{قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ ويَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ، وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ}

Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ali ‘Imran:31)

Ringkasan Tabligh Akbar “Pilar Pilar Stabilits Keamanan Negara”

Abu Fathan | 09:16 | 0 comments
Asy-Syaikh Prof. DR. Abdur Rozzaq bin Abdul Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr hafizhahumallah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

 Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala dan shalawat serta salam kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, keluarga dan sahabat beliau, serta untaian doa dan ucapan terima kasih kepada panitia dan pengurus masjid, seluruh hadirin, terutama yang datang dari jauh, jazaahumullaahu khayron.

Marilah kita hadirkan dalam diri kita sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ، يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ، وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَه
"Dan tidaklah ada satu kaum yang berkumpul di rumah Allah; membaca kitab Allah dan saling mengajarkannya di antara mereka, kecuali akan turun kepada mereka ketenangan, dicurahkan kepada mereka rahmat, malaikat meliputi mereka dan Allah menyebut mereka di hadapan malaikat yang ada di sisi-Nya." [HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu]

📋 URGENSI KEAMANAN NEGARA
Betapa urgennya keamanan suatu negeri, karena tidaklah mungkin kehidupan akan nyaman tanpa keamanan, maka ini menekankan kepada kita bahwa keamanan adalah tanggung jawab bersama, karena urusan agama maupun dunia tidak akan berjalan dengan baik tanpa keamanan, maka wajib bagi kaum muslimin untuk saling membantu dalam menjaga keamanan dan menjauh dari berbagai fitnah dan kekacauan.

📋 MENJAGA KEAMANAN ADALAH KONSEKUENSI KEIMANAN
Keamanan tanggung jawab setiap diri, karena menjaga keamanan adalah konsekuensi keimanan, barangsiapa yang tidak menjaga keamanan atau menyebabkan kekacauan maka dia telah menghilangkan bagian keimanan dari dirinya.
Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda,
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِالْمُؤْمِنِ ؟ مَنْ أَمِنَهُ النَّاسُ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ، وَالْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ النَّاسُ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ، وَالْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي طَاعَةِ اللهِ، وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ الْخَطَايَا وَالذَّنُوبَ
Maukah kalian aku kabarkan siapakah seorang mukmin?
• Mukmin (orang yang beriman) adalah seorang yang manusia merasa aman kepadanya atas harta dan jiwa mereka,
• Muslim (orang yang beragama Islam) adalah seorang yang manusia selamat dari lisan dan tangannya,
• Mujahid (orang yang berjihad) adalah seorang yang memerangi nafsunya agar taat kepada Allah,
• Muhajir (orang yang berhijrah) adalah seorang yang berhijrah meninggalkan kesalahan dan dosa.
[HR. Ahmad dari Fudhalah bin Ubaid radhiyallahu'anhu, Ash-Shahihah: 549]

Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam juga bersabda dalam haji wada’,
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ، وَأَمْوَالَكُمْ، وَأَعْرَاضَكُمْ، بَيْنَكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا
“Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta kalian dan kehormatan-kehormatan kalian adalah haram (wajib dimuliakan) atas kalian, seperti mulianya hari kalian ini, di bulan kalian ini dan di negeri kalian ini.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Bakrah radhiyallahu’anhu]

Maka setiap muslim hendaklah mengingat bahwa dia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap kewajiban menjaga keamanan. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma]

📋 URGENSI BERDOA MEMOHON KEAMANAN KEPADA ALLAH ‘AZZA WA JALLA
Setiap waktu dan bulan berlalu kita mendambakan keamanan, maka hendaklah kita selalu berdoa kepada Allah untuk memohon keamanan, dan hendaklah kita selalu membaca doa yang sering dibaca Nabi shallallahu’alaihi wa sallam setiap pagi dan petang, sebuah doa yang kita butuhkan dan untuk meneladani Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, serta agar tidak terganggu dari segala sisi, apakah untuk diri kita, keluarga maupun masyarakat.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tidak pernah meninggal doa-doa ini setiap pagi dan petang,
اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي وَدُنْيَايَ وَأَهْلِي وَمَالِي، اللهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِي، وَآمِنْ رَوْعَاتِي، اللهُمَّ احْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِي، وَعَنْ يَمِينِي، وَعَنْ شِمَالِي، وَمِنْ فَوْقِي، وَأَعُوذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِي
Allaahumma innii as-alukal ‘aafiyah fid dunyaa wal aakhiroh. Allahumma innii as-alukal ‘afwa wal ‘aafiyah fii diinii wa dun-yaya wa ahlii wa maalii. Allahumas-tur ‘awrootii wa aamin row’aatii. Allahummahfazh-nii mim bayni yadayya wa min kholfii wa ‘an yamiinii wa ‘an syimaalii wa min fawqii wa a’udzu bi ‘azhomatika an ughtaala min tahtii.
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon keselamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pemaafan dan keselamatan dalam agama, dunia, keluarga dan hartaku. Ya Allah, tutupilah auratku (aib dan sesuatu yang tidak layak dilihat orang) dan tenteramkanlah aku dari rasa takut. Ya Allah, peliharalah aku dari depan, belakang, kanan, kiri dan atasku. Aku berlindung dengan kebesaran-Mu, agar aku tidak disambar dari bawahku.” [HR. Ahmad dan Ibnu Hibban dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, At-Ta’liqootul Hisan: 957]

Juga doa yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam setiap masuk awal bulan,
اللهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالْيُمْنِ وَالْإِيمَانِ، وَالسَّلامَةِ وَالْإِسْلامِ، رَبِّي وَرَبُّكَ اللهُ
Allaahumma ahillahu ‘alayna bil-yumni wal iman, was-salaamati wal Islaam. Rabbi wa Robbukallaah.
“Ya Allah anugerahkanlah kepada kami di bulan baru ini keberkahan dan keimanan, keselamatan dan keislaman. Rabbku dan Rabbmu adalah Allah.” [HR. Ahmad dari Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 1816]

📋 HENDAKLAH BERUSAHA MENJAGA NIKMAT KEAMANAN
Setelah berdoa hendaklah kita berusaha menjaga sebab-sebab keamanan dan berhati-hati jangan merusak keamanan, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah berdoa agar tidak menjadi sebab orang lain terganggu,
اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ، أَوْ أُضَلَّ، أَوْ أَزِلَّ، أَوْ أُزَلَّ، أَوْ أَظْلِمَ، أَوْ أُظْلَمَ، أَوْ أَجْهَلَ، أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ
Allaahumma a’udzu bika an adhilla au udholla, au azilla au uzalla, au azhlima au uzhlama, au ajhala au yujhala ‘alayya.
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari: aku tersesat atau aku menyesatkan, atau aku tergelincir atau aku digelincirkan, atau aku menzalimi atau aku dizalimi, atau aku berbuat bodoh atau dibodohi.” [HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi dari Ummu Salamah radhyallahu’anha, Al-Misykah: 2442]

📋 KEAMANAN ADALAH ANUGERAH DARI ALLAH
Keamanan adalah nikmat dan anugerah dari Allah ta’ala terhadap siapa yang Dia kehendaki. Allah ta’ala berfirman,
أَوَلَمْ نُمَكِّنْ لَهُمْ حَرَمًا آمِنًا يُجْبَى إِلَيْهِ ثَمَرَاتُ كُلِّ شَيْءٍ رِزْقًا مِنْ لَدُنَّا وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rezeki (bagimu) dari sisi Kami? Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” [Al-Qoshosh: 57]
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا جَعَلْنَا حَرَمًا آمِنًا وَيُتَخَطَّفُ النَّاسُ مِنْ حَوْلِهِمْ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَكْفُرُونَ
“Apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa Sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada nikmat Allah?” [Al-‘Ankabut: 67]
Maka hendaklah kita mengharap, bergantung dan memohon keamanan hanya kepada Allah ‘azza wa jalla.

📋 KEIMANAN ADALAH KUNCI UTAMA MERAIH NIKMAT KEAMANAN
Keamanan dan keimanan sangat berhubungan, apabila keimanan menguat maka nikmat keamanan akan semakin besar kita rasakan,
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan hidayah.” [Al-An’am: 82]
Allah ta’ala juga berfirman,
فَمَنْ آمَنَ وَأَصْلَحَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.” [Al-An’am: 48]
Perhatikanlah juga firman Allah ta’ala,
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” [An-Nur: 55]
Maka hendaklah saling menolong dan menasihati untuk beriman kepada Allah dan beramal shalih agar menggapai nikmat keamanan, sebagaimana firman Allah ta’ala,
وَالْعَصْرِ, إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ, إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi massa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” [Al-‘Ashr: 1-3]

📋 MENGAPA NIKMAT KEAMANAN NEGERI BISA HILANG?
Allah subhanahu wa ta’ala mengingatkan bahaya hilangnya keimanan dan ketakwaan, akan menghilangkan nikmat keamanan, sebagaimana firman-Nya,
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
"Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezeki datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah menimpakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang mereka perbuat.” [An-Nahl: 112]

📋 APABILA DIUJI DENGAN TERJADINYA FITNAH ‘KEKACAUAN’
1. JANGAN IKUT MENGOBARKAN FITNAH
Sahabat yang Mulia Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu berkata,
لَا تَكُونُوا عُجُلًا مَذَايِيعَ بُذُرًا، فَإِنْ مِنْ وَرَائِكُمْ بَلَاءً مُبَرِّحًا مُمْلِحًا، وَأُمُورًا مُتَمَاحِلَةً رُدُحًا
“Janganlah kalian tergesa-gesa, yang suka menyiarkan kejelekan, yang menjadi sumber kekacauan, karena sesungguhnya akan datang ujian yang memberatkan lagi menyulitkan, dan munculnya perkara-perkara fitnah yang panjang lagi besar.” [Riwayat Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrod: 327]
Maka beliau memperingatkan tiga perkara ketika muncul fitnah:
Pertama: Jangan tergesa-gesa.
Sahabat yang Mulia Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu juga berkata,
إِنَّهَا سَتَكُونُ أُمُورٌ مُشْتَبِهَاتٌ، فَعَلَيْكُمْ بِالتُؤَدَةِ، فَإِنَّكَ أَنْ تَكُونَ تَابِعًا فِي الْخَيْرِ، خَيْرًا مِنْ أَنْ تَكُونَ رَأْسًا فِي الشَّرِّ
“Sesungguhnya akan muncul perkara-perkara yang samar, maka hendaklah kalian pelan-pelan jangan tergesa-gesa, karena sungguh engkau menjadi pengikut dalam kebaikan lebih baik daripada pemimpin dalam kejelekan.” [Al-Ibanah Al-Kubro: 176]
Kedua: Jangan jadi tukang sebar berita, karena itu akan membesarkan fitnah.
Ketiga: Jangan menjadi sumber dan bibit kekacauan.

2. MERUJUK KEPADA ULAMA BESAR AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH
Jangan terlibat dalam fitnah, baik dengan memberi masukan, pendapat atau tindakan, akan tetapi hendaklah merujuk kepada ulama dan serahkan urusan ini kepada para ulama. Allah ta’ala berfirman,
وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau pun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Andaikan mereka menyerahkan urusannya kepada Rasul dan Ulil Amri (pemegang urusan dari kalangan umaro dan ulama) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut setan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).” [An-Nisa’: 83]

[FAIDAH TAMBAHAN]
Al-‘Allamah Al-Mufassir Abdur Rahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata,
هذا تأديب من الله لعباده عن فعلهم هذا غير اللائق. وأنه ينبغي لهم إذا جاءهم أمر من الأمور المهمة والمصالح العامة ما يتعلق بالأمن وسرور المؤمنين، أو بالخوف الذي فيه مصيبة عليهم أن يتثبتوا ولا يستعجلوا بإشاعة ذلك الخبر، بل يردونه إلى الرسول وإلى أولي الأمر منهم، أهلِ الرأي والعلم والنصح والعقل والرزانة، الذين يعرفون الأمور ويعرفون المصالح وضدها. فإن رأوا في إذاعته مصلحة ونشاطا للمؤمنين وسرورا لهم وتحرزا من أعدائهم فعلوا ذلك. وإن رأوا أنه ليس فيه مصلحة أو فيه مصلحة ولكن مضرته تزيد على مصلحته، لم يذيعوه، ولهذا قال: { لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ } أي: يستخرجونه بفكرهم وآرائهم السديدة وعلومهم الرشيدة.
“Ini adalah pengajaran adab dari Allah ta’ala bagi hamba-hamba-Nya atas perbuatan mereka (tergesa-gesa menyebarkan berita-berita dan mengambil sikap, pen) yang tidak layak. Padahal yang seharusnya mereka lakukan, apabila datang kepada mereka berita tentang urusan besar dan berhubungan dengan kemaslahatan umum, yaitu yang berkaitan dengan keamanan dan perkara yang menyenangkan kaum mukminin atau ketakutan yang di dalamnya terkandung musibah atas mereka, maka hendaklah mereka melakukan tatsabbut (memastikan beritanya) dan tidak tergesa-gesa menyiarkan berita tersebut.

Akan tetapi hendaklah mereka kembalikan urusan itu kepada Rasul dan Ulil amri (pemegang urusan dari kalangan umaro dan orang-orang berilmu) di antara mereka, yaitu orang-orang yang memiliki pandangan, memiliki ilmu, memiliki nasihat (yakni yang pantas menasihati dalam masalah umum, pen), memiliki akal dan memiliki ketenangan (tidak tergesa-gesa dalam memutuskan). Merekalah yang mengetahui kemaslahatan dan kemudaratan.

Maka jika mereka memandang dalam penyiaran berita tersebut terdapat kemaslahatan, kemajuan dan kegembiraan terhadap kaum muslimin dan penjagaan dari musuh-musuh mereka, baru kemudian boleh disebarkan. Namun jika mereka memandang dalam penyiarannya tidak mengandung maslahat sama sekali, atau terdapat maslahat akan tetapi kemudaratannya lebih besar, maka mereka tidak menyiarkan berita tersebut. Oleh karena itu Allah ta’ala mengatakan, “Tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri),” yakni, orang-orang yang mau mencari kebenaran dapat mengambilnya dari pemikiran dan pandangan mereka yang benar serta ilmu-ilmu mereka yang terbimbing.”

Beliau rahimahullah juga berkata,
وفي هذا دليل لقاعدة أدبية وهي أنه إذا حصل بحث في أمر من الأمور ينبغي أن يولَّى مَنْ هو أهل لذلك ويجعل إلى أهله، ولا يتقدم بين أيديهم، فإنه أقرب إلى الصواب وأحرى للسلامة من الخطأ. وفيه النهي عن العجلة والتسرع لنشر الأمور من حين سماعها، والأمر بالتأمل قبل الكلام والنظر فيه، هل هو مصلحة، فيُقْدِم عليه الإنسان؟ أم لافيحجم عنه؟
Dan dalam ayat ini terdapat dalil bagi kaidah adab, yaitu apabila terjadi pembahasan suatu permasalahan maka hendaklah diserahkan kepada ahlinya. Hendaklah diserahkan kepada orang yang berhak membahasnya, dan janganlah (orang yang jahil atau tidak mengerti urusan, pen) mendahului mereka, karena sikap seperti ini lebih dekat kepada kebenaran dan lebih dapat menyelamatkan dari kesalahan.

Dalam ayat ini juga terdapat larangan tergesa-gesa dan terburu-buru untuk menyebarkan suatu berita setelah mendengarkan berita tersebut. Dan (dalam ayat ini) terdapat perintah untuk meneliti dan mempelajari dengan baik sebelum berbicara; apakah pembicaraannya itu adalah kemaslahatan sehingga boleh dia lakukan? Ataukah mengandung kemudaratan sehingga patut dijauhi?”
[Taysirul Kariimir Rahman fi Tafsiri Kalaamil Mannan, hal, 184, Maktabah Al-Ma’arif Riyadh]

3. MENINGKATKAN IBADAH
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
الْعِبَادَةُ فِي الْهَرْجِ كَهِجْرَةٍ إِلَيَّ
“Beribadah di masa fitnah seperti berhijrah kepadaku.” [HR. Muslim dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu’anhu]

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,
سُبْحَانَ اللَّهِ مَاذَا أُنْزِلَ اللَّيْلَةَ مِنَ الفِتْنَةِ، مَاذَا أُنْزِلَ مِنَ الخَزَائِنِ، مَنْ يُوقِظُ صَوَاحِبَ الحُجُرَاتِ؟ يَا رُبَّ كَاسِيَةٍ فِي الدُّنْيَا عَارِيَةٍ فِي الآخِرَةِ
“Subhaanallah, fitnah apakah yang turun semalam, perbendaharaan apakah yang telah turun, siapakah yang mau membangunkan istri-istriku untuk beribadah? Bisa jadi orang yang berpakaian di dunia, telanjang di akhirat.” [HR. Al-Bukhari dari Ummu Salamah radhiyallahu’anha]

4. BANYAK BERDOA TERUTAMA DI SEPERTIGA MALAM YANG TERAKHIR
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ وَمَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ
“Rabb kita tabaaraka wa ta’ala turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir seraya berfirman: Siapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku jawab do’anya, siapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku kabulkan permintaannya, dan siapa yang memohon ampunan kepada-Ku maka akan Aku ampuni dia.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]

===========

1. Menjaga stabilitas keamanan negara adalah tanggung jawab semua.
2. Keamanan adalah murni nikmat dari Allah, maka memohonlah selalu kepada Allah agar selalu diberi keamanan.

3. Demi menjaga keamanan maka kita wajib menjaga diri kita dan orang lain utk tdk terjerumus kpd hal yg merusak keamanan
4. Antara iman dan rasa aman sangat erat hubugannya.
5. Barangsiapa yg mengharapkan rasa aman pada dirinya, pada masyarakatnya, pada negaranya maka hendaklah ia membenahi imannya
6. Keutamaan bagi orang yg menjaga keamanan.
7. Ancaman bagi orang yg meninggalakan iman yg menjadikan hilangnya keamanan, sebagaimana Allah kisahkan tentang negeri saba'
8. Mewaspadai segala fitnah yg akan menghacurkan keamanan, maka jangan sampai anda ikut dan terpancing
9. Pengaruh media sosial perlu diwaspadai utk merusak stabilitas keamanan
10. Kebiasaan kebanyakan org suka ikut terlibat dlm fitnah yg berakibat rusaknya keamanan
11. Jika terjadi fitnah yg merusak keamanan maka hendaklah tenang dan jangan tergesa-gesa, terburu-buru.
12. Jika terjadi fitnah yg merusak suasana keamanan maka hendaklah mengembalikan masalah kepada para ulama senior yg tinggi ilmu dan pengalamannya
13. Manusia terbagi dua macam: manusia yg selalu menyebarkan kebaikan menjadi pembuka pintu-pintu kebaikan. Dan diantara manusia yg memnyebar keburukan dan menjadi pembuka pintu-pintu keburukan
14. Lebih baik engkau menjadi pengikut dalam kebaikan dari pada menjadi pemimpin dalam keburukan
15. Sumber keburukan adakalanya datang dari hawa nafsu atau dari setan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah dari keburukan-keburukan tersebut
16. Keamanan membutuhkan adanya pemimpin dan persatuan, kepemimpinan dan persatuan tdk akan ada artiya bila tdk ada ketaatan kepada pemimpinan tersebut. Pemimpin akan sulit ditaati bila tidak menegakkan keadilan.
17. Menasehati pemimpin adalah kewajiban atas setiap muslim sesuai dg cara yg disyariatkan
18. Diantara bagian dari nasehat kepada pemimpin adalah mendoakan pemimpin. Sebagaimana ungkapan Fudhail: seandainya aku punya doa yg pasti dikabulkan Allah aku berikan untuk pemimpin
19. Diantara pilar keamanan mensyukuri nikmat keamanan tersebut agar Allah selalu menambah nikmat-Nya kepada kita

Memakmurkan Masjid Bukan Hanya Sekedar Membangun

Abu Fathan | 14:37 | 0 comments
Sekarang ini, banyak kita jumpai masjid-masjid yang megah. Pada pusat kota di setiap kabupaten, banyak terbangun masjid agung, masjid dalam kompleks Islamic Center dan berbagai tempat lainnya. Kita sudah sangat familiar dengan bangunan masjid yang besar, megah dan penuh dengan berbagai ornamen penghias dilengkapi dengan fasilitas yang memanjakan badan, mulai dari permadani tebal nan empuk dan udara sejuk AC hingga hiasan seni yang menawan. Melihat tembok yang dihiasi berbagai kaligrafi dan hiasan dengan atap-atap yang kokoh menjulang dilengkapi menara yang indah menawan dan tinggi, tidak terbayang sudah berapa banyak harta dikeluarkan untuk mewujudkan itu.

Namun, jika kita bertanya, sudahkah masjid-masjid itu dimakmurkan? Sudahkah masjid-masjid itu difungsikan sebagai sebuah masjid dalam Islam?

Sangat disayangkan, semangat mendirikan dan membangun masjid yang demikian hebat ini, tidak diiringi dengan semangat yang besar dalam memakmurkannya atau mengisinya dengan kegiatan ibadah seperti shalat fardhu berjamaah atau kegiatan-kegiatan yang pernah ada di Masjid Nabawi di masa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya serta orang-orang setelah mereka.

Masjid Nabawi di zaman Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat sederhana bangunannya namun menjadi titik tolak kejayaan Islam ke seluruh penjuru dunia. Dari Masjid inilah, risalah Islam menyapa seluruh dunia dan dakwah tauhid memancarkan sinarnya menghancurkan segala macam kesyirikan dan paganisme di jazirah Arab. Disamping itu juga menjadi tempat pembinaan para Sahabat sehingga menjadi generasi terbaik umat ini dan menjadi panji-panji kebenaran di seantero alam semesta ini. Inilah Masjid yang sangat memperhatikan pendidikan dan pembersihan jiwa kaum Muslimin dan perkembangan mereka dalam mencapai puncak kesempurnaan sebagai manusia.

Dari sini jelas, bahwa memakmurkan masjid tidak hanya sebatas membangunnya menjadi tempat yang nyaman dan mewah tapi harus disertai dengan pelaksanaan perintah Allâh Azza wa Jalla berupa beragam ketaatan dan ibadah, seperti shalat, dzikir, doa dan i’tikaf yang telah dijelaskan dalam firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ ﴿٣٦﴾ رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ۙ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ

Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang. laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. [An-Nûr/24:36-37]

Seluruh ketaatan dan ibadah ini akan menjadi sarana penyucian jiwa kaum Muslimin sehingga mereka bisa bersatu di atas ajaran Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bergerak memaksimalkan fungsi masjid sebagaimana telah ada dalam generasi awal umat ini.

Di zaman ini, peran masjid sebenarnya sangat dinanti dalam memperbaiki masyarakat. Terlebih dengan semakin menguatnya gaya hidup materialis ditengah masyarakat yang menyeret mereka tenggelam dalam dunia dan meninggalkan akhirat. Gaya hidup seperti menyebabkan seorang Muslim hilang dan tersesat. Diharapkan, dengan kembalinya peran masjid, menjadikan seorang Muslim memiliki jati diri dan menyadari bahwa ia butuh waktu untuk bermunajat kepada Rabbnya, melupakan sejenak cita-cita dunia, introspeksi diri agar menimbulkan kekhusyu’an serta lebih mendekatkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla . Ini semua tidak terwujud tanpa mengembalikan fungsi masjid sebagaimana pada permulaan Islam. Di masjidlah, kaum Muslimin bisa saling mengenal lalu bekerja sama dalam kebaikan dan takwa dan saling bermusyawarah membicarakan dan memutuskan semua perkara kaum muslimin.

Dengan memakmurkan masjid, iman kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan semakin kuat dan tebal, karena memakmurkan masjid itu hanya dengan perbuatan-perbuatan taat. Dan perbuatan taat akan menambah dan semakin menguatkan iman orang yang melakukannya.

Keburukan Yang Dosanya Terus Berjalan

Abu Fathan | 10:03 | 0 comments
Sesungguhnya ada keburukan-keburukan yang dosanya terus berjalan memakan kebaikan-kebaikan seseorang walaupun pelakunya telah meninggal dunia. 

Di antara keburukan-keburukan yang dosanya terus berjalan adalah menyesatkan kaum Muslimin dan merusak mereka

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

وَمَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

Barangsiapa membuat perbuatan yang buruk di dalam agama Islam (seperti kemaksiatan, bid’ah, dan lainnya, kemudian diikuti oleh orang-orang lain-pen), dia menanggung dosanya dan dosa orang yang mengamalkannya setelahnya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun [HR. Muslim, no. 2674, dari Jarîr bin Abdullah]

Dosa Dan Kemaksiatan, 2 Perkara Menggugurkan Kebaikan

Abu Fathan | 10:34 | 0 comments
Sahabat Tsauban Radhiyallahu anhu menceritakan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa bersabda:
عَنْ ثَوْبَانَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لَأَعْلَمَنَّ أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِي يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ جِبَالِ تِهَامَةَ بِيضًا فَيَجْعَلُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَبَاءً مَنْثُورًا قَالَ ثَوْبَانُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا جَلِّهِمْ لَنَا أَنْ لَا نَكُونَ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَا نَعْلَمُ قَالَ : أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ وَيَأْخُذُونَ مِنْ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ انْتَهَكُوهَا
Dari Tsaubân, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , bahwa
Beliau bersabda, “Aku benar-benar mengetahui rombongan-rombongan orang dari umatku, mereka akan datang pada hari kiamat dengan membawa kebaikan-kebaikan sebesar gunung Tihâmah yang berwarna putih, akan tetapi Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan menjadikannya sebagai debu yang berhamburan”.
Tsaubân Radhiyallahu anhu berkata, “Wahai Rasûlullâh! Terangkan sifat mereka kepada kami! Terangkan keadaan mereka kepada kami, agar kami tidak termasuk golongan mereka padahal kami tidak mengetahui!”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya mereka itu adalah saudara-saudara kamu, dan dari kulit kamu, mereka mengisi sebagian malam sebagaimana kamu mengisi, namun mereka adalah rombongan-rombongan orang yang jika menyendiri, mereka melanggar perkara-perkara yang diharamkan oleh Allâh”.
[HR. Ibnu Majah, no. 4245; dishahihkan oleh syaikh al-Albani; syaikh Salim al-Hilali dan lainnya]

@ Dosa dan kemaksiatan, dua perkara yang paling banyak menggugurkan kebaikan dan memberatkan timbangan keburukan.
@  Melakukan satu perbuatan dosa, seperti zina, atau melanggar larangan Allâh Azza wa Jalla ketika sendirian, sudah cukup untuk menggugurkan kebaikan-kebaikan walaupun sebesar gunung.

Jalan Allah Ta’ala Adalah Satu Tidak Berbilang

Abu Fathan | 10:38 | 0 comments
Jalan Allah Ta’ala adalah satu lagi tidak berbilang dan lurus lagi tidak ada kebengkokan padanya. Di sisi lain, jalan setan dan kesesatan jauh lebih banyak dan beraneka ragam, Dan Allah Ta’ala mengabarkan bahwa dari semua jalan yang ada, hanya satu jalan yang bermuara kepada surga sementara jalan lainnya merupakan pintu-pintu untuk memasuki neraka jahannam.
Kenyataan ini diperparah bahwa ternyata pintu-pintu jahannam ini tidak dipampangkan begitu saja, akan tetapi ada dai-dai yang lahiriahnya mengajak kepada Islam akan tetapi hakikatnya dia mengajak kepada kemaksiatan dan bid’ah. Sehingga siapa saja yang menerima seruan dai semacam ini maka dai ini akan mendorong mereka untuk masuk ke dalam neraka, wal ‘iyadzu billah.
Akan tetapi bukan Islam namanya jika menyebutkan masalah tapi tidak menyebutkan solusinya. agar setiap muslim bisa selamat dari banyaknya jalan kesesatan dan bisa menempuh satu jalan yang benar tersebut. Solusinya adalah berpegang teguh dan senantiasa bersatu bersama keumuman kaum muslimin serta tetap mendengar dan taat kepada penguasa mereka ketika itu. Kalaupun ketika itu kaum muslimin tidak mempunyai pemimpin, maka yang Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak menganjurkan mereka untuk berebut kepemimpinan/REVOLUSI, akan tetapi beliau memerintahkan mereka untuk menjauhi semua sekte, kelompok, komunitas yang ada dan hanya beribadah kepada Allah Ta’ala di rumahnya tanpa berpihak atau condong kepada pihak manapun.
Sebagai tambahan, ketika Imam Ahmad ditanya tentang siapakah pemimpin dalam suatu negara? Maka beliau menjawab, “Dia adalah orang yang jika penduduk negeri tersebut ditanya siapa pemimpin mereka maka mereka akan menunjuk orang tersebut.” Maka dengan demikian pemimpin di setiap negara adalah kepala negaranya, batillah setiap kepemimpinan selainnya.
Hudzaifah bin Al-Yaman radhiallahu anhuma berkata:
كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا قَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ
“Orang-orang biasa bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang kebaikan sementara aku biasa bertanya kepada beliau tentang keburukan karena khawatir jangan-jangan aku terkena keburukan itu. Maka aku bertanya, “Wahai Rasulullah, dahulu kami dalam masa jahiliah dan keburukan, lantas Allah datang dengan membawa kebaikan ini, maka apakah setelah kebaikan ini akan ada keburukan lagi?” Nabi menjawab, “Ya.” Saya bertanya, “Apakah sesudah keburukan itu akan ada kebaikan lagi?” Beliau menjawab, “Ya, tapi ketika itu sudah ada kabut.” Saya bertanya, “Apa yang anda maksud dengan kabut itu?” Beliau menjawab, “Adanya sebuah kaum yang memberikan petunjuk dengan selain petunjuk yang aku bawa. Engkau kenal mereka namun pada saat yang sama engkau juga mengingkarinya.” Saya bertanya, “Adakah setelah kebaikan itu akan ada keburukan lagi?” Nabi menjawab, “Ya, yaitu adanya dai-dai yang menyeru menuju pintu jahannam. Siapa yang memenuhi seruan mereka, niscaya mereka akan menghempaskan orang itu ke dalam jahannam.” Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, tolong beritahukanlah kami tentang ciri-ciri mereka!” Nabi menjawab, “Mereka memiliki kulit seperti kulit kita, juga berbicara dengan bahasa kita.” Saya bertanya, “Lantas apa yang anda perintahkan kepada kami ketika kami menemui hari-hari seperti itu?” Nabi menjawab, “Hendaklah kamu selalu bersama jamaah kaum muslimin dan imam (pemimpin) mereka!” Aku bertanya, “Kalau pada waktu itu tidak ada jamaah kaum muslimin dan imam bagaimana?” Nabi menjawab, “Hendaklah kamu jauhi seluruh firqah (kelompok-kelompok) itu, sekalipun kamu menggigit akar-akar pohon hingga kematian merenggutmu dalam keadaan kamu tetap seperti itu.”
(HR. Al-Bukhari no. 7084 dan Muslim no. 1847)
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu dia berkata:
خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا ثُمَّ قَالَ هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ ثُمَّ خَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ هَذِهِ سُبُلٌ عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ ثُمَّ قَرَأَ: إِنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membuatkan kami satu garis kemudian beliau bersabda, 
“Ini adalah jalan Allah.” 
Kemudian beliau menggaris beberapa garis dari sebelah kanan dan sebelah kirinya, lalu beliau bersabda, “Ini adalah jalan-jalan, yang pada setiap jalan tersebut ada setan yang mengajak kepadanya.” 
Kemudian beliau membaca ayat, “Sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah ia, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu akan mencerai beraikan kalian dari jalan-Nya.”
(HR. Ahmad no. 4143 dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Al-Misykah: 1/59)
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. BERITA SUNNAH - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger