{قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ ويَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ، وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ}

Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ali ‘Imran:31)

Home » » Tips Menjaga Lisan

Tips Menjaga Lisan

Abu Fathan | 21:03 | 0 comments
Menjaga lisan termasuk amalan yang diperintahkan dan agung dalam Islam, coba perhatikan dalil dari Al Quran dan Sunnah serta perkataan para ulama salaf berikut:
Allah Ta’ala berfirman:
{ مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ }
Artinya: “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” QS. Qaaf:18.
{ يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ } .
Artinya: “Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” QS. An Nur: 24.
Dua ayat di atas menjadi dalil untuk menjaga lisan, pada ayat yang pertama pemberitahuan dan sekaligus peringatan bahwa setiap perkataan akan dicatat oelh para malaikat di dlam buku catatan amal, yang akan dimintai pertanggung jawaban pada hari kiamat.
Sedangkan pada ayat yang kedua, juga berupa pemberitahuan serta peringatan sekaligus, bahwa  lisan akan menjadi saksi atas semua perbuatan manusia pada hari kiamat.
Jadi, dua ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan agar seorang muslim menjaga lisannya.

Sedangkan jika kita perhatikan hadits-hadits tentang menjaga lisan maka sangatlah banyak dan beragam, diantara hadits-hadits tersebut adalah:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ ».
Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” HR. Bukhari dan Muslim.
عَنْ أَبِى أَيُّوبَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلِّمْنِى وَأَوْجِزْ. قَالَ « إِذَا قُمْتَ فِى صَلاَتِكَ فَصَلِّ صَلاَةَ مُوَدِّعٍ وَلاَ تَكَلَّمْ بِكَلاَمٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ وَأَجْمِعِ الْيَأْسَ عَمَّا فِى أَيْدِى النَّاسِ ».
Artinya: “Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu berkata: “Seseorang pernah datang kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu ia berkata: “Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku (sesuatu) dan ringkaskanlah”, beliau bersabda: “Jika kamu berdiri di dalam shalatmu, maka shalatlah shalat orang yang sedang berpisah, dan janganlah berbicara dengan sebuah pembicaraan, yang kamu meminta alasan (maaf) darinya dan kumpulkanlah keputus asaan terhadap apa yang ada pada tangan-tangan manusia.” HR. Ibnu Majah.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سُفْيَانَ الثَّقَفِىِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ - وَقَدْ قَالَ هُشَيْمٌ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ - مُرْنِى فِى الإِسْلاَمِ بِأَمْرٍ لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَداً بَعْدَكَ. قَالَ « قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ ». قَالَ قُلْتُ فَمَا أَتَّقِى فَأَوْمَأَ إِلَى لِسَانِهِ.
Artinya: “Abdullah bin Sufyan Ats Tsaqafi meriwayatkan dari bapaknya, ia meriwayatkan bahwa seseorang berkata: “Wahai Rasulullah, perintahkan kepadaku di dalam Islam dengan sebuah perintah yang aku todak bertanya tentang kepada seorangpun setelahmu”, beliau bersabda: “Katakanlah, aku telah beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah”, lalu lelaki tersebut berkata: “Lalu dengan apa aku menjaga?”, maka beliau menunjuk kepada lisannya.” HR. Ahmad.
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « مَنْ يَضْمَنْ لِى مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ » .
Artinya: “Sahl bin Sa’ad meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Barangsiapa yang menjaga untukku apa yang di antara dua jenggotnya (/lisan), dan apa yang diantara dua kakinya (/kemaluannya), niscaya aku jamin baginya surga.” HR. Bukhari.
Sekarang mari perhatikan perkataan para ulama salaf tentang menjaga lisan, diantara perkataan mereka adalah:
عن عقبة التيمي قال: قال عبد الله بن مسعود - رضي الله عنه - : والذي لا إله غيره، ما على الأرض شيء أفقر- وقال أبو معاوية: أحوج- إلى طول سجنٍ من لسانٍ.
Artinya: “Uqbah At Taimi berkata: “Berkata Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu: “Demi Yang Tiada Ilah selain-Nya, tidak ada sesuatu yang lebih membutuhkan kepada panjangnya penahanan dari lisan.” Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ashim di dalam kitab Az Zuhd, no. 24 dan Abu Asy Syeikh di dalam kitab Al Amtsal, no. 362 dan Jami’ Al ‘ulum wa Al Hikam, hal. 242.
وعن مطرق بن الشخير قال: قال ابن عباس رضي الله عنهما للسانه: ويحك، قل خيراً تغنم، وإلا فاعلم أنك ستندم، قال: فقيل له: أتقول هذا! قال: بلغني أن الإنسان ليس هو يوم القيامة أشد منه على لسانه، إلا أن يكون قال خيراً فغنم، أو سكت فسلم.
Artinya: “Mutharriq bin Asy Syikkhir rahimahullah berkata: “Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata kepada lisannya: “Celaka kamu, katakanlah yang baik niscaya kamu selamat dan kalau tidak (mengatakan yang baik) kamu akan menyesal”, lalu beliau ditanya: ‘Apakah kamu mengatakan ini?”, beliau berkata: “telah sampai kepadaku bahwa seorang manusia tidak ada pada hari kiamat yang paling berat atas lisannya, kecuali ia mengatakan yang baik maka ia akan berbahagia mendapat pahala (yang banyak) atau diam maka ia akan selamat.” Lihat kitab Hilyat Al Awliya’, 1/327-328 dan kitab Ash Shamtu, no. 439.
عن  يَحْيَى بْنَ مُعَاذٍ يَقُولُ: " الْقُلُوبُ كَالْقُدُورِ فِي الصُّدُورِ تَغْلِي بِمَا فِيهَا وَمَغَارِفُهَا أَلْسِنَتُهَا فَانْتَظِرِ الرَّجُلَ حَتَّى يَتَكَلَّمَ فَإِنَّ لِسَانَهُ يَغْتَرِفُ لَكَ مَا فِي قَلْبِهِ مِنْ بَيْنِ حُلْوٍ وَحَامِضٍ وَعَذْبٍ وَأُجَاجٍ يخْبِرُكَ عَنْ طَعْمِ قَلْبِهِ اغْتِرَافُ لِسَانِهِ
Artinya: “yahya bin Mu’adz berkata: “Seluruh hati bagaikan wajan di dalam hati-hati, akan merebus apa yang ada di dalamnya, dan gayung-gayungnya adalah lisan-lisannya, maka berfikirlah seseorang sebelum ia berbicara, karena sesungguhnya lisannya akan menggayung untukmu apa yang ada di dalam hatinya, baik berupa rasa manis atau asam dan segar atau pahit, ia akan memberitahukanmu tentang rasa hatimu sesuai dengan gayungan lisannya.” Lihat kitab Hilyat Al Awliya’, 10/63.  
An Nawawi rahimahullah berkata:
اعْلَمْ أنَّهُ يَنْبَغِي لِكُلِّ مُكَلَّفٍ أنْ يَحْفَظَ لِسَانَهُ عَنْ جَميعِ الكَلامِ إِلا كَلاَمًا ظَهَرَتْ فِيهِ المَصْلَحَةُ، ومَتَى اسْتَوَى الكَلاَمُ وَتَرْكُهُ فِي المَصْلَحَةِ، فالسُّنَّةُ الإمْسَاكُ عَنْهُ، لأَنَّهُ قَدْ يَنْجَرُّ الكَلاَمُ المُبَاحُ إِلَى حَرَامٍ أَوْ مَكْرُوهٍ، وذَلِكَ كَثِيرٌ في العَادَةِ، والسَّلاَمَةُ لا يَعْدِلُهَا شَيْءٌ.
“Ketauhilah, bahwa harus bagi setiap mukallaf (seorang yang dibebani tanggung jawab untuk beribadah), agar menjaga lisannya dari seluruh perkataan, kecuali sebuah perkataan yang terlihat kebaikan di dalamnya, dan kapan perkataan dan tidak berkata itu sama di dalam kebaikan, maka sunnahnya adlah menjaga lisannya, karena terkadang perkataan yang mendorong mubah kepada yang haram atau makruh, dan hal itu banyak terjadi dalam kebiasaan, dan (sedangkan) keselamatan tidak ada sesuatu yang menandinginya.” Lihat kitab Al Adzkar, 1/ 332.
Saudaraku seiman…
Mari kita baca syair-syair berikut tentang menjaga lisan:  
قال الشاعر:
احفَظْ لِسانَكَ أَيُّهَا الإِنْسانُ لا يَلْدَغَنَّكَ إِنَّهُ ثُعْبانُ
كَمْ في المقابِرِ مِنْ قَتيلِ لِسانِهِ كانَتْ تَهابُ لِقَاءَهُ الشُّجعانُ
Berkata seorang penyair:
“Jagalah lisanmu wahai manusia*** jangan pernah sekali-kali ia menggigitmu, sesungguhnya ia adalah ular berbisa”
“Berapa banyak di dalam kubur, akibat terbunuh dengan lisannya *** dulu ular berbisa takut bertemu dengannya”
وقد أحسن الإمام الشافعي، رحمه الله، حين قال:
إذا شئتَ أن تحيا سليماً من الأذى*** وحظُكَ موفورُ وعِرْضُكَ صَيِّنُ
لسَانَكَ لا تَذْكُرْ به عورةَ امرئٍ ***فكلُّكَ عوراتٌ وللناسِ ألْسُنُ

Sangat indah ketika Imam Asy Syafi’ie rahimahullah berkata:
“Jika kamu ingin hidup dengan selamat dari gangguan *** dan pahala terkumpul serta harga dirimi terjaga”
“Maka janganlah lisanmu menyebutkan aib/aurat seseorang *** karena setiap dari kamu adalah aib/auratmu sedangkan seluruh manusia mempunyai lisan”
وقال الآخر:
يَمُوتُ الْفَتَى مِنْ عَثْرَةٍ بِلِسَانِهِ *** وَلَيْسَ يَمُوتُ الْمَرْءُ مِنْ عَثْرَةِ الرِّجْلِ
فَعَثْرَتُهُ مِنْ فِيهِ تَرْمِي بِرَأْسِهِ*** وَعَثْرَتُهُ بِالرِّجْلِ تَبْرَى عَلَى مَهْلِ
 Seorang Penyair berkata:
“Seorang pemuda mati karena tergelincirnya lisannya *** dan seorang manusia tidak mati karena tergelincirnya kakinya”
“Karena tergelincirnya akibat lisannya, akan menghilangkan harga dirinya *** sedangkan tergelincirnya kaki akan sembuh setelah beberapa waktu”.
Saudaraku seiman…

Sering sekali lisan ini tidak terjaga, bahkan kadang lebih bisa menjaga mata, telinga serta kemaluan, kadang lebih bisa memaksa tangan dan kakai serta anggota tubuh yang lainnya untuk selalu berusaha taat kepada Allah Ta’ala, tetapi terasa sangat sulit untuk menjaga anggota tubuh yang tidak bertulang ini, lisan sering sekali mengghibah, mengadu domba, berdusta, berkata keji dan kotor serta kasar, mencela, menghardik, menghina dan lainnya dari penyakit lisan.

Maka insyaallah, di bawah ini akan disebutkan secara serial tips menjaga lisan, semoga bermanfaat.
  1. Memperbanyak dzikir kepada Allah Azza Wa Jalla.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ أَنَّ أَعْرَابِيًّا قَالَ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِنَّ شَرَائِعَ الإِسْلاَمِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَىَّ فَأَنْبِئْنِى مِنْهَا بِشَىْءٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ. قَالَ « لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ».
Artinya: “Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu berkata: “Bahwa seorang A’rabi berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Sesungguhnya syariat-syariat islam telah banyak, beritahukanlah kepadaku darinya dengan sesuatu yang aku berpegang teguh dengannya.” Beliau bersabda: “Masih saja lisanmu basah karena dzikir kepada Allah Azza wa Jalla.” HR. Ibnu Majah.
Ibnu Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah berkata:
أنه سبب اشتغال اللسان عن الغيبة والنميمة والكذب والفحش والباطل فإن العبد لا بد له من أن يتكلم فإن لم يتكلم بذكر الله تعالى وذكر أوامره تكلم بهذه المحرمات أو بعضها ولا سبيل الى السلامة منها البتة إلا بذكر الله تعالى والمشاهدة والتجربة شاهدان بذلك فمن عود لسانه ذكر الله صان لسانه عن الباطل واللغو ومن يبس لسانه عن ذكر الله تعالى ترطب بكل باطل ولغو وفحش ولا حول ولا قوة إلا بالله
“Bahwa dzikir kepada Allah adalah penyebab sibuknya (/jauhnya) lisan dari ghibah, adu domba, perkataan dusta, perkataan keji dan batil, karena sesungguhnya seorang hamba harus berbicaranya, maka jika ia tidak berbicara dengan dzikir kepada Allah dan mengingat perintah-perintah-Nya niscaya ia berbicara dengan hal-hal yang haram ini aatua sebagian darinya. Dan tidak ada sama sekali jalan kepada keselamatannya kecuali dengan berdzikir kepada Allah Ta’ala. Dan apa yang terlihat dengan mata dan percobaaan keduanya menjadi saksi akan hal itu. Maka, barangsiapa yang telah membiasakan lisannya berdzikir kepada Allah, niscaya lisannya akan terjaga dari (perkataan) batil dan sia-sia. Dan barangsiapa yang lisannya kering dari dzikir kepada Allah Ta’ala, niscaya (lisannya) akan basah dengan setiap (perkataan) batil, sia-sia dan keji. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah.”


Diantara hal yang dapat menjaga lisan dari penyakit-penyakitnya adalah;
2. Membiasakan diam kecuali untuk perkataan yang mengandung kebaikan dan manfaat
Mari kita lihat dalil dari hadits-hadits dan penjelasan ulama tentang hal tersebut:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ » .
Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia mengatakan yang baik atau hendaklah ia diam.” HR. Bukhari.
Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata:
وفي هذا الحديث آداب وسنن منها التأكيد في لزوم الصمت وقول الخير أفضل من الصمت لأن قول الخير غنيمة والسكوت سلامة والغنيمة أفضل من السلامة وكذلك قالوا قل خيرا تغنم واسكت عن شر تسلم. قال عمار الكلبي: وقل الخير وإلا فاصمتن ... فإنه من لزم الصمت سلم
“Di dalam hadits ini terdapat adab-adab dan sunan-sunan darinya adalah penekanan dalam keharusan berdiam dan perkataan baik lebih utama daripada diam, karena perkataan baik adalah harta rampasan dan diam adalah keselamatan, dan harta rampasan lebih utama daripaa keselamatan, dan demikian pula mereka mengatakan: “Katakanlah kebaikan maka kamu akan mendapatkan harta banyak dan diamlah dari keburukan maka kamu akan selamat, berkata ‘Ammar Al Kalbi:
“Dan katakanlah yang baik, kalau tidak, maka diamlah *** karena sesungguhnya barangsiapa yang selalu diam maka ia akan selamat.” Lihat kitab At tamhid lima Fi Al Muwaththa’ min Al ma’ani wa Al Sanid, 21/35.
An Nawawi rahimahullah berkata:
وأما قوله صلى الله عليه و سلم فليقل خيرا أو ليصمت فمعناه أنه اذا أراد أن يتكلم فإن كان ما يتكلم به خيرا محققا يثاب عليه واجبا اومندوبا فليتكلم وان لم يظهر له أنه خير يثاب عليه فليمسك عن الكلام سواء ظهر له أنه حرام أو مكروه أو مباح مستوي الطرفين فعلى هذا يكون الكلام المباح مأمورا بتركه مندوبا إلى الإمساك عنه مخافة من انجراره إلى المحرم أو المكروه وهذا يقع في العادة كثيرا أو غالبا
“Adapun sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Maka hendaklah ia berkata yang baik atau hendaklah ia diam”, maka maknanya adalah jika ia ingin berbicara, maka, jika apa yang ia bicarakan itu adalah sebuah kebaikan yang diharapkan, diberikan pahala atasnya, baik berupa yang perkataan yang wajib atau dianjurkan, maka hendaklah ia berkata-kata, dan jika tidak terlihat untuknya, bahwa perkataan tersebut adalah sebuah kebaikan yang diberikan pahala atasnya, maka hendaklah ia menahan dari perkataan, baik terlihat untuknya bahwa ia adalah perkataan yang haram atau makruh atau mubah, sama sisi keduanya, oleh karena itu, perkataan yang baik diperintahkan untuk meninggalkannya, dianjurkan untuk menahannya, karena ditakutkan akan menariknya kepada sesuatu yang haram atau yang makruh, dan hal ini sering terjadi dalam kebiasaan.” Lihat kitab Syarah An Nawawi ‘ala Shahih Muslim, 2/19.  
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ صَمَتَ نَجَا ».
Artinya: “Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang diam niscya ia selamat.” HR. Tirmidzi.
Al ‘Aini rahimahullah berkata:
قال رسول الله من صمت أي سكت عن الشر نجا أي فاز وظفر بكل خير أو نجا من آفات الدارين
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda barangsiapa yang diam yaitu diam dari keburukan niscaya ia selamat atau menang dan bahagia mendapatkan setiap kebaikan atau selamat dari keburukan-keburukan dunia dan akhirat.” Lihat kitab Mirqat Al Mafatih Syarah Misykat Al Mashabih, 14/110.
Al Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqalani rahimahullah berkata:
فالمعنى من أدى الحق الذي على لسانه من النطق بما يجب عليه أو الصمت عما لا يعنيه وأدى الحق الذي على فرجه من وضعه في الحلال وكفه عن الحرام
“Maka makna (hadits tersebut) adalah barangsiapa yang menunaikan kewajiban atas lisannya yang berupa berbicara dengan apa yang wajib ia bicarakan atau berdiam dari apa yang tidak bermanfaat untuknya. Dan menunaikan yang meruapakn ha katas kemaluannya yaitu berupa meletakkannya di dalam yang halal dan menahannya dari yang haram.” Lihat kitab Fath Al Bari, 11/309.
Beliau juga berkata:
أن النطق باللسان أصل في حصول كل مطلوب فإذا لم ينطق به الا في خير سلم وقال بن بطال دل الحديث على أن أعظم البلاء على المرء في الدنيا لسانه وفرجه فمن وقي شرهما وقى أعظم الشر
“Sesungguhnya berbicara dengan lisan adalah pokok dalam menggapai setiap keiinginan, maka jika ia tidak berbicara dengannya kecuali kebaikan, niscaya ia akan selamat, berkata Ibnu Baththal: “Hadits tersebut menunjukkan bahwa ujian yang paling berat bagi seorang manusia di dunia adalah lisannya dan kemaluannya, maka barangsiapa yang menjaga keburukan keduanya, niscaya akan terjaga dari keburukan yang paling besar.” Lihat kitab Fath Al Bari, 11/310.
Saudaraku seiman…
Berdiam dari perkataan yang buruk itu adalah sebuah kebaikan dan keutamaan, mari perhatikan perkataan ulama salaf berikut:
علي رضي الله عنه: بكثرة الصمت تكون الهيبة.
“Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: “Dengan banyaknya diam, disitulah terdapat harga diri/wibawa.” lihat kitab Rabi’ Al Abrar, 1/124.
عن أبي حبيب القاضي أن أبا الدرداء كان يقول : " تعلموا الصمت كما تتعلمون الكلام فإن  الصمت حكم عظيم وكن إلى أن تسمع أحرص منك إلى أن تتكلم ولا تتكلم في شيء لا يعنيك ولا تكن مضحاكا من غير عجب ولا مشاء إلى غير أرب يعني إلى غير حاجة " .
“Abu Habib Al Qadhi meriwayatkan bahwa Abu Darda sering mengatakan: “Belajarlah dia sebagaimana kalian belajar berbicara, karena sesungguhnya diam adalah hukum yang agung. Jadilah seorang yang lebih suka mendengar daripada lebih suka berbicara, dan janganlah berbicara tentang sesuatu yang tidak bermanfaat untukmu, dan janganlah menjadi seorang yang menjadi tertawaan tanpa selain rasa takjub, dan janganlah berjalan ke tempat yang tidak ada keperluan.” Lihat kitab Makarim Al Akhlak dan Ma’aliha, karya Al Kharaithi, 1/2.
وقال علي بن أبي طالب كرم الله تعالى وجهه أفضل العبادة الصمت وانتظار الفرج
“Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: “ibadah yang paling utama adalah diam dan menunggu jalan keluar.” Lihat Kitab Al Bayan wa At Tabyiin, hal: 157.
Saudaraku seiman..
TETAPI TIMBUL PERTANYAAN DAN PERBEDEAAN DIANTARA PARA ULAMA, MANA YANG LEBIH UTAMA; BERDIAMKAH ATAU BERBICARAKAH?
وقال الحسن إملاء الخير خير من الصمت فالصمت خير من املاء الشر
“Al Hasan (Al Bashri) rahimahullah berkata: “Mengajarkan  kebaikan lebih baik daripada diam, dan diam lebih baik daripada mengajarkan keburukan.” Lihat kitab Al Bayan wa At Tabyiin, hal. 271.
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata:
فليس الكلامُ مأموراً به على الإطلاق ، ولا السُّكوتُ كذلك ، بل لابدَّ منَ الكلامِ بالخير ، والسكوت عنِ الشرِّ ، وكان السَّلفُ كثيراً يمدحُون الصَّمتَ عن الشَّرِّ ، وعمَّا لا يعني ؛ لِشِدَّته على النفس ، ولذلك يقع فيه النَّاسُ كثيراً ، فكانوا يُعالجون أنفسهم ، ويُجاهدونها على السكوت عما لا يعنيهم .
“Maka bukanlah perkataan yang diperintahkan secara mutlak, tidak juga diam, akan tetapi harus berbicara dengan kebaikan dan diam dari keburukan, dan kebanyakan para ulama salaf kebanyakan memuji diam dari keburukan, dan sesuatu yang tidak bermanfaat, karena beratnya untuk diri, oleh sebab itu kebanyakan manusia terperosok di dalamnya, maka mereka (para ulama salaf) mengobati diri mereka dan bersungguh-sungguh diam dari sesuatu yang tidak bermanfaat untuk mereka.” Lihat kitab Jami’ Al ‘Ulum Wa Al Hikam, 17/13.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:
فَالتَّكَلُّمُ بِالْخَيْرِ خَيْرٌ مِنْ السُّكُوتِ عَنْهُ ،وَالصَّمْتُ عَنِ الشَّرِّ خَيْرٌ مِنَ التَّكَلُّمِ بِهِ ،فَأَمَّا الصَّمْتُ الدَّائِمُ فَبِدْعَةٌ مَنْهِيٌّ عَنْهَا، وَكَذَلِكَ الِامْتِنَاعُ عَنْ أَكْلِ الْخُبْزِ وَاللَّحْمِ وَشُرْبِ الْمَاءِ فَذَلِكَ مِنْ الْبِدَعِ الْمَذْمُومَةِ أَيْضًا ، كَمَا ثَبَتَ فِي صَحِيحِ الْبُخَارِيِّ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ :بَيْنَا النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - يَخْطُبُ إِذَا هُوَ بِرَجُلٍ قَائِمٍ فَسَأَلَ عَنْهُ فَقَالُوا : أَبُو إِسْرَائِيلَ نَذَرَ أَنْ يَقُومَ وَلاَ يَقْعُدَ وَلاَ يَسْتَظِلَّ وَلاَ يَتَكَلَّمَ وَيَصُومَ . فَقَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - :« مُرْهُ فَلْيَتَكَلَّمْ وَلْيَسْتَظِلَّ وَلْيَقْعُدْ وَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ »
“Berbicara dengan kebaikan adalah sebuah kebaikan daripada diam darinya, dan diam dari keburukan adalah sebuah kebaikan daripada berbicara keburukan, adapun diam selalu maka ini adalah perbuatan bid’ah yang terlarang, dan demikianp pula menahan diri dari memakan roti, daging dan minum air, maka ini adalah termasuk dari perbuatan bid’ah yang tercela juga, sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Shahih Bukhari, IBnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata: “Ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berkhothbah berdirilah seseorang dan bertanya kepad beliau: “Abu Israil bernadzar untuk berdiri dan tidak duduk dan tidak bernaung serta tidak berbicara dan berpuasa, (bolehkah?)”, nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Perintahkanlah ia untuk berbicara, bernaung dan menyempurnakan puasanya.” Lihat kitab Al Furqan Baina Awliya Ar rahman dan Awliya Asy Syaithan, hal. 159.
Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata:
أن الكلام بالخير من ذكر الله وتلاوة القرآن وأعمال البر أفضل من الصمت وكذلك القول بالحق كله والإصلاح بين الناس وما كان مثله وإنما الصمت المحمود الصمت عن الباطل.
“Bahwa berkata yang baik seperti berdzikir kepada Allah, membaca Al Quran dan amalan-amalan baik lebih baik daripada berdiam, demikian pula berbicara dengan kebenaran seluruhnya dan mengadakan perdamaian diantara manusia, dan apa saja yang semisal dengannya, dan sesungguhnya diam yang terpuji adalah diam dari perkataan yang batil.” Lihat kitab At Tamhid Lima Fi Al Muwaththa’ Min Al Ma’ani wa Al Asanid, 22/20.
وقال علي بن أبي طالب : لا خير في الصمت عن العلم كما لا خير في الكلام عن الجهل .

“Ali Bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: “Tidak ada kebaikan di dalam diam dari ilmu sebagaiman tidak ad kebaikan di dalam perkataan yang batil.” Lihat Kitab Gharaib Al Furqan wa Gharaib Al Furqan, 1/227.
Salah satu cara menjaga lisan adalah;
3. Mengingat Bahwa Setiap Perkataan Dimintai Pertanggung Jawaban
Mengingat bahwa apapun yang terucap dari lisan kita akan dicatat oleh para malaikat dan kelak dimintai pertanggung jawab oleh Allah Ta’ala. Jadi, jagalah lisan agar mudah mempertanggung jawabkannya di hadapan Allah Ta’ala.

Saudaraku seiman...
Mari perhatikan ayat, hadits dan penjelasan para ulama mengenai hal ini:
1. Allah Ta'ala berfirman:
{وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ (16) إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ (17) مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ (18) } [ق: 16 - 19]
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya.” “(yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.” “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” “Dan datanglah sakaratulmaut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya.” QS. Qaaf: 16-19.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
{ مَا يَلْفِظُ } أي: ابن آدم { مِنْ قَوْلٍ } أي: ما يتكلم بكلمة (8) { إِلا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ } أي: إلا ولها من يراقبها معتد (9) لذلك يكتبها، لا يترك كلمة ولا حركة، كما قال تعالى: { وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ كِرَامًا كَاتِبِينَ يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ } [ الانفطار: 10 -12 ].
“Firman Allah “Apa yang diucapkan” maksudnya adalah oleh anak manusia, “dari perkataan” maksudnya adalah apa yang ia katakan akan sebuah perkataan, “melainkan di sisinya terdapat malaikat yang raqib dan ‘atid, maksudnya adalah melainkan ada yang malaikat yang mengwasinya dan mengintainya menulisnya, tidak meninggalkan sebuah perkataan pun atau gerakanpun, sebagaimana Firman Allah Ta’ala: “Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu).” “Yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu).” “Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” QS. Al Infithar: 10-12.
Beliau rahimahullah juga berkata:
وقال علي بن أبي طلحة، عن ابن عباس: { مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ } قال: يكتب كل ما تكلم به من خير أو شر، حتى إنه ليكتب قوله: "أكلت، شربت، ذهبت، جئت، رأيت"، حتى إذا كان يوم الخميس عرض قوله وعمله، فأقر منه ما كان فيه من خير أو شر، وألقى سائره، وذلك قوله: { يَمْحُو اللَّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ } [ الرعد: 39 ]، وذكر عن الإمام أحمد أنه كان يئن في مرضه، فبلغه عن طاوس أنه قال: يكتب الملك كل شيء حتى الأنين. فلم يئن أحمد حتى مات رحمه الله
“Ali bin Abi Thalhah berkata: “Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhuma menafsirkan: “Apa yang diucapkan dari perkataan melainkan disisi ada (malaikat) yang (tugasnya) raqib dan ‘atid”, beliau berkata: “akan ditulis setiap apa saja yang ia bicarakan baik dari kebaikan atau keburukan, sampai akan dituliskan perkataannya: “Aku telah makan, telah minum, telah pergi, telah datang dan aku telah melihat.”, sampai jika pada hari Kamis diangkat perkataan dan perbuatannya, lalu ia menyetujui darinya apa yang di dalamnya berupa kebaikan dan keburukan, dan membuang seluruhnya (selain itu), dan itulah Firman Allah: “Allah menghapus apa saja yang Dia kehendaki dan menetapkan dan di sisi-Nya Ummul Kitab.” QS. Ar Ra’du: 39. Dan disebutkan bahwa imam Ahmad pernah merintih di dalam sakitnya, dan lalu sampai kepada beliau riwayat dari Thawus bahwa ia berkata: “malaikat akan menulis segala sesuatu sampai rintihan orang sakit”, maka setelah itu Imam Ahmad tidak pernah merintih sampai beliau meninggal.” Lihat kitab Tafsir Al Quran Al Azhim pada surat Qaaf: 16-19.
2. Allah Ta'ala berfirman: 
{وَمَا تَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَا تَتْلُو مِنْهُ مِنْ قُرْآنٍ وَلَا تَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلَّا كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ وَمَا يَعْزُبُ عَنْ رَبِّكَ مِنْ مِثْقَالِ ذَرَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَلَا أَصْغَرَ مِنْ ذَلِكَ وَلَا أَكْبَرَ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ} [يونس: 61]
Artinya: “Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Qur'an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya.  Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biar pun sebesar zarah (atom) di bumi atau pun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Al Lauhmahfuz).” QS. Yunus; 61.
3. Allah Ta'ala berfirman:
 {أَمْ يَحْسَبُونَ أَنَّا لَا نَسْمَعُ سِرَّهُمْ وَنَجْوَاهُمْ بَلَى وَرُسُلُنَا لَدَيْهِمْ يَكْتُبُونَ} [الزخرف: 80]
Artinya: “Apakah mereka mengira, bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka?  Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami selalu mencatat di sisi mereka.” QS. Az Zukhruf: 80.
4. Allah Ta'ala berfirman: 
{ يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ} [النور: 24]
Artinya: "Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan." QS. An Nur: 24.
5. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Mu’adz sambil memegang lisannya:
« كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا ».
“Jagalah ini olehmu”, dan setelah Mu’adz mengatakan:
يَا نَبِىَّ اللَّهِ وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُونَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ
“Wahai Nabi Allah, apakah kita akan diambil (sebagai dosa) dengan apa yang kita ucapkan.” Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “
« ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا مُعَاذُ وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِى النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ ».
“Ibmu kehilanganmu wahai Mu’adz, apakah  manusia diseret di dalam neraka di atas wajah-wajah mereka atau leher-leher mereka kecuali disebabkan sebab-sebab lisan.” HR. Tirmidzi.
والمرادُ بحصائد الألسنة : جزاءُ الكلام المحرَّم وعقوباته ؛ فإنَّ الإنسانَ يزرع بقوله وعمله الحسنات والسَّيِّئات ، ثم يَحصُدُ يومَ القيامة ما زرع ، فمن زرع خيراً من قولٍ أو عملٍ حَصَد الكرامةَ ، ومن زرع شرَّاً مِنْ قولٍ أو عملٍ حصد غداً النَّدامة .
Al Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata: “Dan Maksud dari sebab lisan-lisan adalah: ganjaran perkataan yang haram dan siksa-siksanya, karena sesungguhnya seorang manusia akan menanam perkataan dan perbuatannya, baik berupa kebaikan ataupun keburukan, kemudian ia akan menuai pada hari kiamat dari apa yang telah ia tanam, maka barangsiapa yang menanam kebaikan dari perkataan atau perbuatan maka ia akan menuai kemuliaan dan barangsiapa yang menanam keburukan dari perkataan dan perbuatan niscaya akan menuai penyesalan kelak besok hari kiamat.” Lihat kitab Jami’ Al ‘Ulum Wa Al Hikam.
6. Hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:   
عَنْ أَبِى أَيُّوبَ الأَنْصَارِىِّ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ عِظْنِى وَأَوْجِزْ. فَقَالَ « إِذَا قُمْتَ فِى صَلاَتِكَ فَصَلِّ صَلاَةَ مُوَدِّعٍ وَلاَ تَكَلَّمْ بِكَلاَمٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ غَداً وَاجْمَعِ الإِيَاسَ مِمَّا فِى يَدَىِ النَّاسِ ».
Artinya: “Abu Ayyub Al Anshari radhiyallahu anhu berkata: “Pernah datang seseorang kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan ia berkata: “Nasehatilah aku dan ringkaslah”, lalu beliau bersabda: “Jika kamu berdiri di dalam shalatmu, maka shalatlah dengan shalatnya seorang yang ingin berpisah dan janganlah kamu berbicara dengan perkataan yang kamu minta maaf dari besok harinya, dan berputus asalah dari (berharap kepada) apa yang ada di atangan-tangan manusia.” HR. Ahmad.
Ibnu Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah berkata:
 ((ومن العجب أن الإنسان يهون عليه التحفظ والاحتراز من أكل الحرام والظلم والزنا والسرقة وشرب الخمر ومن النظر المحرم وغير ذلك ويصعب عليه التحفظ من حركة لسانه)
“Dan termasuk sesuatu yang aneh, bahwa seorang manusia ringan atasnya untuk menjaga dan menjauhi dari makan yang haram dan berbuat kelaliman, zina, mencuri minum khamr dan memandang kepada yang haram serta selainnya, akan tetapi sulit baginya menjaga akan gerakan lisannya.” Lihat kitab Al Jawab Al Kafi, 1/111.
Disebutkan di dalam kitab At Tadzkirah:
عَنْ الْقُشَيْرِيِّ يُقَالُ : لَوْ أَنَّ رَجُلًا لَهُ ثَوَابُ سَبْعِينَ نَبِيًّا وَلَهُ خَصْمٌ بِنِصْفِ دَانِقٍ لَمْ يَدْخُلْ الْجَنَّةَ حَتَّى يَرْضَى خَصْمُهُ قِيلَ يُؤْخَذُ بِدَانِقٍ قِسْطُ سَبْعِمِائَةِ صَلَاةٍ مَقْبُولَةٍ ،  وَتُعْطَى لِلْخَصْمِ
Al Qusyairi meriwayatkan bahwa diceritakan jika seorang mempunyai pahala sebanyak tujuh puluh nabi dan ia mempunyai satu musuh dengan setengah daniq, niscaya ia tidak akan masuk seurga sampai musuhnya tadi rela, dan diceriatakan bahwa akan diambil senilai daniq setengah dari tujuhratis shalat yang diterima, lalu diberikan kepada musuh.”
4. Mengingat Keutamaan Menjaga Lisan
Ketika membaca hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ صَمَتَ نَجَا ».
Artinya: “Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang diam niscaya ia selamat.” HR. Tirmidzi.
Terbetik di dalam hati, kenapa begitu luar biasa keutamaan menjaga lisan, apa hubungan menjaga lisan dengan kesuksesan dunia dan akhirat? Sebegitunyakah keutamaan menjaga lisan?, ternyata, setelah membaca hadits dan perkataan para ulama di bawah ini, baru benar-benar paham dan semakin yakin kenapa menjaga lisan benar-benar mendatangkan kebaikan dan keutamaan luar biasa.
Mari kita perhatikan hadits dan perkataan ulama tersebut;
1. Berkata baik berarti bersedekah
عَنْ أَبُي هُرَيْرَةَ قال رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ ».
Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Dan perkataan yang baik adalah sedekah.” HR. Muslim.
2. Tanda orang beriman kepada Allah dan hari Akhir adalah berkata baik atau diam jika tidak mampu berkata baik
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم - « مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِ جَارَهُ ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ » .
Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diam.” HR. Bukhari dan Muslim.
3. Tanda muslim yang paling baik adalah menjaga lisan
عَنْ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ يَقُولُ إِنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَىُّ الْمُسْلِمِينَ خَيْرٌ قَالَ « مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ ».
Artinya: “Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu berkata: “Sesungguguhnya pernah seorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Muslim manakah yang paling baik?”, beliau bersabda: “Barangsiapa yang kaum muslim selamat dari lisan dan tangannya.” HR. Muslim.
4. Dijamin surga bagi siapa yang menjaga lisan
 عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « مَنْ يَضْمَنْ لِى مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ » .
Artinya: “Sahal bin Sa’ad meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang menjamin untukku (menjaga) antara dua jenggotnya dan antara dua kakinya, niscaya aku jamin untuknya surga.” HR. Bukhari.
5. Satu kalimat yang baik akan mengangkat derajat di sisi Allah Ta’ala
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً ، يَرْفَعُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ » .
Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba benar-benar berkata dengan sebuah keridhaan Allah yang ia tidak terlalu perhatikan, maka Allah akan mengangkat dengannya beberapa derajat.” HR. Bukhari.
6. Menjaga lisan akan mendatangkan keselamatan
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا النَّجَاةُ قَالَ « أَمْسِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ وَلْيَسَعْكَ بَيْتُكَ وَابْكِ عَلَى خَطِيئَتِكَ ».
Artinya: “Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku pernah berkata: “Wahai Rasulullah, pada apakah keselamatan?”, beliau bersabda: “Jagalah lisanmu, diamlah di rumahmu dan tangisilah kesalahanmu.” HR. Tirmidzi.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- « مَنْ صَمَتَ نَجَا ».
Artinya: “Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang diam niscaya ia selamat.” HR. Tirmidzi.
7. Kelurusan seluruh anggota tubuh sesuai kelurusan dalam menjaga lisan
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ رَفَعَهُ قَالَ « إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ فَإِنَّ الأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسَانَ فَتَقُولُ اتَّقِ اللَّهَ فِينَا فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ فَإِنِ اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا وَإِنِ اعْوَجَجْتَ اعْوَجَجْنَا ».
Artinya: “Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan secara marfu’ berkata: “Jika ana manusia masujk waktu pagi, maka seluruh anggota mengadu kepada lisan, mereka berkata: “Takwalah kepada Allah dalam perihal kami, karena sesungguhnya kami bersamamu, maka jika kamu lurus niscaya kami lurus dan jika kamu bengkok kami akan bengkok.” HR. Tirmidzi.
8. Dengan menjaga lisan dan berkata baik keuntungan besar menanti
عن خالد بن أبي عمران، أن النبي - صلى الله عليه وسلم - : أمسك لسانه طويلا ثم قال: "رحم الله عبداً قال خيراً فغنم، أو سكت عن سوء فسلم"
Artinya: “Khlaid bin Abi ‘Imran meriwayatkan bahw Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “beliau memegang lisannya dalam waktu yang lama, kemudian beliau bersabda: “Semoga Allah merahmati seorang hamba, yang telah berkata benar maka ia akan mendapatkan keberuntungan yang besar atau diam dari keburukan maka ia akan selamat.” HR. Ibnu Al Mubarak di dalam kitab Az Zuhd.
عن اسماعيل بن مسلم قال: قال ابن عباس - رضي الله عنه - : "يا لسان قل خيراً تغنم، أو اسكت عن شر تسلم"
 “Ismail bin Muslim berkata: “Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata: “Wahai Lisan, berkatalah benar maka ia akan mendapatkan keberuntungan yang besar atau diam dari keburukan maka ia akan selamat.”  HR. Ibnu Al Mubarak, no. 370, Ahmad, hal. 189 dan Abu Nu’aim, 1/327-328.
9. Menjaga lisan adalah amalan yang memasukkan ke dalam surga
عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ , قَالَ: جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - , فقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ! عَلِّمْنِي عَمَلًا يُدْخِلُنِي الجنة؟ قال: ((لئن كنت أقصرت الخطبة؛ لقد أعرضت المسئلة: أعتق النَّسَمَةَ , وفُكَّ الرقبة)) , قال: أليستا واحدة؟! قَالَ: ((لَا؛ عِتْقُ النَّسَمَةِ: أَنْ تَفَرَّدَ بِعِتْقِهَا , وفكُّ الرَّقَبَةِ: أَنْ تُعْطِي فِي ثَمَنِهَا. وَالْمِنْحَةُ الوَكوفُ , وَالْفَيْءُ عَلَى ذِي الرَّحِمِ الْقَاطِعِ , فَإِنْ لم تطقْ ذلك فأطعم الجائع واسقِ الظمآن وأمُر بِالْمَعْرُوفِ وانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ فَإِنْ لَمْ تُطقْ ذلك فَكُفَّ لسانَكَ إلا من خير))
Artinya: “Al Bara bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu berkata: “Pernah datang seorang A’rabi (arab dari kampung) menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ia berkata: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ajarkanlah  sebuah amalan yang memasukkanku ke dalam surga?”, beliau bersabda: “Jika lamu telah memedekkan khothbah maka kamu telah mendatangkan masalah, merdekakan budak dan bukakan perbudakan”, orang tersebut menajwab: “bukankah keduanya sama?!”, beliau bersabda: “Tidak, merdekakan budak adalah kamu sendiri memerdekakannya, dan bukan perbudakan adalah kamu memberikan harga untuk memerdekakannya,” lalu beliau bersabda: “jika kamu tidak sanggup akan hal tersebut, maka berilah makan seorang yang lapar dan berilah minum seorang yang haus, perintahkanlah kepada yang ma’ruf dan cergahlah yang mugkr, jika tidak sanggup akan hal tersebut, maka jagalah lisanmu kecuali dari kebaikan.” HR. Ibnu Hibban.
10. Tanda seorang yang berakal dalah menjaga lisan
عن وهب بن مُنبه قال في حكمة آل داود: حق على العاقل أن يكون عارفاً بزمانه حافظاً للسانه مقبلاً على شانِه.
 “Wah bin Munabbih berkata: “Di dalam hikmah keluarga Daud disebutkan: “Wajib bagi seorang yang berakal, untuk mengetahui zamannya, menjaga lisannya dan menggapai citanya.” Diriiwayatkan oelh Ibnu Abi Ad Dunya di dalam kitab Ash Shamt, no. 31.
11. Diam dan menjaga lisan adalah laksana emas
عن الأوزاعي قال: قال سليمان بن داود عليهما السلام: إن كان الكلام من فضة فالصمت من ذهب.
 “Al ‘Auza’i berkata: “Sulaiman bin Daud ‘alaihimassalam berkata: “Jika berbicara itu adalah perak maka dia itu adalah emas.” Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir di dalam kitab Tarikh, 38.
5. mengingat keburukan akibat tidak menjaga lisan.
Untuk menjaga lisan sampai-sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa:
أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ سَمْعِى وَشَرِّ بَصَرِى وَشَرِّ لِسَانِى وَشَرِّ قَلْبِى وَشَرِّ مَنِيِّى
Artinya: “Aku berlindung denganmu dari keburukan pendengaranku, penghlihatanku, lisanku, hatiku dan keburukan kemaluanku.”
Tenyata setelah ditelusuri ayat Al Quran yang Mulia dan hadits Nabi yang suci, akan didapati bahwa tidak menjaga lisan akan mendatang keburukan-keburukan yang sangat mengerikan di dunia dan akhirat.
Saudaraku seiman..
Mari perhatikan, sebagian keburukan-keburukan yang didapat akibat tidak menjaga lisan;
1. Wail (Siksa berat di dalam Neraka) bagi yang tidak menjaga lisan
 { وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ }
Artinya: “Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.” QS. Al Humazah: 1.
قوله تعالى: " ويل " أي شدة عذاب في الآخرة. وقال ابن عباس: إنه واد في جهنم يسيل فيه صديد أهل النار
Artinya: “Firman Allah Ta’ala: “Wail maksudnya adalah beratnya siksa di akhirat dan Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “sesungguhnya ia adalah lembah di dalam neraka jahannam, mengalir di dalamnya nanah penghuni neraka.” Lihat Tafsir Al Qurthubi, 19/250.
2. Menceburkan ke neraka yang sangat dalam akibat tidak menjaga lisan
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ « إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ فِيهَا ، يَزِلُّ بِهَا فِى النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ الْمَشْرِقِ » .
Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan ucapan yang tidak jelas di dalamnya, niscaya akan menggelincirkannya di dalam neraka lebih jauh antara arah timur.” HR. Bukhari.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً ، يَرْفَعُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى جَهَنَّمَ » .
Artinya: “Abu “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan ucapan (yang mengandung) keridhaan Allah, ia tidak memperdulikannya, maka niscya Allah akan mengangkat derajatnya disebabkannya, dan Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan ucapan (yang mengandung) kemurkaan Allah, yang ia tidak perdulikan, niscaya akan menceburkannya ke dalam neraka Jahannam.” HR. Bukhari.
3. Mendapat murka Allah samapai hari kiamat akibat tidak menjaga lisan
عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْ بِلَالِ بْنِ الْحَارِثِ الْمُزَنِيِّ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ- قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ تَعَالَى مَا يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ, يَكْتُبُ اللَّهُ -عَزَّ وَجَلَّ- لَهُ بِهَا رِضْوَانَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ, وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ تَعَالَى مَا يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ, يَكْتُبُ اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِ بِهَا سَخَطَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ" فَكَانَ عَلْقَمَةُ يَقُولُ: كَمْ مِنْ كَلَامٍ قَدْ مَنَعَنِيهِ حَدِيثُ بِلَالِ بْنِ الْحَارِثِ.
Artinya: “’Alqamah meriwayatkan dari Bilal bin Al Harits Al Muzani radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan ucapan (yang mengandung) keridhaan Allah, ia tidak mengira akan sampai begitu tinggi, niscya Allah Azza wa Jalla menuliskan keridhaannya sampai hari kiamat, Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan ucapan (yang mengandung) kemurkaan Allah, ia tidak mengira akan sampai begitu tinggi, niscya Allah Azza wa Jalla menuliskan keridhaannya sampai hari kiamat.” ‘Alqamah sering berkata: “Berapa banyak perkataan telah melarangku (untuk mengucapkannya) hadits Bilal bin Al Harits.” HR. Ahmad.
4. Sesuatu yang sangat ditakuti oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atas umatnya adalah tidak menjaga lisan
عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الثَّقَفِىِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ حَدِّثْنِى بِأَمْرٍ أَعْتَصِمُ بِهِ. قَالَ « قُلْ رَبِّىَ اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقِمْ ». قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَخْوَفُ مَا تَخَافُ عَلَىَّ فَأَخَذَ بِلِسَانِ نَفْسِهِ ثُمَّ قَالَ « هَذَا ».
Artinya: “Sufyan bin Abdullah Ats Tsaqafi berkata: “Aku pernah bertanya: “Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepada akan sebuah perkara yang aku berpegang teguh kepadanya?”, beliau bersabda: “Katakanlah: “Rabbku adalah Allah”, kemudian istiqamahlah”, aku berkata (lagi): “Wahai Rasulullah, apa yang paling kamu takutkan terhadapku?”, maka beliau memegang lisannya dan beliau bersabda: “Ini”. HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih At Targhib wa At Tarhib, no. 2862.  
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ دَخَلَ عَلَى أَبِى بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَهُوَ يَجْبِذُ لِسَانَهُ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ مَهْ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ. فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: إِنَّ هَذَا أَوْرَدَنِى الْمَوَارِدَ.
Artinya: “Zaid bin Aslam meriwayatkan dari bapaknya bahwa Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah menemui Abu Bakar Ash Shiddiq, dan ketika itu ia menarik-narik lisannya, maka Umar radhiayallahu ‘anhu berkata kepadanya: “Cukup, semoga Allah mengampuni, (kenapa melakukan ini)”, Abu Bakar berkata: “Sesungguhnya (lisan) ini menenggelamkanku ke dalam siksa-siksa.” HR. Muwaththa’ dan Al Baihaqi.
5. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam saja meminta perlindungan dari buruknya tidak menjaga lisan
سَعْدُ بْنُ أَوْسٍ قَالَ حَدَّثَنِى بِلاَلُ بْنُ يَحْيَى أَنَّ شُتَيْرَ بْنَ شَكَلٍ أَخْبَرَهُ عَنْ أَبِيهِ شَكَلِ بْنِ حُمَيْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَتَيْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقُلْتُ يَا نَبِىَّ اللَّهِ عَلِّمْنِى تَعَوُّذًا أَتَعَوَّذُ بِهِ فَأَخَذَ بِيَدِى ثُمَّ قَالَ « قُلْ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ سَمْعِى وَشَرِّ بَصَرِى وَشَرِّ لِسَانِى وَشَرِّ قَلْبِى وَشَرِّ مَنِيِّى ».
Artinya: “Sa’ad bin Aws berkata: “Telah meriwayatkan kepadaku Bilal bin Yahya bahwa Syutair bin Syakl memberitahukan kepadanya bahwa bapaknya Syakl bin Humaid berkata: “Aku pernah mendatangi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, aku berkata: “WahaiNabi Allah, ajari aku doa perlindungan yang aku berlindung diri dengan (membaca)nya”, lalu mengambil kedua tanganku dan bersabda: “Katakanlah:
أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ سَمْعِى وَشَرِّ بَصَرِى وَشَرِّ لِسَانِى وَشَرِّ قَلْبِى وَشَرِّ مَنِيِّى
Artinya: “Aku berlindung denganmu dari keburukan pendengaranku, penghlihatanku, lisanku, hatiku dan keburukan kemaluanku.” HR. An Nasai dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 1292.
6. Yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka adalah tidak menjaga lisan dan kemaluan.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ « تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ ». وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ « الْفَمُ وَالْفَرْجُ ».
Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang apa yang paling banyak memasukkan manusia kedalam surga?”, beliau menjawab: “Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik”, dan beliau (juga) pernah ditanya tentang apa yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka?”, beliau menjawab: “Mulut (lisan) dan kemaluan).” HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Silsilat al Ahadits Ash Shahihah, no. 977.
7. Bukan sifat seorang muslim jika tidak menjaga lisan
عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلاَ اللَّعَّانِ وَلاَ الْفَاحِشِ وَلاَ الْبَذِىءِ ».
Artinya: “’Alqamah meriwayatkan bahwa Abdullah (bin Mas’ud) radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bukanlah seorang mukmin yang sukan mencaci, suka melaknat, suka berkata keji atau kotor.” HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Silsilat al Ahadits Ash Shahihah, no. 320.
8. Lautan akan tercemar akibat tidak menjaga lisan   
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُا قَالَتْ قُلْتُ لِلنَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- حَسْبُكَ مِنْ صَفِيَّةَ كَذَا وَكَذَا قَالَ غَيْرُ مُسَدَّدٍ تَعْنِى قَصِيرَةً. فَقَالَ « لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ ». قَالَتْ وَحَكَيْتُ لَهُ إِنْسَانًا فَقَالَ « مَا أُحِبُّ أَنِّى حَكَيْتُ إِنْسَانًا وَأَنَّ لِى كَذَا وَكَذَا ».
Artinya: “Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Aku pernah bekata kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam: “Cukuplah bagimu Shafiyyah itu (wanita) yang seperti ini dan ini”, maksudnya adalah pendek, lalu beliau bersabda: “Sungguh kamu telah mnegucapkan sebuah ucapan, jikalau dicampur dengan air lautan mak niscaya akan tercemari.” Aisyah berkata: “Dan aku pernah menceritakan seseorang kepada beliau.”, beliau bersabda: “Aku tidak menyukai menceritakan seseorang dan aku memiliki seperti ini, seperti ini.” HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 5140.
9. Kebanyakan kesalahan manusia adalah tidak menjaga lisan
عَنْ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّهُ لَبَّى عَلَى الصفَا، ثُمَّ قَالَ: يَا لِسَانُ قُلْ خَيْرًا تَغْنَمْ أَوِ اصمُتْ تَسْلَمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَنْدَمَ، قَالُوا: يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ هَذَا شَيْءٌ تَقُولُهُ أَوْ سَمِعْتَهُ قَالَ: لَا، بَلْ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ: " إِنَّ أَكْثَرَ خَطَايَا ابْنِ آدَمَ فِي لِسَانِهِ "
Artinya: “Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu pernah mengucapkan talbiyah di atas Shafa, kemudia beliau berkata: “Wahai lisan, katakanlah yang baik maka kamu akan mendapat keuntungan besar atau diamlah, niscaya kamu akan selamat sebelum kamu menyesal”, lalu orang-orang bertanya: “Wahai Abu Abdirrahman (kunyahnya beliau), apakah ini perkataanmu atau kamu pernah mendengar (haditsnya)?”, beliau berkata: “ Tidak (dari perkataanku), tetapi aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya kesalahan yang paling banyak anak manusia dalam perihal lisannya.” HR. Al Baihaqi di dalam kitab Syu’ab Al Iman dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Silsilat al Ahadits Ash Shahihah, no. 534.
10. Munafik sifat dominannya adalah tidak menjaga lisan
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِيمِ اللِّسَانِ
Artinya: “Umar radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas umatku adalah setiap seorang  munafik yang pandai bersilat lidah.” HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Silsilat al Ahadits Ash Shahihah, no. 1013.
Saudaraku seiman…
Tidak heran setelah ini, membaca perkataan al Hafizh Ibnu rajab Al Hambali rahimahullah:
 (( هذا يدلُّ على أنَّ كَفَّ اللسان وضبطَه وحَبسَه هو أصلُ الخير كلِّه، وأنَّ مَن مَلَكَ لسانَه فقد ملَكَ أمرَه وأحكمَه وضبطَه ))
“Hal ini menunjukkan bahwa menjaga lisan, merawat dan menahannya adalah pokok seluruh kebaikan, dan barangsiapa yang menjaga lisannya maka ia telah memiliki perkaranya, menguasai dan menjaganya.” Lihat kitab Jami’ Al ‘Ulum wa Al Hikam, 2/146-147.
ditulis oleh Ahmad Zainuddin
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. BERITA SUNNAH - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger