{قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ ويَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ، وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ}

Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ali ‘Imran:31)

Peran Pemuda

Abu Fathan | 18:21 | 0 comments
Karena tema pembicaraan kali ini berkaitan dengan pemuda, maka kami menyebutkan beberapa hadits yang berkaitan dengan pemuda atau didalamnya ada penyebutan lafazh pemuda, baik dalam kontek pujian kepada para pemuda, ataupun bimbingan kepada mereka agar tidak tertipu dengan masa muda. Diantara hadits berikut ada juga yang menunjukkan peran para pemuda dalam membela dan mempertahankan Islam dari serangan para musuh. Diantara hadits-hadits tersebut adalah:

Hadits Pertama: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَعْجَبُ رَبُّكَ مِنْ شَابٍّ لَيْسَتْ لَهُ صَبْوَةٌ

Rabbmu kagum dengan pemuda yang tidak memiliki shobwah[1] [HR. Ahmad]

Shabwah adalah kecondongan untuk menyimpang dari kebenaran.

Hadits Kedua: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ سَيِّدَا شَبَابِ أَهْلِ الْجنَّة

Hasan dan Husain c adalah tokoh pemuda penduduk surga[2] [HR. At-Tirmidzi]

Hadits Ketiga: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ إِمَامٌ عَادِلٌ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ فِي خَلَاءٍ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسْجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ إِلَى نَفْسِهَا قَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا صَنَعَتْ يَمِينُهُ

Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allâh dibawah naungan ‘Arsynya pada hari tidak ada naungan selain naungan Allâh Azza wa Jalla (yaitu) : imam yang adil; Pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allâh Azza wa Jalla ; Seorang laki-laki yang mengingat Allâh dalam kesunyian (kesendirian) kemudian dia menangis (karena takut kepada adzab Allâh); Seorang laki-laki yang hatinya selalu bergantung dengan masjid-masjid Allâh; Dua orang yang saling mencintai, mereka berkumpul dan berpisah karena Allâh Azza wa Jalla ; Dan seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang permpuan yang memilki kedudukan dan cantik akan tetapi dia menolak dan berkata, ‘Sesungguhnya aku taku kepada Allâh.’ Dan seorang laki-laki yang bersedekah dengan sesuatu yang ia sembunyikan, sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya. [HR. Al-Bukhâri dan Muslim][3]

Hadits Keempat: Dikatakan kepada penghuni surga:

وَإِنَّ لَكُمْ أَنْ تَشِبُّوا فَلَا تَهْرَمُوا أَبَدًا

Sesungguhnya kalian akan terus-menerus muda dan tidak akan pernah menua selamanya[4] [HR. Muslim]

Hadits Kelima:

قَالَ أَبُو بَكْرٍ –وَعِنْدَهُ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ- لِزَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ : إِنَّكَ رَجُلٌ شَابٌّ عَاقِلٌ لاَنَتَّهِمُكَ، وَقَدْ كُنْتَ تَكْتُبُ الْوَحْيَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَتَتَبَّعِ الْقُرْآنَ فَاجْمَعْهُ

Abu Bakr Radhiyallahu anhu mengatakan kepada Zaid bin Tsâbit saat itu Umar bin al-Khatthab Radhiyallahu anhu berada diantara mereka, “Sesungguhnya kamu laki-laki yang masih muda, cerdas dan kami tidak menuduhmu (berbuat dusta), kamu dahulu menulis wahyu untuk Rasûlullâh, maka sekarang telitilah al-Qur’an itu dan kumpulkanlah ia [HR. Al-Bukhâri][5]

Hadits Keenam:

دَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى رَجُلٍ وَهُوَ فِي الْمَوْتِ، فَقَالَ: «كَيْفَ تَجِدُكَ؟» قَالَ: أَرْجُو اللَّهَ وَأَخَافُ ذُنُوبِي، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا يَجْتَمِعَانِ فِي قَلْبِ عَبْدٍ فِي مِثْلِ هَذَا الْمَوْطِنِ إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ الَّذِي يَرْجُو وَأَمَّنَهُ الَّذِي يَخَافُ

Rasulullah mendatangi seorang pemuda yang dalam keadaan sekarat, Rasullah berkata padanya: bagaimana keadaanmu? Saya berharap kepada Allâh Ya Rasulullah, dan aku takut akan dosa-sosaku, kemudian Rasulullah bersabda: tidaklah roja’ ( pengharapan) dan khauf ( rasa takut) berkumpul dalam hati seorang hamba disaat seperti ini, kecuali Allâh akan memberikan kepadanya apa yang dia harapkan, dan akan melindunginya dari segala hal yang dia takutkan-[6] [HR Ibnu Majah]

Hadits Ketujuh:

عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كُنَّا نَغْزُوْ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَابٌ

Dari Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu berkata, “Kami ikut berperang bersama Rasûlullâh padahal saat itu kami masih muda [HR. Ahmad] [7]

Hadits Kedelapan:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ شَبَابٌ مِنَ الْأَنْصَارِ سَبْعِينَ رَجُلًا يُقَالُ لَهُمْ الْقُرَّاءُ يَكُونُونَ فِي الْمَسْجِدِ فَإِذَا أَمْسَوْا انْتَحَوْا نَاحِيَةً مِنَ الْمَدِينَةِ، فَيَتَدَارَسُونَ وَيُصَلُّونَ يَحْسِبُ أَهْلُوهُمْ أَنَّهُمْ فِي الْمَسْجِدِ، وَيَحْسِبُ أَهْلُ الْمَسْجِدِ أَنَّهُمْ في أَهْلِيهِمْ، حَتَّى إِذَا كَانُوا فِي وَجْهِ الصُّبْحِ اسْتَعْذَبُوا مِنَ الْمَاءِ، وَاحْتَطَبُوا مِنَ الْحَطَبِ، فَجَاءُوا بِهِ فَأَسْنَدُوهُ إِلَى حُجْرَةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَبَعَثَهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَمِيعًا، فَأُصِيبُوا يَوْمَ بِئْرِ مَعُونَةَ، فَدَعَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى قَتَلَتِهِمْ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا فِي صَلَاةِ الْغَدَاةِ

Dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu nanhu , beliau mengatakan bahwa ada 70 pemuda dari kalangan Anshâr yang digelari al-Qurrâ’ (para pembaca al-Qur’ân). Mereka biasa tinggal di masjid Nabawi. Tatkala petang menjelang mereka keluar kepinggiran kota Madinah, lalu mereka belajar bersama dan mendirikan shalat. Keluarga mereka menyangka mereka sedang berada di masjid, sementara orang-orang di masjid menyangka mereka pulang menemui keluarga mereka. Ketika mendekati waktu Shubuh mereka mencari air lalu mencari kayu bakar yang mereka bawa dan sandarkan di dinding kamar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam [HR. Ahmad] [8]

Dengan hasil penjualan kayu-kayu tersebut, mereka membelikan makanan buat para penghuni shuffah. Penghuni shuffah adalah orang-orang fakir yang hijrah ke Madinah sedangkan mereka tidak memiliki keluarga ataupun kerabat di Madinah, hingga mereka tinggal di shuffah di dekat masjid Nabawi.

Hadits Kesembilan:

‘Alqamah rahimahullah , salah seorang Shahabat Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu bercerita, “Aku berjalan bersama Abdullah bin Mas’ûd, kemudaian dia bertemu dengan Utsmân bin Affân Radhiyallahu anhu yang mengajak dia berbicara. Utsman Radhiyallahu anhu berkata pada Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu , ‘Wahai Abu Abdirrahman! Maukah engkau kami nikahkan dengan seorang pemudi? Semoga dia bisa membangkitkan lagi memori-memori lamamu?’ Abdullâh bin Mas’ud Radhiyallahu anhu pun menanggapinya, ‘Jika engkau mengatakan seperti itu, maka sesungguhnya Rasûlullâh pernah mengatakan kepada kami:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ , وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ , فَلْيَصُمْ , فَإِنَّ الصَّوْمَ لَهُ وِجَاءٌ

Wahai para pemuda! Barangsiapa sudah mampu untuk menikah, maka hendaklah dia menikah! Karena menikah lebih menjaga pandangan dan lebih membentengi kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu maka hendaklah dia berpuasa, sesungguhnya puasa itu adalah tameng bagi pelakunya [HR. Al-Bukhâri dan Muslim][9]

Hadits Kesepuluh : Dalam hadist Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam tentang dajjal diceritakan :

يَدْعُو رَجُلاً مُمْتَلِئاً شَبَاباً فَيَضْرِبُهُ بِالسَّيْفِ، فَيَقْطَعُهُ جِزْلَتَيْنِ رَمْيَةَ الغَرَضِ، ثُمَّ يَدْعُوهُ ، فَيُقْبِلُ ، وَيَتَهَلَّلُ وَجْهُهُ يَضْحَكُ

Dajjal memanggil seorang laki-laki muda belia, kemudian dajjal menebas lehernya dengan pedang dan membelahnya menjadi dua, kemudian dajjal memanggilnya kembali, ia pun datang memanggut-manggutkan wajahnya seraya tertawa [HR. Muslim][10]

Hadits Kesebelas: Dari Mâlik bin al-Huairist Radhiyallahu anhu , dia berkata:

أَتَيْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ لَيْلَةً وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفِيقًا فَلَمَّا ظَنَّ أَنَّا قَدْ اشْتَقْنَا أَهْلَنَا سَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا بَعْدَنَا فَأَخْبَرْنَاهُ فَقَالَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَأَقِيمُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ وَذَكَرَ أَشْيَاءَ أَحْفَظُهَا أَوْ لَا أَحْفَظُهَا وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ

Kami mendatangi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kami adalah para pemuda yang hampir sebaya. Kami tinggal bersama Rasûlullâh selama 20 hari. Sungguh, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang penyayang. Ketika Beliau Shallallahu’alaihi wa sallam melihat kami rindu kepada keluarga kami, Beliau Shallallahu’alaihi wa sallam menanyakan kepada kami tentang keluarga yang kami tinggalkan, lalu kami mengabarkan kepada Beliau Shallallahu’alaihi wa sallam tentang keluarga yang kami tinggal. Kemudian Beliau Shallallahu’alaihi wa sallam bersada, ‘Kembalilah kalian kepada keluarga kalian! dan tinggallah bersama mereka! Ajarilah mereka dan perintahkanlah mereka! dan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan banyak hal, ada yang bisa saya hafal dan ada pula yang tidak bisa hafal. (Beliau Shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda:) Dan shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat! Dan apabila waktu shalat telah tiba, maka salah seorang diantara kalian hendaknya mengumandangkan adzan, dan yang mengimami kalian adalah orang yang paling tua diantara kalian [HR. Al-Bukhâri][11]

Demikianlah beberapa hadits yang disebutkan lafazh syabâb didalamnya. Semoga bermanfaat.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XVIII/1436H/2015M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079 ]
_______
Footnote
[1] Dikeluarkan oleh Imam Ahmad (4/151), dan at-Thabrani dalam kitab al-Kabîr (17/903, no: 853), dan Abu Ya’la (3/288). Al-Haitsami mengatakan dalam kitab Majma’ Zawâid (10/273), “Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Ya’la, dan Thabrani, sanadnya hasan.”

[2] Dikeluarkan oleh at-Tirmidzi, kitab al-Manâkib, Bab Manâkib al-Hasan dan al-Husain Radhiyallahu anhuma , no. 3768

[3] Dikeluarkan oleh Imam al-Bukhâri, dalam Kitab al-Adzân, no. 660, dan Muslim, kitab Zakât, no. 1031

[4] Dikeluarkan oleh Imam Muslim, Kitab al-Jannah wa shifat Na’îmihâ, no. 2837

[5] HR. Imam al-Bukhâri, no. 4679

[6] Dikeluarkan oleh Ibnu Mâjah, Kitab az-Zuhdi, no. 4261, dan Tirmizi, Kitab al-Janâiz, no. 983

[7] Imam Ahmad ( 1/390, 432)

[8] Imam Ahmad (3/235)

[9] Dikeluarkan oleh Imam al-Bukhâri, Kitab an-Nikâh, no. 5065, 5066, dan Muslim, kitab an-Nikâh,no.1400

[10] Dikeluarkan oleh Imam Muslim, no. 2137

[11] Dikeluarkan oleh Imam al-Bukhâri, no. 631, dan Imam Muslim, no. 274

Hikmah Pembagian Rezeki Yang Tidak Sama

Abu Fathan | 19:06 | 0 comments
Hendaklah kita tanamkan dan kita yakinkan diri kita bahwa Allâh Azza wa Jalla memiliki hikmah yang sangat agung dalam menciptakan segala sesuatu, menetapkan takdir buat semua makhluk-Nya, memberikan kemudahan rezeki kepada sebagian orang serta menyusahkan sebagian yang lain. Allâh Azza wa Jalla juga memiliki hikmah yang tinggi dalam hukum dan syari’at-Nya. Kita harus meyakini bahwa seluruh hukum dan syari’at-Nya adil, mengandung rahmat dan hikmah serta pasti mendatangkan mashlahat buat hamba-Nya di dunia dan akherat jika mereka melaksanakannya.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allâh bagi orang-orang yang yakin? [Al-Mâidah/5:50]

Dalam ayat ini, Allâh Azza wa Jalla mengingkari semua orang yang meninggalkan hokum Allâh Azza wa Jalla yang telah ditetapkan yang berisi semua kebaikan, keadilan dan mencegah atau menghalangi dari semua keburukan. Karena tidak ada seorang pun yang lebik baik hukumnya bila dibandingkan dengan hukum-hukum yang telah disyari’at Allâh Azza wa Jalla yang Maha Mengetahui segala segala sesuatu, Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu dan Yang Maha Adil dalam semua hokum-Nya. Termasuk dalam masalah pembagian rezeki yang berbeda kadarnya pada masing-masing makhluk-Nya.

Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allâh yang telah memberi rezeki kepada sebagian hamba-Nya dan menahan rezeki dari sebagian yang lainnya. Apabila ada salah seorang diantara kita yang diberi kelonggaran rezeki, maka kewajibannya adalah besyukur kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya terkait rezeki yang Allâh Azza wa Jalla anugerahkan tersebut. Sedangkan, bagi seorang hamba yang disempitkan rezekinya atau rezekinya agak seret, maka dia wajib bersabar atas takdir Allâh tersebut dan terus berusaha serta berhusnuz zhan (positip thinking) kepada Allâh Azza wa Jalla bahwa apa yang Allâh Azza wa Jalla tentukan untuk dirinya adalah yang terbaik karena Allâh maha mengetahui kemaslahatan mereka dan Allâh maha penyayang kepada mereka melebihi sayangnya seorang ibu kepada anak-anaknya.

Allâh Yang Maha Tahu dan Yang Maha Bijaksana telah membagi-bagi rezeki kepada para hamba-Nya. Tentu itu demi suatu hikmah yang sangat indah dan agung.

Diantaranya agar para hamba-Nya mengetahui dan menyadari bahwa Allâh Azza wa Jalla yang mengatur semua perkara dan ditangan-Nya pengaturan langit dan bumi. Allâh Azza wa Jalla memberikan kelonggaran untuk yang ini dan menyeretkan untuk yang itu tanpa ada yang mampu menghalangi qadha dan takdir-Nya:

لَهُ مَقَالِيدُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ ۚ إِنَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Kepunyaan-Nyalah perbendaharaan langit dan bumi. Dia melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan(nya). Sesungguhnya Dia Maha mengetahui segala sesuatu. [Asy-Syûrâ/42:12]

Dengan menyadari ini, si kaya tidak akan merasa sombong, congkak dan tidak akan bakhil, sebaliknya si miskin juga tidak merasa rendah diri. Karena kedudukan di sisi Allâh Azza wa Jalla bukan diukur berdasarkan harta yang melimpah.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allâh ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. [Al-Hujurât/49:13]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

Sesungguhnya Allâh Azza wa Jallatidak melihat kepada bentuk rupawan kalian juga tidak melihat kepada harta benda kalian, akan tetapi Allâh Azza wa Jallamelihat kepada amal perbuatan dan hati kalian

Diantara hikmah yang terkandung dalam pembagian rezeki dengan kadar yang berbeda-beda adalah agar manusia bisa mengambil pelajaran dan mengetahui bahwa kehidupan akhirat juga akan berbeda-beda tingkatnya sebagaimana kehidupan dunia.

Di dunia ini, ada yang tinggal dalam istana megah dan kokoh serta mengendarai kendaraan mewah dengan harta pantastis. Kehidupannya bergelimang harta. Dia dan semua anggota keluarga juga anak-anaknya hidup senang, bahagia dan berkecukupan tak kurang satu apapun.

Ada juga yang kehidupannya menengah, namun ada juga yang tidak memiliki tempat tinggal, tidak mempunyai harta, tidak beristri, bahkan dia hidup sebatang kara. Inilah kehidupan di dunia dengan berbagai tingkatan. Begitu pula kehidupan akhirat, Allâh Azza wa Jalla mengingatkan bahwa perbedaan derajat di akhirat akan lebih agung dan kekal lagi.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

انْظُرْ كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ وَلَلْآخِرَةُ أَكْبَرُ دَرَجَاتٍ وَأَكْبَرُ تَفْضِيلًا

Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain). Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya. [Al-Isrâ’/17:21]

Dalam ayat di atas, dengan sangat tegas, Allâh Azza wa Jalla menyebutkan bahwa kehidupan itu jauh lebih tinggi derajatnya dan lebih besar keutamaannya. Oleh karena itu, seyogyanya, kita berlomba-lomba menggapai derajat tertinggi dan kehidupan yang kekal tersebut. Itu lebih baik dan lebih bagus buahnya.

Diantara hikmah pembagian rezeki yang tidak sama itu adalah agar yang kaya mengetahui nilai nikmat yang Allâh karuniakan kepadanya dan bersyukur kepada-Nya dengan menunaikan apa yang menjadi kewajibannya, baik kewajiban kepada Allâh Azza wa Jalla maupun kewajiban kepada sesama manusia. Dengan demikian dia akan masuk kedalam golongan orang-orang yang bersyukur. Sehingga kekayaan yang dia miliki menjadi kebaikan baginya di dunia dan akhirat.

Diantara hikmahnya adalah agar orang yang fakir menyadari dan mengimani bahwa kefakiran yang Allâh timpakan kepadanya adalah sebentuk ujian untuk dirinya, akankah dia bersabar atau bagaimana? Jika dia bersabar dalam menghadapi ujian itu, maka dia meraih derajat orang-orang yang bersabar dan orang-orang yang bersabar mendapatkan balasan yang sempurna di akhirat.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. [Az-Zumar/39:10]

Disamping itu, dia akan terus memohon kepada Rabbnya agar diberi kemudahan dan kelonggaran dalam perjalanan hidupnya.

Diantara hikmah lainnya adalah agar kemaslahatan bisa terealisasi, baik dalam masalah agama maupun dunia. Seandainya Allâh Azza wa Jalla menganugerahkan rezeki yang melimpah kepada seluruh makhluk-Nya, pasti mereka akan berbuat kerusakan di muka bumi dengan bersikap lancang, kufur dan berbagai kerusakan lainnya.

Seandainya Allâh seret rezeki pada seluruh hamba-Nya pasti interaksi antar sesama akan rusak dan sendi-sendi kehidupan mereka rusak.

Seandainya, semua manusia berada dalam taraf ekonomi yang sama, tentu mereka tidak bisa saling menyuruh untuk memenuhi kebutuhannya, tidak ada yang mau bekerja untuk membuat produk tertentu dan tidak ada yang tertarik untuk memiliki skill tertentu. Karena semua mereka berada pada level yang sama.

Jika seperti ini keadaannya, dimanakah sifat rahmat dan kasih orang kaya kepada orang fakir? Dimana pula kedudukan agung yang bisa diraih dengan cara menginfakkan harta terutama kepada kerabat?

Ini jika semua sama dalam taraf ekonominya.

Inilah beberapa hikmah, mengapa Allâh Azza wa JallaYang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui membagi rezeki diantara para hamba-Nya dengan pembagian yang tidak sama.

Allâh Azza wa Jallamemerintahkan kepada yang kaya untuk bersyukur dan berinfak dan memerintahkan kepada yang fakir untuk bersabar dan memohon kelonggaran kepada Allâh Azza wa JallaYang Maha Pemurah dan Maha Pemberi rezeki.

Singkat kata, sebagai kaum Muslimin, kita wajib ridha Allâh sebagai Rabb kita dan wajib ridha dengan pembagian rezeki yang Allâh Azza wa Jallatetapkan dan wajib ridha dengan takdir-Nya serta wajib ridha Allâh sebagai pemutus semua urusan kita. Kita wajib mengimani bahwa semua itu adalah hikmah dan rahasia yang manfaatnya kembali kepada makhluk.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XVIII/1436H/2015M.]
_______
Footnote
[1] Diangkat dari Khutbah Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dengan sedikit perubahan. Lihat Adh-Dhiyâ’ul Lâmi minal Khuthabil Jawâmi’, 1/169-171

9 Watak Orang Yahudi

Abu Fathan | 11:24 | 0 comments
Perhatikanlah firman Allah Ta’ala berikut. وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. (QS. Al Baqarah: 120)
Perhatikanlah saudaraku. Janganlah engkau terpengaruh dengan kaum sekuler yang keliru dalam memahami ayat ini. Kaum sekuler berpendapat bahwa ayat ini ditujukan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja ketika beliau masih hidup. Yahudi dan Nashrani pada zaman ini berbeda dengan yang dulu. Benarkah demikian? Ini sungguh kekeliruan yang sangat besar yang berasal dari orang yang ingin mengaburkan ajaran Islam. Ketahuilah bahwa ayat ini memang ditujukan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi pembicaraan ini juga mencakup umatnya karena yang menjadi hukum adalah keumuman dan bukan hanya orang yang diajak bicara. Itulah yang dipahami oleh ulama Ahlus Sunnah (semacam Syaikh As Sa’di dalam tafsirnya), berbeda dengan mereka yang sudah diracuni dengan pemikiran orang barat yang kafir. Berdasarkan ayat di atas sangat jelas sekali bahwa Yahudi dan Nashrani tidak akan ridho kepada kita selamanya. Inilah watak orang Yahudi dan Nashrani sampai hari kiamat. Dari watak jelek mereka yang pertama ini, sekarang kita akan melihat watak mereka yang lainnya. Watak Yahudi Kedua: Orang Yahudi selalu menyembunyikan kebenaran Mereka kaum Yahudi sebenarnya tahu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus sebagai penutup para rasul di akhir zaman ini, tetapi mereka selalu menyembunyikan kebenaran ini.
Allah Ta’ala berfirman, الَّذِينَ آَتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ “Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 146)
Al Qurtubhi mengatakan: Diriwayatkan bahwasanya Umar berkata pada Abdullah bin Salam, “Apakah engkau (sebelum masuk Islam) mengenal Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana engkau mengenal anak-anakmu sendiri? Abdullah pun menjawab, “Ya, bahkan lebih dari itu. ” Ibnu Katsir mengatakan bahwa kadang pula maksud ‘seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri’ adalah mereka mengenal sekumpulan anak-anak manusia lalu mereka tidak merasa ragu sedikit pun untuk mengenal anak mereka sendiri jika mereka melihatnya di antara sekumpulan anak tadi.
Walaupun mereka sudah mengenal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sangat yakinnya, namun Allah katakan, “sebahagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran”. Maksudnya adalah mereka menyembunyikan sifat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ada pada kitab mereka pada manusia padahal mereka mengetahuinya. (Lihat Tafsir Al Qur’anil Azhim, pada tafsir surat Al Baqarah ayat 146). Watak Yahudi Ketiga: Tokoh agama Yahudi sangat sulit menerima kebenaran Islam
Dalam shohih Muslim, dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, لَوْ تَابَعَنِى عَشْرَةٌ مِنَ الْيَهُودِ لَمْ يَبْقَ عَلَى ظَهْرِهَا يَهُودِىٌّ إِلاَّ أَسْلَمَ “Seandainya sepuluh (pemuka agama) Yahudi mengikuti agamaku, maka sungguh tidak akan tersisa lagi orang Yahudi di muka bumi ini kecuali dalam keadaan Islam.” (HR. Muslim no. 2793) Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, لَوْ آمَنَ بِى عَشْرَةٌ مِنْ أَحْبَارِ الْيَهُودِ لآمَنَ بِى كُلُّ يَهُودِىٍّ عَلَى وَجْهِ الأَرْضِ “Seandainya sepuluh pemuka agama Yahudi beriman kepadaku, sungguh semua orang Yahudi di muka bumi ini akan turut beriman padaku.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shohih ligoirihi, yaitu shohih dilihat dari jalur lainnya)
Watak Yahudi Keempat: Orang Yahudi menyembah pemuka agamanya sendiri
Perhatikanlah firman Allah Ta’ala berikut ini, اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai Rabb selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; Tidak ada Rabb yang berhak disembah selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS. At Taubah : 31)
Hudzaifah ibnul Yaman, Abdullah bin ‘Abbas dan selainnya mengatakan mengenai tafsir ‘Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai Rabb selain Allah’, maksudnya adalah mereka mengikuti pemuka agama mereka dalam menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Itulah yang disebut dengan menyembah mereka sebagaimana dimaksudkan dalam hadits dari ‘Adi bin Hatim. (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, tafsir surat At Taubah ayat 31) Watak Yahudi Kelima: Orang Yahudi pernah menyihir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dalam shohih Muslim pada Bab Sihir, ‘Aisyah berkata, سَحَرَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَهُودِىٌّ مِنْ يَهُودِ بَنِى زُرَيْقٍ يُقَالُ لَهُ لَبِيدُ بْنُ الأَعْصَمِ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah disihir oleh seorang Yahudi dari Bani Zuraiq yang bernama Lubaid bin Al A’shom.” (HR. Muslim no. 2189)
Watak Yahudi Keenam: Wanita Yahudi pernah meracuni Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan, أَنَّ امْرَأَةً يَهُودِيَّةً أَتَتْ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِشَاةٍ مَسْمُومَةٍ فَأَكَلَ مِنْهَا فَجِىءَ بِهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَسَأَلَهَا عَنْ ذَلِكَ فَقَالَتْ أَرَدْتُ لأَقْتُلَكَ. قَالَ « مَا كَانَ اللَّهُ لِيُسَلِّطَكِ عَلَى ذَاكِ ». قَالَ أَوْ قَالَ « عَلَىَّ ». قَالَ قَالُوا أَلاَ نَقْتُلُهَا قَالَ « لاَ ». قَالَ فَمَا زِلْتُ أَعْرِفُهَا فِى لَهَوَاتِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-. “Sesungguhnya seorang wanita Yahudi pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa daging kambing yang sudah diracuni. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memakan daging tersebut. Lalu wanita tadi dipanggil untuk menghadap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya tentang perbuatan wanita tersebut tadi. Wanita tersebut pun berkata, “Aku ingin membunuhmu.” Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Allah tidaklah memberimu kekuatan untuk maksudmu tadi.” (Periwayat hadits ini ada yang mengatakan), “(Allah tidaklah memberimu kekuatan) untuk mencelakakanku.” Lantas para sahabat berkata, “Apakah sebaiknya dia dibunuh saja?” (HR. Bukhari no. 2617 dan Muslim no. 2190)
Watak Yahudi Ketujuh: Orang Yahudi berusaha memurtadkan kaum muslimin
Allah Ta’ala berfirman, وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ “Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya . Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al Baqarah: 109)
Watak Yahudi Kedelapan: Orang Yahudi berusaha menyesatkan kaum muslimin Allah Ta’ala berfirman, وَدَّتْ طَائِفَةٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يُضِلُّونَكُمْ وَمَا يُضِلُّونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ “Segolongan dari Ahli Kitab ingin menyesatkan kamu, padahal mereka (sebenarnya) tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak menyadarinya.” (QS. Ali Imran: 69) Watak Yahudi Kesembilan: Mendoakan celaka atau mati bila bertemu dengan kaum muslimin
Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمُ الْيَهُودُ فَإِنَّمَا يَقُولُ أَحَدُهُمُ السَّامُ عَلَيْكَ . فَقُلْ وَعَلَيْكَ “Jika seorang Yahudi memberi salam padamu dengan mengatakan ‘Assaamu ‘alaikum’ (semoga kamu mati), maka jawablah ‘wa ‘alaika’ (semoga do’a tadi kembali padamu).” (HR. Bukhari no. 6257)

Yahudi Musuh Agama

Abu Fathan | 11:22 | 0 comments
Musuh-musuh Islam dan orang-orang bodoh yang mengikuti mereka, berusaha menggambarkan bahwa hakikat permusuhan kita melawan Yahudi hanyalah permusuhan memperebutkan wilayah perbatasan, permasalahan pengungsi dan sumber air. Dan permusuhan seperti ini mungkin diselesaikan dengan cara hidup berdamai dan mengganti para pengungsi yang kehilangan tempat tinggal dengan tempat tinggal baru, serta memperbaiki kondisi kehidupan mereka, menempatkan mereka di berbagai wilayah, dan mendirikan pemerintahan sekuler yang hidup dibawah kaki tangan Yahudi ; yang menjadi dinding keamanan bagi negara Yahudi.

Tidaklah mereka semuanya mengetahui, bahwa permusuhan kita dengan Yahudi adalah permusuhan yang terjadi semenjak dahulu kala, semenjak pemerintahan Islam pertama berdiri di Madinah Al-Munawarah dengan pimpinan Rasul (utusan Allah) untuk seluruh manusia yaitu Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan kepada kita tentang hakikat kedengkian Yahudi dan permusuhan mereka terhadap umat Islam, umat Tauhid.

لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِّلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا

“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik ….” [Al-Ma’idah : 82]

Lihatlah bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala mendahulukan Yahudi daripada orang-orang musyrik dalam permusuhan (terhadap umat Islam), padahal millah/kepercayaan orang kafir adalah satu, hanya saja mereka berbeda-beda tingkatan dalam permusuhan mereka terhadap umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ

“Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka …” [Al-Baqarah : 120]

Semenjak awal kali kaum muslimin menghirup udara Islam : Orang-orang Yahudi telah melakukan permusuhan terhadap umat Islam dan Nabi mereka Shallalahu ‘alaihi wa sallam. Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak luput dari gangguan orang-orang Yahudi. Mereka telah berusaha membunuh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiga kali, (Pertama) mereka berusaha menimpakan batu ke kepala Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, (Kedua) mereka meletakkan racun dalam (makanan) yaitu paha kambing, (Ketiga) ketika Labid bin Al-Asham Al-Yahudi –semoga laknat Allah Subhanahu wa Ta’ala ditimpakan kepadanya- menyihir Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Inilah dia Amerika membekali orang-orang Yahudi dengan senjata tercanggih yang menghancurkan ; untuk membunuh anak-anak, wanita, orang tua penduduk Palestina yang beragama Islam, dan mereka menyibukkan dunia dengan pemilihan umum Amerika untuk menutup-nutupi korban-korban pemubunuhan yang dilakukan Yahudi terhadap penduduk Palestina yang muslim.

Inilah dia Inggris, membekali Yahudi dengan senjata penghancur yang menyebabkan korbannya terbunuh mengerikan, senjata yang menghentikan gerakan pemuda Palestina ; maka umat Islam ini adalah sasaran yang dituju oleh Yahudi dan penolong-penolongnya, baik pemudanya, para orang tua, anak-anak, dan para wanita.

Dan inilah penolong-penolong Yahudi, memalingkan umat dari luka-luka yang diderita penduduk Palestina yang muslim, menutupi kejahatan-kejahatan yang dilakuakn Yahudi dengan mengadakan acara-acara pertandingan-pertandingan olah raga, dan pertunjukan-pertunjukan yang menghilangkan kesadaran umat serta menidurkan mereka.

Apakah kaum muslimin tidak mengetahui, bahwa permusuhan kita dengan Yahudi adalah permusuhan aqidah, permusuhan budaya, permusuhan peradaban, permusuhan yang tidak akan dapat dihilangkan begitu saja ?!

Bukankah Yahudi telah membakar Masjidil Aqsa ? Bukankah mereka telah membuat lubang dibawah Masjidil Aqsa, agar Masjid Aqsa runtuh dengan sendirinya? Bukankah mereka telah membunuh kaum muslimin ketika sujud di bulan Ramadhan di Masjid Al-Khalil ?! Bukankah mereka telah membelah perut-perut wanita-wanita yang hamil, dan membunuh anak-anak yang masih menyusui, dan membakar tumbuh-tumbuhan maupun bangunan ?!

Bukankah orang-orang Yahudi berusaha merubah masjid-masjid di Palestina menjadai kafe-kafe minuman keras dan tempat perjudian ?! Bukankah mereka telah menjadikan sebagian masjid-masjid itu sebagai kandang-kandang binatang ternak dan tempat penimbunan sampah?

Lalu tiba-tiba ada yang menyatakan : Sesungguhnya permusuhan kita dengan Yahudi hanyalah permusuhan dalam memperebutkan wilayah perbatasan[1], dan jalan penyelesaiannya adalah : Mendirikan negara Palestina kecil, ibu kotanya di Al-Quds Asy-Syarif, supaya [pemeluk tiga agama (Islam, Kristen dan Yahudi) hidup (bersama) –demikianlah yang mereka kira-. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa agama yang diridhoi di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala hanyalah Islam ?! Atau apakah mereka tidak mengetahui bahwa nabi Ibrahim ‘Alaiahis Salam berlepas diri dari Yahudi dan Nashara disebabkan kesyirikan dan penyembahan berhala yang mereka lakukan?

مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَٰكِن كَانَ حَنِيفًا مُّسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Ibrahim bukan orang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang hanif/lurus lagi muslim/berserah diri (kepada Allah) dan sekal-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik” [Ali-Imran : 67]

Sesungguhnya penyelesaian yang dipahami orang-orang Yahudi adalah Jihad –dengan menegakkan syarat-syarat jihad- untuk menegakkan kalimat Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan orang-orang Yahudi tidak akan pernah menginginkan perdamaian, yang mereka inginkan hanyalah umat Islam menyerah, ruku’ dan menghinakan diri kepada mereka, dan menghapuskan makna Jihad dari kamus kaum muslimin, dan juga yang mereka inginkan hanyalah agar umat Islam menjadi budak Yahudi dan pekerja serta pegawai mereka, yang mana orang Yahudi memukul umat Islam dengan sandal-sandal mereka, dan menggiring umat Islam dengan cemeti mereka kapan saja mereka kehendaki.

Sesungguhnya hakekat permusuhan kita dengan Yahudi tidak akan berakhir dengan didirikannya negara kecil yang membawa syiar Islam, namun tidak menegakkan syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan bagaimana permusuhan ini bisa berakhir ! Sedangkan kaum muslimin membaca dalam shalatnya 17 kali sehari.

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

“(Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni’mat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai (Yahudi) dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat (Nashara)” [Al-Fatihah : 7]

Yang dimaksud “mereka yang dimurkai” dalam ayat diatas adalah Yahudi, sedangkan yang dimaksud “orang-orang yang tersesat” adalah Nashara, sesuai kesepakatan ahli tafsir hingga hari kiamat. Maka peperangan yang menentukan, yang akan memusnahkan orang-orang Yahudi akan terjadi kelak, suatu hal yang tidak bisa dihalangi : Peperangan iman, peperangan dalam rangka (ibadah) karena Allah Subhanahu wa Ta’ala

“Artinya : Tidak akan terjadi hari kiamat hingga kaum muslimin memerangi Yahudi, dan kaum muslimin akan membunuh mereka, hingga orang Yahudi bersembunyi dibelakang batu dan pohon, lalu batu dan pohon berkata : Wahai muslim! Wahai Abdullah ! Ini ada orang Yahudi dibelakangku kemarilah, bunuhlah ia kecuali pohon Ghorqod, sesungguhnya pohon ini adalah pohon orang Yahudi” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

Ini adalah janji yang benar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mana beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berbicara dari hawa nafsu, janji yang akan memastikan akhir permusuhan (umat Islam) melawan Yahudi, tidak sebagaimana gambaran surat-surat kabar yang tersesat dan menyesatkan.

[Majalah Al-Ashalah edisi 30, hal.5-6, Penerjemah Abu Hasan Arif]

[Disalin dari Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah, Edisi 15 Th III Rajab 1426H/Agustus 2005M, Penerbit Ma’had Ali Al-Irsyad Surabaya, Jl Sultan Iskandar Muda 46 Surabaya]
_______
Footnote
[1]. Mahmud Abdul Halim (salah seorang murid generasi pertama Hasan Al-Banna –pendiri gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir) membuat pasal pembahasan dengan judul “Fi Qadhiyyatul Filistin” (Tentang Permasalahan Palestina) dalam kitabnya yang berjudul “Al-Ikhwan Al-Muslimun Ahdats Sona’at At-Tarikh”, ia menceritakan tentang Lajnah Amerika Inggris dalam perkara Palestina, dimana Hasan Al-Banna menghadiri rapat dengan lajnah itu dan menyampaikan ceramahnya.

Hasan Al-Banna berkata :
“Hal yang ingin saya sampaikan adalah hal yang sederhana dari sisi agama, karena hal ini terkadang tidak dimengerti oleh dunia Barat, oleh karena itu saya ingin menjelaskannya secara ringkas : Saya tegaskan, bahwa permusuhan kita terhadap Yahudi bukanlah permusuhan agama, karena Al-Qur’an menganjurkan persaudaraan dan menjalin pershabatan dengan mereka, dan agama Islam adalah syari’at insaniyyah (syari’at manusia) sebelum menjadi syari’ah kaumiyyah (syariat suatu kaum), agama Islam juga memuji mereka, dan menjadikan kesepakatan antara kita dengan mereka.

“Artinya : Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik” [Al-Ma’idah : 46]

Ketika Al-Qur’an memuat masalah Yahudi, Al-Qur’an hanya membicarkan dari sisi ekonomi dan undang-undang, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Maka disebabkan kezaliman orang-oran Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka” [An-Nisa : 160]

Demikian pula DR Yusuf Al-Qardhawi mengatakan :

“Sesungguhnya kami tidak memerangi kalian (Yahudi) lantaran aqidah Yahudi yang kalian anut, dan bukan pula lantaran bangsa kalian adalah bangsa Yahudi” (Majalah Al-Bayan edisi 124, lihat kitab Al-Qardhawi Fil Mizan hal. 218, -pent)

Asy-Syaikh Salim bin Id Al-Hilali –hafidhaullah- memberi komentar terhadap perkataan Al-Banna diatas dengan mengatakan : “Sesungguhnya perkataan Al-Banna menghancurkan dan bukannya membangun ; menghancurkan puluhan ayat Al-Qur’an yang menunjukkan dengan dalil yang pasti bahwa permusuhan terhadap Yahudi adalah permusuhan agama, diantara ayat-ayat itu adalah.

“Artinya : Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu” [An-Nisa : 101]

“Artinya : Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik” [Al-Maidah : 82]

“Artinya : Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka” [Al-Baqarah : 120]

“Artinya : Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang ) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jiyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk” [At-Taubah : 29]

Sesungguhnya Yahudi adalah manusia yang paling memusuhi orang yang beriman, dan mereka adalah makhluk yang paling jahat. (Lihat kitab Al-Jama’at Al-Islamiyyah Di Dhauil Kitab was Sunnah …., karya Asy-Syaikh Salim Al-Hilali, hal. 284-285, -pent)

Permusuhan Yahudi Terhadap Islam

Abu Fathan | 11:16 | 0 comments
Permusuhan Yahudi terhadap Islam sudah diketahui dan sudah ada semenjak dahulu, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai dakwahnya. Bahkan sebelum beliau lahir, kaum Yahudi sudah menampakkan permusuhannya tersebut. mereka merasa khawatir, pengaruh dakwah Islam ini dapat menghancurkan impian dan rencana mereka. [1]

Substansi permusuhan Yahudi terhadap Islam adalah masalah agama, bukan permusuhan yang menyangkut perebutan tanah, wilayah ataupun perbatasan, sebagaimana opini yang berkembang di khalayak. Bukan masalah tersebut, tetapi karena persoalan yang menyangkut aqidah dan Islam.

Musuh-musuh Islam dan para pengekornya terus berupaya membentuk opini, bahwa hakikat pertarungan dengan Yahudi hanya sebatas perebutan wilayah, pengungsi dan persoalan air. Sehingga menurut mereka, persengkataan ini berakhir dengan (diciptakannya) hidup berdampingan secara damai, perbaikan taraf hidup masing-masing, penempatan pemukiman secara terpisah, dan pendirian sebuah negara sekuler kecil yang lemah di bawah tekanan Zionisme. Semua itu, justru menjadi pagar pengaman bagi negara Zionis. Kita semua tidak menyadari, bahwa permusuhan kita dengan Yahudi sudah lama terjadi, semenjak berdirinya negara Islam di Madinah di bawah kepemimpinan utusan Allah bagi alam semesta, yaitu Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam [2]. Permusuhan dan usaha Yahudi merusak Islam akan berlanjut terus. Hal ini sudah terlihat dalam peringatan yang disampaikan pendeta Buhairah terhadap Abu Thalib, ketika paman beliau ini menyertakan Rasulullah waktu masih kecil dalam perjalanan dagang bersamanya.

Pemusuhan Yahudi, telah dijelaskan dalam firman-Nya

“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik” [Al-Maidah : 82]

Melihat demikian panjang sejarah dan banyaknya permusuhan Yahudi terhadap Islam dan Negara Islam, maka dalam tulisan ini, kami ringkas dalam tiga marhalah [3].

Marhalah Pertama : Upaya Dan Cara Yahudi Menghalangi Dakwah Islam Pada Masa Awal Perkembangan Dakwah Islam.

Di antara upaya Yahudi dalam menghalangi dakwah Islam pada masa-masa awal perkembangan Islam adalah.

[1]. Melancarkan Embargo Dalam Bidang Ekonomi
Pada awal perkembangan Islam di Madinah, kaum Muslimin dalam kondisi perekonomian yang sangat lemah. Kaum Muhajirin datang ke Madinah tidak membawa harta. Adapun kaum Anshar yang menolong mereka pun, bukan pemegang perekonomian Madinah. Oleh karena itu, Yahudi menggunakan kesempatan ini untuk menjauhkan kaum Muslimin dari agama yang dipeluknya, dan melakukan embargo ekonomi.

Para pemimpin Yahudi enggan membantu perekonomian kaum Muslimin. Ini terjadi ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Abu Bakar menemui para pemimpin Yahudi untuk meminjam harta guna membantu urusan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika Abu Bakar memasuki Baitul Midras (tempat ibadah kaum Yahudi) didapatinya kaum Yahudi sedang berkumpul dipimpin oleh Fanhaash, seorang pembesar Bani Qainuqa. Dia merupakan salah satu ulama besar, dan mereka didampingi seorang pendeta Yahudi bernama Asy-ya.

Setelah Abu Bakar menyampaikan surat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadanya, maka ia membaca sampai selesai dan kemudian berkata, seraya menghina : “Rabb kalian membutuhkan bantuan kami”.[4]

Perlakuan mereka tidak cukup hanya sampai di sini saja, bahkan mereka juga enggan menunaikan kewajiban yang harus mereka bayar, seperti hutang jual-beli dan amanah kepada kaum Muslimin.

Perlakuan mereka tidak cukup hanya sampai di sini saja, bahkan mereka juga enggan menunaikan kewajiban yang harus mereka bayar, seperti hutang jual-beli dan amanah kepada kaum Muslimin. Mereka berdalih, bahwa hutang, jual-beli dan amanah tersebut, terjadi sebelum Islam. Dan masuknya mereka ke dalam Islam. Ini berarti menghapus itu semua. Oleh karena itu, Allah berfirman.

“Di antara Ahli Kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu ; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu, kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan : “Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi”. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui” [Ali-Imran : 75]

[2]. Menyulut Fitnah Dan Kebencian
Dalam upaya menghalangi dakwah Islam, kaum Yahudi menciptakan fitnah dan kebencian antara sesama kaum Muslimin yang pernah ada di kalangan penduduk Madinah. Yaitu dari Aus dan Khazraj semasa jahiliyah. Sebagian orang yang baru masuk Islam menerima ajakan kaum Yahudi, namun dapat dipadamkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sebagaimana kisah yang dibawakan Ibnu Hisyam dalam Sirah Ibnu Hisyam (2/588), ringkas kisahnya : Seorang Yahudi bernama Syaas bin Qais mengutus seorang pemuda Yahudi untuk duduk dan bermajlis dengan kaum Anshar. Kemudian pemuda Yahudi ini mengingatkan kaum Anshar tentang kejadian perang Bu’ats, hingga terjadi pertengkaran dan mereka keluar membawa senjata masing-masing. Hasutan ini sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam segera berangkat bersama para sahabat Muhajirin untuk menemui mereka dan bersabda.

“Wahai kaum Muslimin, alangkah keterlaluan kalian. Apakah (kalian mengangkat) seruan jahiliyah, padahal aku ada diantara kalian setelah Allah tunjuki kalian kepada Islam dan memuliakan kalian, memutus perkara jahiliyah dan menyelamatkan kalian dari kekufuran dengan Islam, serta menyatukan hati kalian”.

Mendengar seruan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka mereka sadar. Bahwa ini merupakan godaan setan dan tipu daya musuh, sehingga mereka menangis dan saling memaafkan, yaitu antara Aus dan Khazraj. Mereka pun pergi bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan patuh dan taat. Allah menurunkan firman-Nya.

“Katakanlah : “Hai Ahli Kitab, mengapa kamu ingkari ayat-ayat Allah, padahal Allah Maha Menyaksikan pada yang kamu kerjakan”. Katakanlah : “Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi bengkok, padahal kamu menyaksikan”, Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan” [Ali-Imran : 99] -5]

[3] Menyebarkan Keraguan Pada Diri Kaum Muslimin
Orng-orang Yahudi berusaha memasukkan keraguan di hati kaum Muslimin, dengan melontarkan syubhat-syubhat yang dapat menggoyahkan keimanannya terhadap Islam. Dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya.

“Segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya) : “Perlihatkanlah (seolah-olah) kamu beriman kepada apa-apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka orang-orang mu’min) kembali (kepada kekafiran)” [Ali-Imran : 72]

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini dengan pernyataan beliau ; “Ini merupupakan tipu daya yang mereka inginkan, untuk merancukan agama Islam kepada orang-orang yang lemah imannya. Mereka sepakat menampakkan keimanan pada pagi hari (permulaan siang) dan shalat Shubuh bersama kaum Muslimin. Lalu ketika di akhir siang hari (sore hari), mereka murtad dari agama Islam, agar orang-orang yang jahil mengatakan, bahwa mereka murtad, tidak lain karena adanya kekurangan dan aib dalam agama kaum Muslimin” [6]

[4]. Memata-Matai Kaum Muslimin
Ibnu Hisyam menjelaskan adanya sejumlah orang Yahudi yang memeluk Islam untuk memata-matai kaum Muslimin, menyadap berita dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang ingin beliau lakukan kepada orang-orang Yahudi dan kaum musyrikin. Di antaranya : Sa’ad bin Hanif, Zaid bin Al-Listhi, Nu’maan bin Aufa bin Amru dan Utsman bin Aufa, serta Rafi bin Huraimila. [7]

Untuk menghancurkan tipu daya mereka, Allah berfirman.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaan orang-orang yang di luar kalanganmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata : “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah dicampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka) : “Marilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati” [Ali-Imran : 118-119]

[5]. Berusaha Memfitnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam
Orang-orang Yahudi tidak pernah berhenti berusaha memfitnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya adalah kisah yang disampaikan Ibnu Ishaq, beliau berkata ; Ka’ab bin Asad, Ibnu Shaluba, Abdullah bin Shuri dan Syaas bin Qais saling berembuk dan sepakat menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memfitnah agama beliau. Kemudian, mereka pun menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata : “Wahai Muhammad, engkau telah mengetahui, kami adalah ulama dan tokoh terhormat serta pemimpin besar Yahudi. Apabila kami mengikutimu, maka seluruh orang-orang Yahudi akan ikut dan tidak akan menyelisihi kami. Sungguh antara kami dan sebagian kaum kami terjadi persengketaan. Apakah boleh kami berhukum kepadamu, lalu engkau adili dengan memenangkan kami atas mereka?” Tetapi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam enggan menerimanya lalu turunlah firman Allah.

“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik” [Al-Maidah : 49]

Marhalah Kedua : Masa Peperangan Antara Kaum Yahudi Dan Kaum Muslimin Pada Zaman Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam

Orang-orang Yahudi tidak cukup hanya membuat keonaran dan fitnah kepada kaum Muslimin. Mereka pun menampakkan diri bergabung kepada kaum musyrikin, dengan menyatakan permusuhan secara terang-terangan terhadap Islam dan kaum Muslimin. Namun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap menunggu, sampai mereka benar-benar telah melanggar dan membatalkan perjanjian yang pernah dibuat di Madinah.

Ketika mereka melanggar perjanjian tersebut, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan tindakan untuk menghadapi mereka, dan mengambil beberapa keputusan untuk memberikan pelajaran kepada mereka. Di antara keputusan penting tersebut adalah pengusiran Bani Qainuqa, pengusiran Bani Nadhir, perang Bani Quraidzah, dan penaklukan kota Khaibar. Setelah terjadinya hal tersebut, maka orang-orang Yahudi terusir dari jazirah Arab.

Marhalah Ketiga : Tipu Daya Dan Makar Orang-Orang Yahudi Terhadap Islam Setelah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Wafat.

Orang-orang Yahudi memandang , tidak mungkin melawan Islam dan kaum Muslimin selama Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam masih hidup. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, orang-orang Yahudi melihat adanya kesempatan untuk kembali membuat makar. Mereka mulai merencanakan dan menjalankan tipu daya untuk memalingkan kaum Muslimin dari agamanya.

Mereka melakukannya secara lebih baik dan teliti dibandingkan sebelumnya. Mereka bermaksud mewujudkan sebagian targetnya, yang dilatar belakangi oleh beberapa sebab, diantaranya :

a). Kaum Muslimin kehilangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

b). Orang Yahudi dapat mengambil pelajaran dan pengalaman dari usaha-usaha mereka terdahulu, sehingga dapat menambah hebat dalam membuat makar dan tipu daya.

c). Masuknya sebagian orang Yahudi ke dalam Islam dengan tujuan memta-matai kaum Muslimin dan merusak mereka dari dalam tubuh kaum Muslimin

Membicarakan tipu daya dan makar Yahudi terhadap kaum Muslimin, sejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat hingga kini, membutuhkan pembahasan yang sangat panjang. Namun kami cukupkan dengan mengambil contoh tiga peristiwa besar dalam perjalanan kaum Muslimin.

1. Fitnah Pembunuhan Khalifah Utsman Radhiyallahu ‘Anhu
Ini merupakan awal keberhasilan Yahudi menyusup dan merusak Islam dan kaum Muslimin. Tokoh Yahudi yang bertanggung jawab atas peristiwa ini adalah Abdullah bin Saba, yang dikenal dengan Ibnu Sauda. Kisahnya cukup masyhur dan ditulis dalam kitab-kitab sejarah Islam.

2. Fitnah Maimun Qadah Dan Perkembangan Sekte Bathiniyah
Keberhasilan Abdullah bin Saba menciptakan fitnah di kalangan kaum Muslimin dan mengajarkan Saba’isme, membuat orang-orang Yahudi semakin berani. Belum reda fitnah Sabaiyah, mereka sudah memunculkan tipu daya yang baru, dipimpin seorang Yahudi bernama Maimun bin Dishan Al-Qadah, dengan membuat sekte Bathiniyah di Kufah, tahun 276H

Imam Al-Baghdadi menceritakan : “Di antara orang yang membangun sekte Bathiniyah adalah Maimun bin Dishaan, yang dikenal dengan Al-Qaadah. (Dia) seorang maula bagi Ja’far bin Muhammad Ash-Shadiq yang berasal dari daerah Al-Ahwaz, dan Muhammad bin Al-Husain yang dikenal dengan Dandaan. Mereka berkumpul bersama Maimun Al-Qadah di penjara Iraq, lalu membangun sekte Bathiniyah” [8]

Tipu daya Yahudi ini terus berjalan dengan beragam bentuk, sehingga sekte ini berkembang menjadi sangat luas, di kalangan kaum Muslimin, sampai-sampai menghalalkan pernikahan sesama mahram dan hilangnya kewajiban syari’at pada seseorang. [9]

3. Penghancuran Kekhilafahan Turki Utsmani Oleh Gerakan Masoniyah, Yang Kemudian Berdampak Perpecahan Di Kalangan Kaum Muslimin.
Orang-orang Yahudi mengetahui, bahwa sumber kekuatan kaum Muslimin adalah jika mereka bersatu dibawah kepemimpinan dalam naungan Kekhilafahan Islamiyah. Oleh karena itu, mereka selalu berusaha untuk meruntuhkan kekhilafahan yang telah ada sejak zaman Khulafa-ur Rasyidin, sampai kemudian berhasil meruntuhkan Negara Turki Utsmaniyah.

Orang-orang Yahudi memulai konspirasinya dalam meruntuhkan Negara Turki Utsmaniyah pada masa Sultan Murad ke-2 (tahun 834-855H). setelah itu, pada masa Sultan Muhammad Al-Faatih (tahun 856-886H), beliau meninggal diracun oleh thobib (dokter) beliau yang seorang Yahudi bernama Ya’qub Basya. Demikian juga Yahudi berhasil membunuh Sultan Sulaiman Al-Qanuni (tahun 926-974H) dan cucu-cucunya yang diatur oleh seorang Yahudi bernama Nurbanu.

Konspirasi Yahudi ini terus berlangsung pada masa Kekhilafahan Utsamaniyah, lebih dari 400 tahun, hingga keruntuhannya di tangan Mutsthafa Kamal Ataturk. Dalam perjalanan tipu dayanya, mereka menggunakan berbagai kekuatan, misalnya :

– Yahudi Ad-Dunamah. Di antara tokohnya adalah Madhat Basya dan Musthafa Kamal Ataturk. Mereka sangat berperan dalam menghancurkan Kekhilafahan Utsmaniyah.
– Salibis Eropa yang sangat membenci Islam dan kaum Muslimin. Mereka menekan negara Eropa, seperti Bulgaria, Rumania, Namsa, Perancis, Rusia, Yunani dan Italia.
– Organisasi bawah tanah (rahasia), khususnya Masoniyah yang terus berusaha merealisasikan tujuan dan target Zionis.

Catatan mutakhir telah merekam usaha-usaha Musthafa Kamal Ataturk dalam menghancurkan Kekhilafahan Utsmaniyah, di antaranya :
– Pada awal November 1922M ia menghapus kesultanan dan membiarkan kekhilafahan.
– Pada 18 November 1922M, ia mencopot Wahiduddin Muhammad ke-6 dari kekhilafahan.
– Pada Agustus 1923M, ia mendirikan Hizbusy-Sya’b Al-Jumhuriyah (Partai Rakyat Republik) dengan tokoh-tokoh pentingnya kebanyakan dari Yahudi Ad-Dunamah dan Masoniyah.
– Pada 20 Oktober 1923M, Republik Turki diresmikan dan Al-Jum’iyah Al-Wathaniyah (Organisasi Nasional) memilih Musthafa Kamal Pahsya Attaturk sebagai Presiden Turki.
– Pada 2 Maret 1924M, kekhilafahan dihapus total.

Demikian catatan ringkas sejarah permusuhan Yahudi, sejak zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga masa mutakhir ini, mereka tak henti-hentinya melakukan makar, tipu daya dan permusuhan terhadap kaum Muslimin. Mudah-mudahan uraian ringkas ini dapat menjadi pelajaran bagi kaum Muslimin.

Untuk lebih detail tentang sekte Bathiniyah, silahkan merujuk kepada kitab-kitab yang memuat pembahasan sekte-sekte dalam Islam.

Oleh Abu Asma Kholid Syamhudi

[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi Khusus 07-08/Tahun X/1427H/2006M. ]
_________
Footnotes
[1]. Al-Yahudiyah wal Masuniyah, karya Syaikh Abdurrahman Ad-Dausari, Cetakan Pertama, Tahun 1414H, Darus Sunnah, Kairo, halaman 25
[2]. Majalah Al-Ashalah, edisi 30/Th. V/15/Syawwal 1421H. Lihat terjemahannya oleh Ust. Ahmas Fais dalam Majalan As-Sunnah Edisi 8/V/1422/2001M. halaman 19.
[3]. Pembagian dan penjelasan tiga marhalah ini diambil dari kitab Badzlul Majhud fi Itsbat Musyabahatil Rafidhah bil Yahud, Abdullah Al-Jumaili, 1/40-69, secara ringkas dengan penambahan dari beberapa referensi yang disebutkan dalam footnote.
[4]. Badzul Majhul, 1/42. Riwayat ini juga dibawakan Imam Ath-Thabrani, Ibnu Katsir dan Al-Baghawi dalam tafsir mereka terhadap firman Allah surat Ali-Imran ayat 181. lihat Tafsir Ath-Thabari 7/444
[5]. Diringkas dari Badzlul Majhud, 1/44-45
[6]. Tafsir Ibnu Katsir, 1/273
[7]. Lihat Sirah Ibnu Hisyam, 2/556
[8]. Al-Farqu Bainal Firaq, halaman 282, dinukil dari Badzlul Majhud, 1/61
[9]. Untuk lebih detail tentang sekte Bathiniyah, silahkan merujuk kepada kitab-kitab yang memuat pembahasan sekte-sekte dalam Islam.

Orang Jujur Hebat Di Dunia Dan Akhirat

Abu Fathan | 22:03 | 0 comments
Segala puji bagi Allâh Yang Maha Jujur dalam segala kata dan janji-Nya. Zat Yang Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dan Maha Mendengar, sehingga tidak ada sesuatupun yang tersembunyi atas-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan makhluk-Nya.

Sesungguhnya bila seseorang benar-benar beriman kepada Allâh Azza wa Jalla akan selalu berkata dan berbuat jujur dalam hidupnya. Betapa-pun pintarnya seseorang dalam menutupi sebuah kedustaaan dari manusia, namun ia tidak bisa sedikitpun menyembunyikannya dari Allâh Azza wa Jalla .

Shalawat dan salam buat nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang amat agung akhlaknya, sehingga dipercaya oleh lawan dan kawan dalam kejujurannya. Selayaknyalah, kita sebagai umat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mentauladani kejujuran Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengamalkan naseha-nasehat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kejujuran.

Pada pembahasan singkat berikut ini kita akan membahas sekilas tentang urgensi kejujuran bagi seorang Muslim dalam berabagi aspek kehidupannya, kapan dan dimanapun ia berada. Dilatar belakangi oleh kondisi masyarakat yang sudah begitu mahal dalam berbuat jujur. Hal tersebut telah menimbulkan berbagai bencana dan kerusakan dalam lini sendi-sendi kehidupn kita; sejak dari tingkat rumah tangga sampai pada tingkat kehidupan bermasyarakat dan bernegara, baik dalam bidang politik, ekonomi, hankam, hukum mupun dunia pendidikan, mulai pada lefel rakyat biasa sampai pada tingkat penguasa. Bermacam peristiwa dan masalah telah menimpa dan menerpa kita sebagai akibat dari jauhnya nilai-nilai kejujuran dalam kehidupan.

Semoga coretan tinta dalam tulisan singkat ini dapat menggugah kesadaran kita untuk menghidupan kembali nilai-nilai kejujuran dalam diri kita masing-masing. Begitu banyak ayat maupun hadits-hadits yang menerangkan tentang pentingnya kejujuran bagi setiap individu demi untuk terbinanya kehidupan yang berbudaya dan bermatabat.

Diantaranya firman Allâh Azza wa Jalla.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allâh dan jadilah kalian bersama orang-orang yang jujur. [At-Taubah/9:119]

Dalam ayat ini, Allâh Azza wa Jalla memanggil orang-orang yang beriman untuk bertaqwa kepada-Nya dan menjadi orang-orang yang jujur dalam segala hal. Karena kejujuran tersebut adalah bagian dari taqwa dan bukti baiknya iman seseorang tersebut. sebaliknya bila sifat jujur tidak terdapat pada diri seseorang maka itu sebagai indikasi iman orang tersebut tidak baik.

Dalam ayat tersebut juga terkandung pesan nasehat kepada kita untuk menjadikan orang-orang yang jujur sebagai teman dalam hidup kita. Dan menjauhi orang-orang yang suka berdusta karena bisa menjadikan kita tertulari sifat dustanya atau menjadi korban dari kedustaannya. Maka oleh sebab itu bergabunglah kedalam kelompok orang-orang yang jujur di dunia agar kita juga dikumpulkan bersama mereka kelak dalam surga yang penuh dengan kebahagian dan kenikmatan.

Telah bersabda Rasul kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا

Diwajibkan atas kalian untuk jujur, karena kejujuran akan membawa kepada kebaikan. Dan keabikan itu akan membawa masuk surga. Senantiasa seseorang itu jujur dan benar-benar berusaha untuk salalu jujur, sehingga ia dicatatat di sisi Allâh sebagai orang yang paling jujur. Dan jauhilah oleh kalian sifat dusta, karena dusta akan membawa untuk berbuat keji. Dan perbuatan keji itu akan membawa ke dalam neraka. Senantiasa seseorang itu suka berdusta, dan berusaha untuk selalu berdusta, sehingga ia dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang paling dusta. [Muttafaq ‘alaih]

Dalam hadits ini, Rasul kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara jelas dan tegas memerintahkan umatnya untuk berlaku jujur dalam segala hal. Kejujuran tersebut akan membuat pelakunya meraih berbagai kebaikan dalam hidupnya. Bukan sebaliknya sebagaimana yang sering kita dengar dari orang yang jauh dari ilmu agama mengatakan: “bila jujur akan hancur”. Ungkapan tersebut sangat bertolak belakang dengan kandungan hadits di atas.

Dalam sepanjang sejarah umat manusia belum pernah Allâh Azza wa Jalla memberikan kehancuran terhadap orang-orang yang jujur. Akan tetapi kehancuran itu adalah bagi orang-orang yang jauh dari kejujuran. Bahkan kejujuran itu merupakan salah satu jalan yang dapat mengantarkan pelakunya ke dalam surga yang begitu mewah dan indah. Bagaimana bisa dikatakan: jujur adalah hancur? Hadits di atas juga menjelaskan bahwa untuk memiliki sifat jujur perlu perjuangan dan pengendalian diri yang serius, sehingga ia benar-benar terlatih untuk senantiasa jujur dalam segala hal. Dengan usahanya yang maksimal untuk selalu memiliki sifat jujur, akhirnya Allâh akan memberikan predikat jujur tersebut kepada seorang hambanya.

Berikutnya Rasul kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan umatnya agar mereka menjauhi sifat dusta. Karena dusta akan menggiring pelakunya untuk berbuat berbagai tindakan kriminal dan kejahatan. Yang pada akhirnya perlaku dusta akan terhina saat di dunia dan di akhirat kelak akan tersiksa dan sensara dalam nerka yang panas membara.

Amat banyak kita dapatkan dalam kenyataan sehari-hari berbagai bentuk kejahatan kriminal diawali oleh sikap ketidak jujuran dalam berkata dan berbuat. Bermacam perselihan dan pertengkaran yang berujung pada pembunuhan diawali dengan ketidak jujuran para korban dan pelaku. Seorang anak terlibat pergaulan bebas, mengkonsumsi obat-obat terlarang atau kejahatan sejenis pada mulanya diawali ketika sang anak mulai berdusta pada orang tua mereka. Begitu pula kecekcokan dalam rumah tangga biasanya sering dipicu oleh ketidak jujuran salah satu dari anggota keluarga. Hal serupa juga melanda berbagai perkumpulan dan lembaga-lembaga masyarakat maupun pemerintah.

Perlu kiranya kita ketahui bahwa bila seseorang berdusta satu kali maka dusta pertama tadi akan membuatnya harus berdusta yang kedua untuk menutupi dusta yang pertama, selanjutnya ia terpaksa harus membuat dusta ketiga untuk menutupi dusta pertama dan kedua, begitulah seterusnya. Sehingga kadang kala ia terpaksa harus melakukan pembunuhan untuk menutup kedustaan yang semakin hari ditakuti bila diketahui orang lain, perasaan tersebut semakin menghantui dirinya setiap saat. Oleh karena itu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, yang artinya, “bahwa perbuatan dusta itu akan membawa untuk berbuat keji“. Ketika seseorang berbuat keji maka tempat yang layak baginya di akhirat kelak adalah di neraka yang penuh dengan siksa angkara.

Prilaku dusta yang sudah menjadi kebiasaan seseorang maka sifat tersebut amat sangat sulit untuk bisa ia tinggalkan. Maka terbuktilah apa yang disebutkan dalam hadits di atas “Senantiasa seseorang itu suka berdusta, dan berusaha untuk selalu berdusta, sehingga ia dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang paling dusta”. Sungguh amat terhinalah seorang hamba yang sudah dicap di sisi Allâh Azza wa Jalla sebagai seorang pendusta. Bila Allâh Azza wa Jalla telah mencatat ia sebagai seorang pendusta, siapakah yang dapat mengembali nama baiknya dan membuang catatan tersebut dari dirinya? Siapakah yang bisa menyelamatkannya dari adzab Allâh? Maka tidak ada pilihan lagi bagi seorang hamba untuk menyelamatkan dirinya kecuali dengan bertaubat dengan sebenar-benarnya kepada Allâh Azza wa Jalla.

Sebagaimana Allâh Azza wa Jalla gambarkan balasan orang-orang jujur dalam firman-Nya:

قَالَ اللَّهُ هَٰذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصَّادِقِينَ صِدْقُهُمْ ۚ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Allâh berkata: Pada hari ini kejujuran akan bermamfaat bagi orang-orang yang jujur, bagi mereka adalah surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, Allâh redha ke[ada mereka, merekapun ridha kepada Allâh, itulah keberuntungan yang mat besar.” [Al-Mâidah/5:119]

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa orang-orang yang jujur akan mendapatkan keberuntungan yang berlipat-ganda di sisi Allâh Azza wa Jalla .

Adapun balasan bagi orang-orang yang suka berdusta, diantaranya adalah sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut:

عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَيْتُ اللَّيْلَةَ رَجُلَيْنِ أَتَيَانِي قَالَا الَّذِي رَأَيْتَهُ يُشَقُّ شِدْقُهُ فَكَذَّابٌ يَكْذِبُ بِالْكَذْبَةِ تُحْمَلُ عَنْهُ حَتَّى تَبْلُغَ الْآفَاقَ فَيُصْنَعُ بِهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

(Diriwayat) dari Samurah bin Jundub Radhiyallahu anhu, ia berkata terlah bersabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Dua orang Malaikat mendatangiku tadi malam, keduanya berkata, ‘Orang yang engkau lihat merobek-robek mulutnya sendiri adalah seorang pendusta yang berdusta dengan sebuah keduastaan lalu menyebar keberbagai penjuru dunia, maka ia diadzab dengan seperti sampai hari kiamat.’ [HR. Al-Bukhâri]

Itulah balasan bagi orang-orang yang melakukan sebuah dusta yang dustanya tersebar keseluruh pelosok negeri sehingga tersebar kepada orang banyak.

Bagaimana dengan orang yang berdusta dalam sebuah buku yang bukunya tersebar kemana-mana?

Atau orang yang berdusta lalu dustanya tersebut disebarkan di media sosial atau di media masa!?

Apalagi dusta itu menyangkut kehormatan orang banyak!? Sebagaimana kebiasan para pelaku bid’ah yang menuduh orang-orang yang menegakan sunnah dengan tuduhan-tuduhan dusta. Sungguh betapa beratnya adzab yang akan diterima oleh si pelaku di hari pembalasan.

Pada berikut ini kita jelaskan beberapa kondisi yang kita dituntut untuk berlaku jujur sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an dan Sunnah.
Jujur Dalam Berkata

Sebagian orang yang terbiasa untuk menarik perhatian dan meyakinkan lawan bicara, dia terkadang meninggalkan kejujuran dalam berkomunikasi. Bahkan kebiasaan buruk seperti ini juga menempel pada sebagian da’i yang berdakwah di tangah masyarakat. Begitu pula sebagian tutor dan trainer ketika memaparkan materi di hadapan peserta pelatihan atau seminar. Pada hal perbuatan tersebut jelas diharamkan dalam agama Islam. Bahkan perintah untuk menjauhi perkataan dusta, Allâh sebutkan setelah perintah menjauhi berhala. Sebagaimana dalam Ayat berikut ini:

فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْأَوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ

Maka jauhilah kekejian dari berhala, dan jauhilah perkataan dusta [Al-Hajj/22:30]

Kebiasaan berdusta dalam berbicara adalah kebiasan orang-orang munafik. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَلَّةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَلَّةٌ مِنْ نِفَاقٍ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ». متفق عليه

Empat sifat bila dimiliki seseorang maka ia adalah munafik murni (sejati). Barangsiapa memiliki salah satunya maka padanya terdapat salah satu sifat munafik sampai ia meninggalkannya. Bila bicara ia dusta, bila membuat kesepakatan ia khianat, bila berjanji ia mungkir dan bila berselisih ia curang. [Muttafaq ‘alaih]

Karena begitu tercelanya sifat suka berdusta ketika berbicara maka dijadikanlah sebagai salah satu ciri khusus yang dimiliki orang-orang munafik.
Jujur Dalam Berjanji

Sering pula kita dapati dalam kenyataan sehari-hari betapa mudahnya sebagian orang untuk berjanji dan sekaligus amat mudah sekali untuk tidak memenuhinya. Secara khusus tokoh-tokoh partai politik ketika dalam suasana mencari dukungan suara dari masyarakat. Mereka berbicara dengan semangat dan suara lantang dihadapan ribuan orang akan melakukan berbagai program untuk kesejahteran rakyat. Akan kenyataan sangat berbeda setelah kekuasaan di tangan mereka. Begitu pula sebagian lembaga pendidikan ketika saat penyebaran informasi penerimaan calon peserta didik baru. Dalam brosur terdapat berbagai keunggulan di bidang pelayanan, akan tetapi pada hakikatnya itu semua adalah janji-janji yang tidak pernah sesuai dengan kenyataan. Allâh telah menegaskan dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ

Wahai orang-orang yang beriman tepatilah janji-janji kalian [Al-Mâidah/5:1]

Dalam ayat yang mulia ini Allâh membuka perintahnya untuk menepati janji dengan panggilan iman, karena menepati janji adalah bukti atas seseorang yang benar-benar beriman. Sebab imannya akan berfungsi mengontrol janji-janjinya.

Kebiasaan suka menyalahi janji adalah merupakan ciri-ciri orang munafik. Sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ عَلاَمَاتِ الْمُنَافِقِ ثَلاَثَةٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ». متفق عليه

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , ia berkata, “Telah bersabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Diantara ciri-ciri orang munafik ada tiga; apabila berbicara ia dusta, apabila berjanji ia mungkir dan bila diberi amanah ia khianat. [Muttafaq ‘alaih]
Jujur Dalam Berkuasa

Betapa banyak pula kita saksikan dalam kenyataan para penguasa yang tidak jujur dalam kekuasaanya. Baik dalam segi penyusunan rencana anggaran begitu pula dalam penggunaan dan pelaporan anggaran. Kondisi tersebut membuat rakyat tidak lagi punya empati terhadap penguasa. Seharusnya para pejabat negara menjadi tauladan bagi rakyat dalam kejujuran. Sehingga tercipta suasana yang akrab antara rakyat dengan penguasa. Bila seorang penguasa mati dalam keadaan menipu rakyatnya, maka ia akan dijauhkan dari surga. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلاَّ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ

Tidaklah seorang hamba yang dijadikan Allâh sebagai pemimpin, lalu ia meninggal dalam keadaan menipu rakyatnya pada hari ia meninggal, kecuali Allâh haramkan atasnya surga. [HR. Muslim]

Betapa meruginya seorang penguasa yang tidak jujur dalam kekuasaannya, di akhirat kelak ia akan berdiam dalam neraka yang begitu panas dalam masa yang amat lama. Di dunia mungkin dengan sebab kelicikan dan berbagai faktor lainnya dia bisa lolos dari hukuman sebagai penipu, tapi di akhirat itu tidak akan pernah terjadi. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ﴿٦﴾فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ﴿٧﴾وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. [Az-Zalzalah/99:6-8]

Oleh Ustadz Dr. Alimusri Semjan Putra, M.A.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XVIII/1436H/2015M]

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. BERITA SUNNAH - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger