لَكُمُ الْبَحْرَ لِتَجْرِيَ الْفُلْكُ فِيهِ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Allâh-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia -Nya dan Mudah-mudahan kamu bersyukur. [al-Jâtsiyah/45:12]

Diantara bentuk kemudahan yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala berikan disini adalah Allâh Subhanahu wa Ta’ala menahan air laut dengan kekuasaan dan kehendaknya sehingga tidak melebihi bumi dan menenggelamkannya. [Lihat Miftâh Dâr as-Sa’âdah 1/210]

2. Allâh Subhanahu wa Ta’ala memberikan kemudahan bagi kapal-kapal untuk membelah ombak lautan yang ganas dengan ujung depannya. Kapal-kapal tersebut berlayar menerpa air dan mengambang diatasnya dengan beban berat yang dibawanya. Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang memberikan petunjuk kepada hamba-Nya untuk membuat kapal-kapal dan membinbing mereka sebagai bentuk warisan dari nabi Nuh q , karena beliaulah orang pertama yang membuat perahu dan kapal dan menggunakannya. [Lihat Tafsîr Ibnu Katsîr 4/481].

Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan nikmat berlayarnya kapal-kapal membelah ombak lautan dalam beberapa ayat, seperti dalam firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

وَخَلَقْنَا لَهُمْ مِنْ مِثْلِهِ مَا يَرْكَبُونَ ﴿٤٢﴾ وَإِنْ نَشَأْ نُغْرِقْهُمْ فَلَا صَرِيخَ لَهُمْ وَلَا هُمْ يُنْقَذُونَ

Dan Kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera itu. Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami tenggelamkan mereka, maka tiadalah bagi mereka penolong dan tidak pula mereka diselamatkan. [Yâsîn/36 : 42-43]

Juga firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

وَسَخَّرَ لَكُمُ الْفُلْكَ لِتَجْرِيَ فِي الْبَحْرِ بِأَمْرِهِ ۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ الْأَنْهَارَ

Dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. [Ibrâhîm/14 : 32]

Serta firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. [an-Nahl/16:14]

Allâh Subhanahu wa Ta’ala mengungkapkan hal ini sebagai nikmat dari-Nya. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

أَلَمْ تَرَ أَنَّ الْفُلْكَ تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِنِعْمَتِ اللَّهِ لِيُرِيَكُمْ مِنْ آيَاتِهِ

Tidakkah kamu memperhatikan bahwa Sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allâh, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebahagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya. [Luqmân/31: 31]

3. Diperbolehkan menangkap dan dan dihalalkannya hewan laut berupa ikan dan lainnya baik masih hidup atau sudah jadi bangkai, baik dalam keadaan tidak berihram maupun sedang berihram. (lihat Tafsir Ibnu Katsir 4/480). Sebagaimana firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ 

Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan. [al-Mâidah/5:96]

Diantara anugerah Allâh Subhanahu wa Ta’ala terhadap makhluk dengan lautan adalah Allâh Subhanahu wa Ta’ala ciptakan dilautan daging segar dari ikan dan selainnya untuk dimakan. Disifatkan dengan kata segar; karena daging tersebut cepat rusak sehingga harus segera dimakan karena khawatir rusak. 

Demikian juga Allâh Subhanahu wa Ta’ala jelaskan nikmat ini dalam beberapa ayat, diantranya :

وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا

Dan Dia-lah, Allâh yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan) [an-Nahl/16 :14].

4. Didapatkan dan dikeluarkannya isi lautan berupa perhiasan dan telah disampaikan Allâh Subhanahu wa Ta’ala tentang anugerah ini dalam beberapa ayat, diantaranya firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

يَخْرُجُ مِنْهُمَا اللُّؤْلُؤُ وَالْمَرْجَانُ 

Dari keduanya keluar mutiara dan marjan [ar-Rahmân/55 :22]

Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

وَمِنْ كُلٍّ تَأْكُلُونَ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُونَ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا

Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya. [Fâthir/35:12]

Perhiasan yang dimaksud dalam ayat ini mencakup mutiara, marjan dan semua yang dipergunakan manusia untuk berhias dari kandungan lautan tersebut.

5. Sarana mencari keutamaan Allâh Subhanahu wa Ta’ala yaitu dengan mengarungi lautan untuk berdagang mencari keuntungan dan seluruh tujuan manusia. Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah menghalalkannya dan memudahkan manusia dengan nikmat ini. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. [an-Nahl/16 :14].

Maksudnya adalah agar kalian mengarungi lautan untuk berniaga dalam rangka mencari keuntungan dari karunia Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Apabila kalian dapatkan keutamaan Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan kebaikan-Nya, semoga kalian bisa bersyukur kepada Allâh Azza wa Jalla .

Allâh Subhanahu wa Ta’ala mengulangi penjelasan nikmat ini dalam beberapa ayat dalam al-Qur`an, seperti dalam surat al-Baqarah, Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ

Bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia. [al-Baqarah/2 : 164]

Allâh Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman dalam Surat al-Jâtsiyah : 

اللَّهُ الَّذِي سَخَّرَ لَكُمُ الْبَحْرَ لِتَجْرِيَ الْفُلْكُ فِيهِ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia -Nya dan Mudah-mudahan kamu bersyukur. [al-Jâtsiyah/45:12].

Juga firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

رَبُّكُمُ الَّذِي يُزْجِي لَكُمُ الْفُلْكَ فِي الْبَحْرِ لِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ ۚ إِنَّهُ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Rabb-mu adalah yang melayarkan kapal-kapal di lautan untukmu, agar kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyayang terhadapmu. [al-Isra`/17: 66]

Serta firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala : 

وَلِتَجْرِيَ الْفُلْكُ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya dan (juga) supaya kamu dapat mencari karunia-Nya; mudah-mudahn kamu bersyukur. [ar-Rûm/30:49]

Oleh Ustadz Kholid Syamhudi Lc

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Khusus 10/Tahun XVII/1435H/2014M.]

Tauhid Jalan Kebahagiaan dan Keberkahan Dunia dan Akhirat.

Abu Fathan | 18:32 | 0 comments
📌 Point – point yang di Sampaikan oleh Fadhilatus Syaikh Ali Hasan Al Halabi Masjid Istiqlal.
Saudaraku..
🌴 Indonesia adalah Negeri kebanggaan kita semua..mayoritas penduduknya muslim..negeri yang telah dikenal kelembutannya
.keramahannya..sejak Islam pertama kali masuk ke Indonesia
🌴 Di antara taufiq Allah ta’ala..Tabligh kali ini berbarengan dengan hari kemerdekaan Indonesia..kita mengetahuinya dalam sejarah negeri ini,kemerdekaan yang telah dicapai dari penjajahan Belanda dan Jepang 3 abad lebih…semua ini atas taqdir Allah ta’ala.
🌴 Di antara bentuk kesyukuran atas nikmat kemerdekaan ini adalah kemerdekaan setiap kita bisa beribadah hanya kepada Allah ta’ala. Kemerdekaan yg sebenarnya adalah memerdekaan diri dari penghambaan diri kepada manusi menuju penghambaan diri hanya kepada Allah ta’ala. Itulah Tauhidullah
🌴 Tauhid inilah yang akan membawa sebuah negeri menuju kedamaian,keamanan, dan kebahagiaan di dunia ini dan kelak di Akhirat. Sebagaimana Allah berfirman..
والذين امنوا ولم يلبسوا ايمانهم بظلم اولئك لهم الأمن وهم يهتدون
“Dan orang2 yg beriman yg tidak mencampurkan keimanan dengan kesyirikan mereka akan mendapatkan keamanan dan mereka adalah orang2 yg mendapat petunjuk..”
🌴 Siapa orang2 yg beriman? Sejatinya adalah orang2 yg mengetahui perintah Allah dan larangan2nya..dengan pengakuan lisannya,meyakini dengan hatinya dan mengamalkannya dengan anggota badannya…inilah manhaj ahlussunnah wal jamaah
🌴 ketika kita memahami kalimat tauhid adalah nafyi dan itsbat لا اله الا الله maka maknanya adalah tidak ada ilah yg berhak diibadahi dengan sebenarnya kecuali Allah. Begitupun ayat di atas
والذين امنوا….ini adalah itsbat sedangkan ولم يلبسوا ايمانهم adalah kalimat nafyi..
Begitulah kita menetapkan tauhid kita bahwa tidak ada ilah yg berhak disembah..diibadahi dengan sebenarnya kecuali Allah ta’ala dan selainNya adalah bathil.
🌴 Seorang sahabat setelah mendengar ayat di atas mengatakan ya Rosulullah..siapa di antara kita yg tidak mendzalimi diri sendiri..lalu Rosulullah mengatakan yg dimaksud kedzaliman itu adalah ksyirikan yang besar. Bukannya Allah berfirman :ان الشرك لظلم عظيم seaungguhnya kesyirikan itu adalah kedzaliman yang paling besar.
🌴 Kesyirikan adalah kedzaliman yang paling besar. Orang2 kafir adalah orang2 yg paling besar melakukan kedzaliman. Ibadah yg sejati hanya kepada Allah. اياك نعبد…hanya kepada Engkau kami beribadah…
🌴 Sesungguhnya kebahagiaan yg besar akan didapati oleh orang2 yg mentauhidkan Allah kepada Allah…kepada orang2 yg me dakwahkan tauhid ini kpd manusia..قل هذه سبيلي ادعو الى الله ini adalah jalanku..aku berdakwah kepada Allah..
Mengajak manusia kepada Allah adalah jalan menuju kebahagiaan yg benar. Siapa yg paling bahagia ? Allah menyebutkan mereka adalah orang2 yg Allah telah memberikan kpd mereka nikmat
اولئك مع الذين انعم الله عليهم من النبيين والصديقين والشهداء والصالحين
mereka akan bersama orang2 yg Allah telah berikan nikmat kepada mereka dari para Nabi..para shiddiqin..para syuhada..dan orang2 sholeh.. NIKMAT apa? Nikmat tauhid..nikmat beribadah kepada Allah semata…
🌴 Inilah kedzaliman yg maksudnya adalah kesyirikan. Rosulullah menjelaskan bahwa kesyirikan umat ini lebih lembut dari jalannya semut…kesyirikan bisa terjadi pada individu2 yg sedikit ataupun banyak. Dari sini pula keayirikan ada dua syirik besar dan syirik kecil. Syirik besar tidak bisa terhapus kecuali dengan taubat nashuha..taubat yg sebenarnya..meninggalkan ajakan2 syaitan..krn jika tidak bertaubat dari syirik besar maka tidak akan diampuni Allah ta’ala.
ان الله لا يغفر ان يشرك به
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni orang2 yg menyekutukan Allah sekecil apapun..dan inilah Tauhid yg telah Rosulullah tinggalkan kepada kita..agama Islam dan Tauhid ditinggalkan kpd kita dalam keadaan putih bersih dan tidak ada yg menyimpangnya kecuali akan binasa.
🌴 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan ahlussunnah adalah orang2 yg lebih tau ttg kebenaran، lebih sayang kpd makhlukNya dan yg paling lembut hatinya
اعرف الناس بالحق وارحم بالخلق وارق قلوبا.
itulah dakwahkan tauhid dengan hati yg lembut kpd kaum muslimin..sebagai bentukbkasih sayang kita kpd mereka, smg Allah memberikan petunjuk dan hidayah kpd mereka setelah mereka dalam keadaan sesat.. Syirik besar dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam.
🌴 Sesungguhnya yg paling agung dalam mewujudkan nilai2 tauhid adalah dengan mengajarkannya kpd manusia..meminta hanya kepada Allah..meminta pertolongan hanya kepada Allah..berdoa hanya kpd Allah..Ijilah yg diajarkan oleh Rosulullah kepada para sahabat yg masih junior..sahabatnya yg masih kecil..
اني اعلمك كلمات احفظ الله يحفظك احفظ الله تجده تجاهك. واذا سألت فاسئل الله
واذا استعنت فاستعن بالله
Aku akan ajarkan kepadamu bberapa kalimat..jagalah Allah maka Allah akan menjagamu. Jagalah Allah maka engkau akan mendapatiNya dihadapanmu. Jika engkau minta,mintalah hanya kepada Allah dan jika engkau minta pertolongan mk mintalah pertolongan hanya kepada Allah…” krn banyak di antara kita mengaku mentauhidkan Allah tapi masih banyak yg minta kepada selain Allah..bersumpah kpd selain Allah..meminta pertolongan tidak kpd Allah…bahkan yg lebih musris adalah mereka mengagungkan selain Allah lbh besar pengagungannya kpd Allah..mengagungkan wali secara berlebihan dg sifat yg tidak layak disandang olehnya..kita semua adalah wali2 Allah..yaitu yg beriman kepada Allah dan beramal sholeh.
🌴 Masalah yg ke 2 yg penting bagi kita adalah Siapa yg boleh menetapkan bhw seseorang adalah Kafir.?jawabannya adalah para ulama yg robbani dan para hakim penguasa yg berhak menetapkan si fulan kafir..si fulan kafir…maka berhati2lah dlm masalah ini.
🌴 Tidak boleh dilakukan oleh kita selamanya..adalah memberikan ruang kpd orang2 yg akan merusak agama tauhid ini…yg mengkafirkan sahabat dan khalifah Abu Bakar..yg mencela Aisyah Ummul mukminin…orang2 yg banyak mencela al Qur’an..sehingga dari sikap mereka kita tahu tth mereka yg nabinya bukan Nabi kita..kitabnya bukan kitab kita ..Tuhannya bukan Tuhan kita Allah jalla jalaluhu…mereka akan merusak negeri ini..lihatlah apa yg terjadi di negeri2 arab..di yaman..Suriah dan Irak dan lainnya karena mereka yg merusaknya..mereka yg telah merusak itu semua….mereka adalah berkulit domba tapi berperangai serigala.
🌴 Apakah ada kebahagiaan tanpa keamanan? negeri ini akan bahagia ketika mewujudkan keimanan di negeri ini. Keimanan yg dasarnya adalah Tauhidullah. TAUHID adalah pintu keamanan. KEAMANAN adalah pintu kedamaian dan kebahagiaan. Waspadailah orang2 yg akan merusak keamanan di negeri ini!!! Setiap kita dituntut untuk menghalau jauh2 pemikiran yg berisi kesyirikan dan pengkafiran sesama umat…waspadalah terhadap Syi’ah dg pemikiran tasyayyu’nya dan waspadalah kaum Khawarij dengan pemikiran takfirinya.
🌴 Contoh kebahagiaan dari kalangan manusia yg telah merasakan nikmatnya kebahagiaan hidup adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, yg mengatakan bahwa aku dan surgaku dalam hatiku. Kemanapun aku pergi ia aku bawa. Ketika musuh2ku memenjarakan aku maka akupun tetap merasakan kebahagiaan krn Surga menyertaiku di dalam penjara. Aku bisa bermunajat kepada Allah..bisa menulis ilmu2 Allah..sungguh ini adalah kebahagiaan hidupku di dunia ini. Bagaimana dengan janji Allah akan kebahagiaan orang2 yg beriman dibakhirat nanti.???
🌴 Sungguh Tauhid adalah asas dan pondasi kebahagiaan. Tauhidullah adalah sebab kesatuan umat di dunia ini. Bukan harta yg menyatukan kita. Sekiranya seluruh manusia menginfakkan seluruh apa yg ada di atas muka bumi ini tanpa tauhid..maka TIDAK AKAN PERNAH TERJADI persatuan umat di atas muka bumi ini. HATI ini telah Allah satukan dengan tauhid. Persaruaj lahir dan batin..bukan persatuan fisok saja tapi hatinya bercerao berai…sebagaimana yg kita lihat dalam firman Allah
تحسبهم جميعا وقلوبهم شتى
kalian mengira mereka itu bersatu tapi hati mereka tercerai berai. Sungguh yg membuat kita bersatu adalaha ketauhidan kita kepada Allah.
🌴 Allah menghendaki persatuan kita di atas tauhidullah. Persatuan hati kita di atas ilmu, amal dan dakwah tauhidullah sebagaimana para Nabi mendakwahkannya meskipun jasad terpisah dan jarak yg terpisah jauh oleh waktu dan tempat tapi tauhid pada Robb kita adalah Allah, kitab kuta adalah Al Qur’an dan nabi kita adalah Muhammad shallaallahuvalaihi wasallam.
🌴 Kita menginginkan tauhid yg melahirkan ibadah kita kpd Allah. Allah akan menurunkan nikmat2Nya,nikmat keamanan dan kebahagiaan. Nikmat yg semua manusia mengejarnya..sebagaimana Allah berfirman dalam keamanan sebelumnya rasa tauhid..nikmat makan yg sebelumnya kelaparan. Sebabnya adalah beribadah kepada Allah. Lihatlah kehidupan para sahabat..generasi yg terbaik dari umat ini..mereka untuk mendapatkan kebahagiaan mereka kembali kpd Allah dg ibadah dan kembali kpd Rosulullah sbg hakimnya. Mereka adalah suri teladan kita..dan mereka generasi yg telah mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhiratnya.
فلا وربك لا يؤمنون حتى يحكموك فيما شجر بينهم ثم لا يجد في انفسهم حرجا مما قضيت ويسلموا تسليما
” Demi Allah,tidaklah mereka dikatakan beriman sehingga mereka menjadikanmu sebagai hakim terhadap apa yg terjadi di antara mereka dan mereka tidak mendapati rasa keberatan dalam diri mereka terhadap apa yg telah engkau putuskan dan mereka menerima sepenuh penerimaan.”
🌴 Inilah hakikat Tauhid yg kita harapkan kepada Allah agar senantiasa memberikan kekuatan kpd kita untuk istiqomah di atas tauhid ini. Hanya kepada Allah juga kita berharap semoga negeri yg kita cintai ini Allah jaga dg keamanan, kedamaian dan kebahagiaan.

Hendaklah Kalian Kembali Kepada Urusan Pertama Kali

Abu Fathan | 18:29 | 0 comments

عَنْ أَبِيْ وَاقِدٍ اَللَّيْثِي قَالَ: إِنَّ رَسُوْلَ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَنَحْنُ جُلُوْسٌ عَلَى بِسَاطٍ: (إِنَّهَا سَتَكُوْنُ فِتْنَةٌ) قَالُوْا : وَكَيْفَ نَفْعَلُ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ فَرُدَّ يَدَهُ إِلَى الْبِسَاطِ فأَمْسَكَ بِهِ فَقَالَ: (تَفْعَلُوْنَ هَكَذَا) وَذَكَرَ لَهُمْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا :(أَنَّهَا سَتَكُوْنُ فِتْنَةٌ) فَلَمْ يَسْمَعْهُ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ ، فَقَالَ مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ: أَلاَ تَسْمَعُوْنَ مَا يَقُوْلُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فَقَالُوْا: مَا قَالَ؟ قَالَ: (إِنَّهَا سَتَكُوْنُ فِتْنَةٌ) فَقَالُوْا: فَكَيْفَ لَنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ وَكَيْفَ نَصْنَعُ؟ قَالَ: (تَرْجِعُوْنَ إِلَى أَمْرِكُمُ الْأَوَّلِ)

Dari Abu Wâqid al-Laitsi Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Sesungguhnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, sementara kami sedang duduk-duduk di atas sebuah hamparan (tikar), ‘Sesungguhnya akan terjadi fitnah.’ Para Sahabat bertanya, ‘Apa yang harus kami perbuat?’ Lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangannya ke tikar dan memegangnya dengan kuat lalu bersabda, ‘Lakukanlah seperti ini!’ Suatu hari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan kepada para Sahabat nya, ‘Sesungguhnya akan terjadi fitnah.’ Tetapi kebanyakan Sahabat tidak mendengarnya, maka Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu anhu berkata, ‘Apakah kalian tidak mendengar perkataan Rasûlullâh?’ Mereka bertanya, ‘Apa yang disabdakan Rasûlullâh?’ Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya akan terjadi fitnah.’ Mereka bertanya, ‘Bagaimana dengan kami wahai Rasûlullâh? Apa yang harus kami lakukan?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaklah kalian kembali kepada urusan yang pertama kali.” [HR Ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabîr (no. 3307) dan dalam al-Mu’jamul Ausath (no. 8679). Ath--Thahawi dalam Syarh Musykilil Âtsâr (III/221, no. 1184). Lihat Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 3165), Bashâ-iru Dzawi Syaraf bi Syarhi Marwiyâti Manhajis Salaf (hlm. 146) karya Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali].

PENJELASAN
Yang dimaksud dengan, “Kembali kepada urusan yang pertama kali” ialah kembali kepada al-Qur'ân dan as-Sunnah menurut pemahaman para Sahabat Radhiyallahu anhum.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan al-Qur'ân dan as-Sunnah kepada umat Islam. Namun setiap firqah yang sesat mengakui bahwa mereka berpegang kepada al-Qur'ân dan as-Sunnah, baik Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah, Murji’ah, dan firqah-firqah sesat lainnya. 

Maka harus ada tolok ukur yang jelas dalam pernyataan berpegang kepada al-Qur'ân dan as-Sunnah tersebut menurut pemahaman siapa??? Karena kalau menurut pemahaman masing-masing golongan atau ra’yu atau pendapat para tokoh, maka yang terjadi adalah seperti yang kita lihat saat ini, yaitu akan timbul ratusan pemahaman bahkan bisa ribuan pemahaman dan perpecahan di tengah kaum Muslimin, dan hal ini akan terus bertambah. Allâhul Musta’ân.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan jalan keluar dari fitnah itu dengan kembali kepada agama Islam, yang bersumber kepada al-Qur'ân dan as-Sunnah menurut pemahaman para Sahabat Radhiyallahu anhum. Oleh karena itu, kita berusaha dalam dakwah ini untuk mengembalikan umat kepada al-Qur'ân dan as-Sunnah menurut pemahaman as-salafush shâlih yang merupakan satu-satunya pemahaman yang benar, karena di saat ini bertambah banyak pemahaman yang menyimpang sehingga kaum Muslimin bertambah jauh dari agama yang benar. Mereka bertambah bingung karena banyaknya pemahaman dan aliran yang sesat. Akibatnya, terjadi perpecahan, perselisihan, pertikaian, dan malapetaka, bahkan sampai kepada pertumpahan darah. Allâhul Musta’ân nas-alullâhal ‘afwa wal ‘âfiyah!

Jalan menuju keselamatan dan kejayaan umat Islam telah dijelaskan dalam al-Qur'ân dan as-Sunnah yaitu dengan mentauhidkan Allâh Azza wa Jalla, menjauhkan syirik, melaksanakan dan menghidupkan Sunnah dan menjauhkan bid’ah, melaksanakan ketaatan kepada Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya dan menjauhkan larangan-larangan-Nya. Dan tentunya untuk dapat memahami Islam dengan benar, mentauhidkan Allâh dengan benar, dan melaksanakan Sunnah dengan benar. Kita wajib kembali kepada pemahaman yang benar yang telah mendapat jaminan dari Allâh dan Rasul-Nya. Kita wajib berpegang teguh dengan pemahaman as-salafush shâlih. Kita wajib kembali kepada pemahaman generasi terbaik dari umat ini yaitu pemahaman para Sahabat. Kita wajib beragama menurut cara beragamanya para Sahabat , bukan beragama mengikuti nenek moyang, bukan mengikuti tokoh-tokoh masyarakat, bukan mengikuti kyai, habib, ustadz, tuan guru dan selainnya.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk mengikuti pemahaman dan cara beragama para Sahabat . Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

... فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْـخُلَفَاءِ الْـمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ، تَـمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُـحْدَثَاتِ الْأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُـحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

… Maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah khulafâ-ur Râsyidîn yang mendapat petunjuk. Peganglah erat-erat dan gigitlah dia dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena sesungguhnya setiap perkara yang diada-adakan itu adalah bid‘ah, dan setiap bid‘ah itu adalah sesat[1]. 

Sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas terdapat perintah untuk berpegang teguh dengan Sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Sunnah khulafâ-ur Râsyidîn Radhiyallahu anhum sepeninggal Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Sunnah adalah jalan yang dilalui, termasuk di dalamnya berpegang teguh dengan keyakinan-keyakinan, perkataan-perkataan, serta perbuatan-perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para khulafâ-ur Râsyidîn Radhiyallahu anhum. Itulah Sunnah yang paripurna. Oleh karena itu, generasi salaf dahulu tidak menamakan Sunnah, kecuali kepada apa saja yang mencakup ketiga aspek tersebut. Hal ini diriwayatkan dari al-Hasan, al-Auzâ’i, dan Fudhail bin ‘Iyâdh.[2] 

Keempat khalifah tersebut disebut Râsyidîn karena mereka mengetahui kebenaran dan memutuskan segala perkara dengan kebenaran.

Perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengikuti Sunnah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Sunnah khulafâ-ur Râsyidîn setelah perintah mendengar dan taat kepada ulil amri adalah bukti bahwa Sunnah para khulafâ-ur Râsyidîn harus diikuti sepertihalnya mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Ini tidak berlaku bagi Sunnah para pemimpin selain khulafâ-ur Râsyidîn Radhiyallahu anhum.[3] 

Ini menunjukkan bahwa kita wajib berpegang kepada al-Qur'ân dan as-Sunnah menurut pemahaman as-salafush shâlih. Seseorang –siapa pun dia– tidak boleh mengatakan, “Ya, boleh-boleh saja orang berpegang dengan pemahaman apa saja.” Sebab, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk berpegang kepada Sunnah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Sunnah khulafâ-ur Râsyidîn. Kewajiban kita adalah mengikuti manhaj (cara beragama) para Sahabat Radhiyallahu anhum , karena Allâh Azza wa Jalla menyebutkan dalam al-Qur'ân tentang wajibnya kita mengikuti mereka.

Allâh Azza wa Jalla berfirman :

فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا ۖ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ ۖ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh, mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allâh akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui. [al-Baqarah/2:137]

Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

Dan barangsiapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahannam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali.[an-Nisâ'/4:115]

Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz rahimahullah mengatakan, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para pemimpin sepeninggal beliau telah menetapkan Sunnah-Sunnah. Mengambil Sunnah-Sunnah tersebut berarti berpegang teguh kepada Kitabullâh dan kekuatan di atas agama Allâh. Siapa pun tidak berhak untuk mengganti Sunnah-Sunnah tersebut, merubahnya, dan melihat perkara-perkara yang bertentangan dengannya. Barangsiapa berpetunjuk dengan-nya, ia mendapatkan petunjuk. Barangsiapa meminta pertolongan dengannya, ia akan ditolong. Barangsiapa meninggalkannya dan mengikuti selain jalan kaum Mukminin, Allâh Azza wa Jalla menguasakannya kepada apa yang Dia kuasakan kepadanya dan memasukkannya ke dalam Neraka Jahannam yang merupakan tempat kembali yang paling buruk.”[4] 

Imam Ibnu Abi Jamrah rahimahullah mengatakan, “Para Ulama telah berkata mengenai makna firman Allâh Azza wa Jalla , “Dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang yang beriman,” yang dimaksud adalah (jalan) para Sahabat generasi pertama karena mereka adalah orang-orang yang mengambil khitab wahyu langsung melalui diri-diri mereka dan mereka mengobati musykilah (ketidakjelasan) yang terjadi dalam diri mereka dengan bertanya (kepada Rasûlullâh) secara baik, maka Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab pertanyaan mereka dengan sebaik-baik jawaban dan menjelaskan kepada mereka dengan penjelasan yang paling sempurna, sehingga mereka pun mendengarnya, memahaminya, mengamalkannya, memperbaikinya, menghafalnya, menetapkannya, menukilnya, dan membenarkannya. Mereka memiliki keutamaan yang agung atas kita. Sebab, karena merekalah tali kita dihubungkan dengan tali Nabi Muhammad dan dengan tali (Allah) Penolong kita .”[5] 

Ayat ini menunjukkan bahwa menyalahi jalannya kaum Mukminin sebagai sebab seseorang akan terjatuh ke dalam jalan-jalan kesesatan dan diancam dengan masuk neraka Jahannam. Ayat ini juga menunjukkan bahwa mengikuti Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebesar-besar prinsip dalam Islam yang berkonsekuensi wajibnya umat Islam untuk mengikuti jalannya kaum Mukminin. Jalan kaum Mukminin pada ayat ini adalah keyakinan, perkataan, dan perbuatan para Sahabat Radhiyallahu anhum. Karena, ketika turunnya wahyu tidak ada orang yang beriman kecuali para Sahabat , seperti firman Allâh Azza wa Jalla :

آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ

Rasul telah beriman kepada al-Qur'ân yang diturunkan kepadanya dari Rabb-nya, demikian pula orang-orang yang beriman.”.[al-Baqarah/2:285]

Orang-orang Mukmin ketika itu hanyalah para Sahabat Radhiyallahu anhum , tidak ada yang lain.

Ayat di atas menunjukkan bahwa mengikuti jalan para Sahabat dalam memahami syari’at adalah wajib dan menyalahinya adalah kesesatan.[6] 

Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Janganlah kamu ikuti jalan-jalan (yang lain), yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa.” [al-An’âm/6:153]

Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu berkata : 

خَطَّ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا بِيَدِهِ ثُمَّ قَالَ: هَذَا سَبِيْلُ اللهِ مُسْتَقِيْمًـا، وَخَطَّ خُطُوْطًا عَنْ يَمِيْنِهِ وَشِمَالِهِ، ثُمَّ قَالَ: هَذِهِ سُبُلٌ ]مُتَفَـِرّقَةٌ[ لَيْسَ مِنْهَا سَبِيْلٌ إِلَّا عَلَيْهِ شَيْطَانٌ يَدْعُوْ إِلَيْهِ، ثُمَّ قَـرَأَ قَوْلَهُ تَعَالَـى: وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ﮌ ﮍ

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat garis dengan tangannya kemudian bersabda, ‘Ini jalan Allâh yang lurus.’ Lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat garis-garis di kanan kirinya, kemudian bersabda, ‘Ini adalah jalan-jalan yang bercerai-berai (sesat) tak satu pun dari jalan-jalan ini kecuali di dalamnya terdapat setan yang menyeru kepadanya.’ Selanjutnya Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allâh Azza wa Jalla , “Dan sungguh, inilah jalanku yang lurus, maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa.”.[al-An’âm/2:153][7] 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,“Apabila orang berakal yang menginginkan perjumpaan dengan Allâh Azza wa Jalla memperhatikan permisalan ini dan memperhatikan keadaan semua kelompok dari kalangan Khawârij, Mu’tazilah, Jahmiyyah, Râfidhah, serta ahli kalam yang mendekati Ahlus Sunnah seperti Karramiyyah, Kullâbiyyah, al-Asy’ariyyah, dan selain mereka, bahwa setiap dari mereka memiliki jalan yang keluar dari apa-apa yang telah ditempuh oleh para Sahabat dan Ulama ahli hadits, dan setiap dari mereka menyangka bahwa jalan merekalah yang benar, niscaya orang yang berakal akan mendapati bahwa merekalah (firqah-firqah tersebut) yang dimaksud dalam permisalan ini yang diumpamakan oleh al-ma’shûm (Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ), yang Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berbicara dari hawa nafsunya, melainkan wahyu yang diwahyukan kepadanya.”[8] 

Perkataan Syaikhul Islam ini menjelaskan bahwa setiap firqah (golongan) yang menyimpang dan menyempal dari Shirathal Mustaqim, mereka (setiap golongan itu) mendakwahkan dirinya di atas kebenaran dan setiap golongan berbangga dengan golongannya. Sesungguhnya mereka pada hakikatnya jelas-jelas tidak berada di atas jalan kebenaran karena prinsip ‘aqidah, ibadah, dan manhaj mereka berbeda dengan prinsip dan manhajnya para Sahabat . Sebagaimana disebutkan dalam atsar di atas ketika menjelaskan ayat di atas bahwa setiap jalan yang telah ditempuh oleh setiap golongan mesti ada setan yang mengajak kepadanya. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan hanya ada satu yang selamat, yang kita wajib mengikutinya yaitu jalan yang telah ditempuh oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat nya Radhiyallahu anhum. Itulah jalan golongan yang selamat.

Kita wajib kembali kepada urusan pertama kali yaitu kita wajib beragama menurut cara beragamanya para Sahabat Radhiyallahu anhum . Mereka adalah para as-salafush shâlih yang dijamin surga. Kalau kita ingin masuk surga maka wajib mengikuti jejak, pemahaman, dan pengamalan para Sahabat Radhiyallahu anhum.

Mengikuti pemahaman dan cara beragama para Sahabat merupakan jalan keluar (solusi) dari berbagai macam fitnah, perpecahan, perselisihan, pertikaian, dan permusuhan di antara kaum Muslimin. Mudah-mudahan kita dijauhkan dari berbagai macam fitnah dan mudah-mudahan Allâh memberikan kepada kita hidayah taufiq dan istiqamah di atas manhaj salaf.

Oleh Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas حفظه الله

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Khusus 12/Tahun XVII/1435H/2014M.]
_______
Footnote
[1]. Shahih: HR. Ahmad (IV/126-127), Abu Dâwud (no. 4607, ini lafazhnya) dan at-Tirmidzi (no. 2676), ad-Dârimi (I/44), al-Baghawi dalam SyarhusSunnah (I/205), dan dishahihkan oleh al-Hâkim (I/95) serta disepakati oleh adz-Dzahabi, dari Shahabat ‘Irbâdh bin Sâriyah Radhiyallahu anhu. Lihat Irwâ-ul Ghalîl (no. 2455).
[2]. Lihat Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam(II/120).
[3]. Lihat Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam (II/121).
[4]. Tafsiir Ibni Abi Hâtim ar-Râzi (III/140, no. 6002) cet. Darul Kutub al-‘Ilmiyyah dan ad-Durrul Mantsûr(II/393).
[5]. Dinukil dari Da’watunâ al-Kitab was Sunnah ‘ala Manhajis Salaf (hlm. 45), karya Syaikh al-Albâni rahimahullah , tahqiq Syaikh ‘Ali bin Hasan al-Halabi. 
[6]. Lihar Bashâ-ir Dzawii Syaraf bi Syarah Marwiyyati Manhajis Salaf (hlm. 54).
[7]. Shahih : HR. Ahmad (I/435, 465), ad-Dârimi (I/67-68), al-Hâkim (II/318), dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah(no. 97), dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Zhilâlul Jannah fî Takhrîjis Sunnah libni Abi ‘Âshim (no. 17). Tafsir an-Nasa-i (no. 194).Adapun tambahan (mutafarriqatun) diriwayatkan oleh Ahmad (I/435).
[8]. Naqdul Mantiq (hlm. 49).

Dahsyatnya Bahaya Memakan Harta Haram

Abu Fathan | 18:51 | 0 comments
Cinta dan tamak harta merupakan sifat, tabiat dan watak manusia, Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا 

Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan [al-Fajr/89:20]

Usaha yang baik dan halal merupakan hal yang terpuji dalam agama Islam, karena Allâh Azza wa Jalla memerintahkan manusia agar berkerja dan berusaha keras, sebagaimana firman-Nya :

هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ ۖ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya.Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”. [al-Mulk/67:15]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Amr bin al-’Âs,‘Wahai Amr, Nikmat harta yang baik adalah yang dimiliki laki-laki yang shalih’(diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya)

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

مَا أكَلَ أَحَدٌ طَعَاماً قَطُّ خَيْراً مِنْ أنْ يَأكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِه ، وَإنَّ نَبيَّ الله دَاوُدَ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ يَأكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ 

‘Tidaklah seseorang mengkonsumsi makanan yang lebih baik daripada memakan hasil jerih payahnya sendiri, dan sesungguhnya Nabi Daud q makan dari hasil jerih payahnya sendiri’. [HR. al-Bukhâri]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

لأَنْ يَأخُذَ أحَدُكُمْ أحبُلَهُ ثُمَّ يَأتِيَ الجَبَلَ ، فَيَأْتِيَ بحُزمَةٍ مِنْ حَطَب عَلَى ظَهْرِهِ فَيَبِيعَهَا ، فَيكُفّ اللهُ بِهَا وَجْهَهُ ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أنْ يَسْألَ النَّاسَ ، أعْطَوْهُ أَوْ مَنَعُوهُ

Sungguh seandainya salah seorang di antara kalian mengambil beberapa utas tali, kemudian pergi ke gunung dan kembali dengan memikul seikat kayu bakar dan menjualnya, kemudian dengan hasil itu Allâh mencukupkan kebutuhan hidupnya, itu lebih baik daripada meminta-minta kepada sesama manusia, baik mereka memberi ataupun tidak’[HR. al-Bukhâri]

Allâh Azza wa Jalla menjadikan rasa suka dan cinta terhadap harta sebagai cobaan dan ujian. Karena, Allâh Azza wa Jalla , Dzat yang Mahaagung yang telah menetapkan ketuhanan dan keesaan-Nya dalam ayat-ayat al-Qur'ân kemudian juga mengingatkan bahwa Dialah satu-satunya yang mengatur hukum halal dan haram, satu-satunya Pencipta dan Pemberi rezeki, yang berhak mengatur kehidupan dunia ini. Jadi hak untuk menetapan hukum halal dan haram hanyalah milik-Nya semata.

Allâh Azza wa Jalla berfirman :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. [al-Baqarah/2:168]

Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ 

Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allâh telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allâh yang kamu beriman kepada-Nya.[al-Mâidah/5:88]

Halalan thayyiban dalam ayat di atas sesuatu yang dihalakan bagi kalian dan bukan diperoleh dengan cara yang diharamkan, seperti merampas, merampok, mencuri, riba, risywah atau sogokan, korupsi, penipuan dan berbagai macam mu'âmalah haram lain.

Thayyiban maksudnya tidak al-khabîts, yakni tidak kotor atau najis, seperti bangkai, daging babi atau anjing, minuman keras dan yang sejenisnya.

Orang-orang yang memiliki harta halal dan mata pencaharian yang halal adalah orang-orang yang paling selamat agamanya, paling tenang hati dan pikirannya, paling lapang dadanya, paling sukses kehidupannya. Kehormatan dan harga diri mereka bersih dan terjaga, rezeki mereka penuh berkah dan citra mereka dimasyarakat selalu indah.

Mencari harta halal dengan cara yang halal adalah sifat mulia yang telah dicerminkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Mereka, para assalafus shâlih juga selalu saling mengingatkan untuk berhati-hati dalam masalah makanan, minuman dan mata pencaharian.

Dari Abi Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ أكَلَ طَيِّبًا ، وعَمِلَ فِي سُنَّةٍ ، وَأَمِنَ الناسُ بَوَائِقَهُ ، دَخَلَ الْجَنَّةَ

Barangsiapa mengkonsumsi sesuatu yang baik, melaksanakan sunnah dan masyarakat sekitarnya tidak terganggu dengan keburukannya, maka dia masuk surga’. [HR. Tirmidzi]

Imam Ahmad dan lainnya meriwayatkan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أَرْبَعٌ إِذَا كُنَّ فِيكَ، فَلاَ عَلَيْكَ مَا فَاتَكَ مِنَ الدُّنْيَا: حِفْظُ أَمَانَةٍ، وَصِدْقُ حَدِيثٍ، وَحُسْنُ خَلِيقَةٍ، وَعِفَّةٌ فِى طُعْمة

Ada empat hal, bila keempatnya ada pada dirimu, maka segala urusan dunia yang luput darimu tidak akan membahayakanmu : menjaga amanah, berkata benar, akhlak baik dan menjaga urusan makanan’.

SIKAP ORANG-ORANG SHALIH
Banyak sekali potret orang-orang shalih terdahulu sebagai bukti kehati-hatian dan kewaspadaan mereka dalam masalah ini. Diantaranya : 

1. Abu Bakar as-Shiddiq Radhiyallahu anhu . Suatu ketika hamba sahayanya membawa sesuatu makanan dan Abu Bakar as-Shiddiq Radhiyallahu anhu memakannya. Lalu hamba sahaya itu berkata, "Wahai tuanku, tahukah Anda dari mana makanan ini?" Abu Bakar Radhiyallahu anhu menjawab, 'Dari mana engkau dapat makanan ini?' Budak itu menjawab, "Dahulu saya pernah berlagak seperti orang pintar (dukun), padahal saya tidak pandai ilmu perdukunan. Saya hanya menipunya. Lalu (di kemudian hari) dia menjumpaiku dan memberikan upah kepadaku. Makanan yang tadi Anda makan adalah bagian pemberian tersebut.” Mendengar hal itu Abu Bakar Radhiyallahu anhu langsung memasukkan jari-jarinya ke mulutnya sampai ia memuntahkan semua makanan yang baru beliau makan. 

2. Suatu ketika Umar Radhiyallahu anhu diberi minum susu dan beliau Radhiyallahu anhu begitu senang. Kemudian beliau Radhiyallahu anhu bertanya kepada orang yang memberinya minum, "Dari manakah engkau mendapatkan susu ini?" Orang itu menjawab, 'Aku berjalan melewati seekor unta sedekah, sementara mereka sedang berada dekat dengan sumber air. Lalu aku mengambil air susunya.' Mendengar cerita orang itu, seketika itu pula Umar Radhiyallahu anhu memasukkan jari ke mulutnya agar ia memuntahkan susu yang baru diminumnya.

3. Kisah seorang wanita shalihah yang menasehati suami tercintanya dengan ucapannya, "Wahai suamiku! Bertakwalah engkau kepada Allâh saat mencari rezeki untuk kami! Karena sesungguhnya kami mampu menahan lapar dan dahaga, akan tetepi kami tak akan mampu menahan panas api neraka."

Begitulah sikap wara' orang-orang shalih, dalam rangka menjaga agama mereka, merealisasikan ketakwaan mereka serta menjauhkan diri-diri mereka dari perkara-perkara syubhat (yang tidak jelas). 

Lalu bagaimanakah nasib mereka yang dengan sengaja mencari yang haram untuk mengisi perutnya sendiri dan memenuhi kebutuhan keluarganya?

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ

Sungguh akan datang kepada manusia suatu zaman, yang saat itu seseorang tidak peduli lagi dari mana dia mendapatkan harta, apakah dari jalan halal ataukah yang haram’. [HR. al-Bukhâri]

Rakus dan tamak terhadap dunia, mengekor kepada syahwat dan tamak akan rezeki serta melupakan hari perhitungan menjadikan manusia terbuai untuk memburu angan-angan gemerlap dan kelezatan dunia tanpa memperhatikan sumber penghasilan dan usahanya.

Dari Khudzaifah bin al-Yaman Radhiyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri lalu berkata, "Kemarilah kalian semua!’ Kemudian para shahabat beliau menghampirinya dan duduk menghadapnya. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,‘Ini ada utusan Allâh malaikat Jibril. Ia membisikkan ke dalam benakku bahwa satu jiwa tidak akan wafat sebelum lengkap dan sempurna rezekinya sekalipun rezekinya terlambat datang kepadanya. Karena itu, hendaklah kamu bertakwa kepada Allâh dan lakukanlah usaha dengan cara yang baik! Janganlah kedatangan rezeki yang terlambat menyeretmu untuk bermaksiat kepada Allâh Azza wa Jalla , karena apa yang ada di sisi Allâh hanya bisa diraih dengan ketaatan kepada-Nya." [HR. Bazzâr dalam Musnadnya dengan sanad yang shahih]

Kalimat أجملوا في الطلب (lakukanlah usaha dengan cara yang baik!) dalam hadits di atas maksudnya adalah usaha mencari rezeki agar memperoleh pendapatan dunia.

PENGARUH MAKANAN HARAM
Adakalanya seorang Muslim bersungguh-sungguh dalam melakukan amal shalih akan tetapi ia memandang remeh dan kurang peduli dengan masalah mengkonsumsi harta yang haram, padahal akibatnya sangat fatal. Orang seperti ini akan rugi di dunia dan di akhirat. Amal ibadahnya tertolak, doanya tidak akan diijabahi (tidak dikabulkan oleh Allâh Azza wa Jalla ) dan harta serta usahanya tidak akan diberkahi.

Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata, "Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla baik dan Dia tidak akan menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allâh telah memerintahkan kepada orang-orang Mukmin dengan apa yang telah diperintahkan kepada para Rasul. sebagaimana Allâh Azza wa Jalla berfirman :

يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا ۖ إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ 

Wahai sekalian para Rasul, makanlah yang baik-baik dan beramal sholihlah, sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan [al-Mukminûn/23:51]

Allâh juga berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ 

“Wahai orang-orang yang beriman, makanlah makanan yang baik dari rezeki yang Kami berikan kepada kalian”[al-Baqarah/2:172].

Kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan perihalseorang lelaki yang sedang melakukan safar (perjalanan jauh), yang berambut kusut, kusam dan berdebu, yang menadahkan tangan ke langit lalu berdoa: Wahai Rabbku! Wahai Rabbku!... Sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dia dikenyangkan dengan makanan yang haram, maka bagaimana bisa doa dikabulkan? [HR. Muslim]

Oleh sebab itu, sedekah dari harta yang haram akan tertolak dan tidak diterima. Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ahuma , Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ صَلاةً بِغَيْرِ طَهُورٍ ، وَلاَ صَدَقَةً مِنْ غُلُولٍ

Allâh tidak akan menerima shalat seseorang tanpa berwudlu (bersuci), dan tidak akan menerima sedekah dengan harta ghulul (curian/korupsi) [HR. Msulim]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أَدَّيْتَ زَكَاةَ مَالِكَ فَقَدْ قَضَيْتَ مَا عَلَيْكَ، وَمَنْ جَمَعَ مَالًا حَرَامًا ثُمَّ تَصَدَّقَ مِنْهُ لَمْ يَكُنْ لَهُ فِيهِ أَجْرٌ وَكَانَ إِصْرُهُ عَلَيْهِ

‘Jika engkau telah menunaikan zakat hartamu maka engkau telah melaksanakan kewajiban dan barang siapa yang mengumpulkan harta dari jalan yang haram, kemudian dia menyedekahkan harta itu, maka sama sekali dia tidak akan memperoleh pahala, bahkan dosa akan menimpanya’. [HR. Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibbân dalam Shahihnya]

Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ 

Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari makanan haram. [HR. Ibn Hibban dalam Shahîhnya]

Dari Ka’ab bin ‘Ujrah Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdabda :

يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ لاَ يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحتٍ إلاَّ كَانَتِ النَّارُ أَولَى بِهِ

Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, tidaklah daging manusia tumbuh dari barang yang haram kecuali neraka lebih utama atasnya. [HR. Tirmidzi]

Kata السحت dalam hadits di atas maksudnya adalah semua yang haram dalam segala bentuk dan macamnya, seperti hasil riba, hasil sogokan, mengambil harta anak yatim dan hasil dari berbagai bisnis yang diharamkan syari'at.

Hendaklah setiap individu Muslim selalu ingat, bahwa Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan menanyakan di hari Kiamat tentang harta masing-masing orang, dari mana ia memprolehnya dan kemana ia infakkan? Sebuah pertanyaan untuk sebuah penegasan dan penghitungan, yang kemudian diiringi balasan dah hukuman yang adil.

Maka barangsiapa melatih dirinya agar memiliki sifat takwa, wara’ (menahan dari yang haram), ‘iffah (menjaga kehormatan), qanâ’ah (merasa cukup dengan yang ada dan halal) serta menjadi orang senantiasa melakukan introspeksi diri, maka sifat itu akan menjadi tabiat dan karakternya.

Allâh Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَىٰ وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا 

Katakanlah! "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun” [an-Nisâ’/4:7]

Dari Khaulah al-Anshâriyah Radhiyallahu anha bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ رِجَالًا يَتَخَوَّضُونَ فِي مَالِ اللَّهِ بِغَيْرِ حَقٍّ فَلَهُمْ النَّارُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Sesungguhnya ada sebagian orang yang mengambil harta milik Allâh bukan dengan cara yang haq, sehingga mereka akan mendapatkan neraka pada hari Kiamat’ [HR. al-Bukhâri]

GHULUL, DOSA BESAR YANG DIREMEHKAN
Diantara dosa besar yang dianggap sepele oleh sebagian besar masyarakat adalah al-ghulûl. al-Ghulûl maksudnya mengambil sesuatu yang bukan miliknya dari harta bersama, atau memanfaatkan barang-barang inventaris kantor untuk kepentingan pribadi atau keluarganya bukan untuk kepentingan umum. Prilaku seperti ini termasuk perbuatan zhalim yang berat bisa menyeret masyarakat pada kerusakan, terutama pelakunya. Pelaku tindak kezhaliman ini terancam hukuman yang keras di dunia dan juga di akhirat, sebagaimana termaktub dalam al-Qur'ân. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ 

Barangsiapa berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu”[ali Imrân/3:161]

Dari Abu Humaid as-Sa’idi Radhiyallahu anhu mengatakan bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mempekerjakan seseorang dari kabilah al-Azdi yang bernama Ibnu al-Lutbiyyah untuk mengurus zakat. Setelah bekerja ia datang menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, "Ini untuk Anda dan yang ini untukku, aku diberi hadiahkan. Mendengar ini, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di atas mimbar seraya bersabda :‘Ada apa dengan seorang pengurus zakat yang kami utus, lalu ia datang dengan mengatakan, 'Ini untukmu dan ini hadiah untukku!' Cobalah ia duduk saja di rumah ayahnya atau rumah ibunya, dan melihat, apakah ia diberi hadiah ataukah tidak? Demi Allâh Azza wa Jalla , tidaklah seseorang datang dengan mengambil sesuatu dari yang tidak benar melainkan ia akan datang dengannya pada hari Kiamat, lalu dia akan memikulnya di lehernya. (Jika yang ia ambil adalah) unta, maka akan keluar suara unta. Jika sapi, maka akan keluar suara sapi; Jika kambing, maka akan keluar suara kambing.

Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga kami bias melihat putih kedua ketiak beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengatakan, ‘Wahai Allâh! Aku telah menyampaikannya?’[HR. al-Bukhâri dan Muslim]

Dari Buraidah Radhiyallahu anhu , dia mengatakan bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam barsabda, "Barangsiapa yang telah kami ambil untuk melakukan suatu tugas dan kami telah menetapkan rezeki (gaji atau upah), maka harta yang dia ambil selain gaji dari kami adalah ghulûl (pengkhianatan, korupsi atau penipuan)’. [HR. Abu Daud]

Permasalahannya, bukan pada banyak atau sedikitnya barang yang diambil, akan tetapi ini merupakan asas atau sendi, juga merupakan aturan agama yang mereka anut, serta akhlak yang menghiasi diri mereka serta amanah yang wajib mereka tunaikan. Jika virus ghulûl (korupsi) dibiarkan, maka dia akan membesar. Orang yang sudah terbiasa mengambil suatu yang kecil, suatu ketika dia akan berani mengambil sesuatu yang lebih besar. 

Jika ghulûl (mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya) sudah menjadi hal jamak atau lumrah pada sebuah masyarakat, dimana si pelaku tanpa rasa sungkan dan malu mengambil harta yang bukan haknya, itu artinya akhlak yang hina ini telah tersebar di kalangan mereka. Padahal setiap akhlak tercela itu menyeret pelakunya pada prilaku yang lebih buruk sehingga terjebak dalam sebuah rangkaian perbuatan maksiat yang terus-menerus merusak hati dan menghancurkan moral serta membangkitkan egois. Semua ini akan menyeret seseorang untuk berbuat zhalim, menyulut rasa dengki dan mengakibatkan perpecahan.

Kerusakan pada menegement kantor dan keuangan bisa juga memberikan dampak negatif pada masyarakat, keterpurukan akhlak, kemiskinan serta kerusakan agama mereka, juga membuka peluang untuk berbuat korup dan merebaknya budaya sogok. Sehingga sering terdengar, banyak orang yang tidak bisa mendapatkan hak kecuali dengan sogok.

Kalau amanah sudah ditinggalkan maka banyak hak yang terabaikan, keadilan akan melemah, kezhaliman merajalela, rasa aman hilang dan masyarakat dilanda ketakutan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam harits riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu :

Apabila amanah telah disia-siakan maka tunggulah hari Kiamat’.

Dan Ibn Mas'ûd Radhiyallahu anhu berkata, "Yang pertama kali hilang dari agamamu adalah amanah."

PENUTUP
Maka tiada jalan untuk selamat dari siksa Allâh Azza wa Jalla , kecuali dengan murâqabatullâh (merasa selalu dalam pengawasan Allâh Azza wa Jalla) disaat sepi atau ramai, selalu takut kepada Allâh sebelum takut kepada manusia. Dan tidak ada jalan untuk membangkitkan umat dan memajukannya serta melepaskannya dari belenggu kebodohan dan keterbelakangan kecuali dengan menegakkan keadilan, menghilangkan kezhaliman, mempekerjakan orang yang amanat.

(Diangkat dari khutbah jum'ah di Masjidil Haram di Mekah yang disampaikan oleh Syaikh Shalih bin Muhammad Alu Thalib pada tanggal 16/3/1435 dengan judul Khuthûratu Aklil Mâlil Harâm )

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Khusus 12/Tahun XVII/1435H/2014M.]
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. BERITA SUNNAH - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger