{قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ ويَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ، وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ}

Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ali ‘Imran:31)

Relakah Kamu Kehidupan Di Dunia Sebagai Ganti Kehidupan Di Akhirat?

Abu Fathan | 19:59 | 0 comments
Oleh Syaikh Shalâh al-Budair

Kaum Muslimin, rahimakumullâh!
Sungguh dunia itu hina dan fana, sedangkan akhirat itu mulia dan kekal. Itulah keterangan pasti yang terdapat al-Qur'an dan sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Alangkah beruntung orang yang mau mendengarkan nasehat-nasehat yang penuh makna dan mengena ini. Ia mendengarkannya dengan penuh konsentrasi, berusaha memahaminya, merenungkannya lalu berusaha merealisasikannya dengan perkataan dan perbuatannya.

Diantara nasehat itu adalah firman Allâh :

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ ۖ وَلَلدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ ۗ أَفَلَا تَعْقِلُونَ 

Dan kehidupan dunia ini tiada lain hanyalah main-main dan senda gurau belaka. dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu mau memahaminya? [Al-An'âm/6:32]

Juga firman-Nya

وَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَزِينَتُهَا ۚ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedangkan apa yang di sisi Allâh itu lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak mau memahaminya? [Al-Qhashas/28:60]

Juga firman-Nya:

اللَّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ ۚ وَفَرِحُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مَتَاعٌ

Allâh meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit). [Ar-Ra'du/13:26]

Juga firman-Nya:

أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الْآخِرَةِ ۚ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ

Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. [At-Taubah/9:38]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:

بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا ﴿١٦﴾ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ

Tetapi kamu (orang-orang kafir) lebih memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. [Al-A'lâ/87:16-17]

Dan masih banyak lagi ayat-ayat senada yang menjelaskan dan mengingatkan kita tentang hakikat dunia dan seluruh isinya. Semoga Allâh Azza wa Jalla memberikan hidayah taufiq-Nya kepada kita semua agar bisa memahaminya dan merealisasikannya dalam kehidupan kita di dunia ini.

Kaum Muslimin, rahimakumullâh! 
Dunia dan segala kenikmatannya ini akan pergi, akan sirna dan akan berakhir dengan cepat, berbeda dengan segala kenikmatan akhirat yang tidak pernah berakhir selama-lamanya.

Dalam sebuah hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan: 

وَاللهِّ مَا الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلاَّ مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ يَرْجِعُ؟

Demi Allâh! Dunia dibandingkan akhirat hanyalah seperti seseorang dari kalian yang mencelupkan salah satu jemarinya ke laut), maka lihatlah apa yang ada pada jarinya tersebut saat ia keluarkan dari laut! [HR. Muslim]

Dunia dan seluruh isinya ini seperti air yang menempel di jari setelah dicelupkan di lautan, sedangkan akhirat ibarat lautan yang sangat luas. 

Dalam hadits lain, dunia ini juga diibaratkan sebagai bangkai kambing yang cacat yang seandainya kambing yang cacat itu masih hidup, maka tidak ada seorang pun yang tertarik untuk memilikinya, lalu bagaimanakah jika kambing yang cacat sudah menjadi bangkai? Adakah orang yang sudi mengambil dan menyimpannya? 

Wahai jiwa yang lebih mendahulukan dunia dibandingkan akhiratnya, tidakkah kita mau berpikir tentang hakikat dunia ini?! 

Wahai hamba Allâh! 
Seandainya seluruh dunia beserta isinya berada dalam genggamanmu, dan ditambah dengan satu dunia lagi yang semisal dengan itu untukmu, maka apakah yang tersisa darinya untukmu jika maut datang menjemputmu?!

Wahai hamba Allâh!
Setiap hari selalu ada ibrah (pelajaran). Pada kematian yang kita saksikan atau pada berita kematian yang sampai ke telinga kita terdapat pengingat agar berhenti jika kita termasuk orang yang mau berhenti. 

Sampai kapan?... Sampai kapan?... Sampai kapan kita tidak bertakwa?...

Apakah kita menunggu dan berhadap ada dunia lain setelah dunia ini? Ataukah kita berharap dan berkeyakinan bahwa kita akan dikembalikan tapi tidak ke alam akhirat?! Sungguh itu adalah sesuatu yang tidak mungkin … akan tetapi kedua telinga telah tuli, keduanya tidak mau mendengar ayat-ayat … begitu juga hati, ia tidak peduli lagi dengan nasehat-nasehat.

Wahai hamba Allâh! 
Bergegaslah menyambut seruan dan perintah Rabbmu dan persiapkanlah bekal perjalanan akhiratmu! Bertaubatlah dari dosa-dosamu.

Alangkah rugi seseorang yang menjual kenikmatan surga dengan angan-angan dusta, dengan permainan-permainan yang menarik atau menukar surga dengan syahwat yang hina dan perbuatan-perbuatan tercela. 

Sungguh sangat merugi orang yang menyebabkan Allâh Azza wa Jalla murka kepada mereka serta menyia-nyiakan usia mereka dalam gelimangan dosa dan maksiat.

قُلْ إِنَّ الْخَاسِرِينَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ أَلَا ذَٰلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ 

Katakanlah, "Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat". ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. [Az-Zumar/39: 15]

Maka hendaklah kita memanfaat waktu yang tersisa untuk mempersiapkan bekal yang pasti kita butuhkan dalam kehidupan akhirat. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا ۚ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu akan memperoleh (balasan)nya di sisi Allâh sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allâh; Sesungguhnya Allâh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" [Al-Muzammil/73:20]

Kaum Muslimin, rahimakumullâh!
Sungguh sengsara orang yang setiap kali Allâh berikan karunia dan kenikmatan yang baru kepadanya, namun dia menggunakan kenikmatan dan karunia itu untuk berbuat dosa, pelanggaran dan maksiat.

Sungguh celaka orang yang semakin bertambah kekayaan dan hartanya, namun semakin bertambah pula penyimpangan dan kesesatannya.

Berbagai kenikmatan dan pemberian Allâh terus tercurah kepadanya .. ada yang berupaka makanan yang bisa menguatkan tubuhnya … ada berupa air yang bisa menghilangkan dahaganya … ada yang berwujud pakaian yang bisa menghiasi tubuhnya dan menutup auratnya … ada kenikmatan dalam bentuk rumah yang menaunginya dari terpaan hujan dan terik matahari yang menyengat juga melindunginya dari serangan hewan buas … ada juga kenikmatan dalam wujud pasangan yang setia memperhatikan dan menemaninya … juga nikmat dalam bentuk keamanan lingkungan dari berbagai hal … Meski begitu banyak nikmat yang Allâh Azza wa Jalla berikan kepadanya, namun dia terus berada dalam kubangan dosa, tidak mau lepas dan enggan meninggalkan berbagai perbuatan buruk dan maksiatnya. 

Sungguh sangat celaka yang seperti ini, karena bisa jadi berbagai kenikmatan dan kesenangan yang Allâh Azza wa Jalla karuniakan kepadanya merupakan salah bentuk istidrâj dan penangguhan dan penguluran siksa. Ingatlah firman Allâh Azza wa Jalla :

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِأَنْفُسِهِمْ ۚ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا ۚ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ

Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir itu menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka adzab yang menghinakan [Ali Imrân/3:178]

Dari Uqbah bin Amir Radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا رَأَيْتَ اللهَ يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا عَلَى مَعَاصِيْهِ مَا يُحِبُّ فَإِنَّمَا هُوَ اسْتِدْرَاجٌ 

Jika engkau melihat Allâh memberikan anugerah dunia kepada hamba-Nya apa yang ia sukai, sementara sang hamba tetap bermaksiat kepadaNya, maka sesungguhnya itu adalah istidrâj [HR. Ahmad]

Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allâh Azza wa Jalla 

فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّىٰ إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ

Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. [Al-An'am/6:44]

Ya Allâh! Karuniakanlah kepada kami taufik-Mu untuk menuju semua perkara yang Engkau ridhai! Jauhkanlah kami dari perbuatan-perbuatan maksiat!

Jadikanlah kami termasuk para hamba-Mu yang senantiasa takut dan bertakwa kepada-Mu, ya Rabbal 'alamin.

(Diangkat dari khutbah jum'at yang disampaikan oleh Syaikh Shalâh al-Budair di Masjid Nabawi pada tanggal 20 Shafar 1436 H dengan judul Matâ'ud Dunya Qalîl)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XVIII/1434H/2013M.]

Renungan Tentang Waktu

Abu Fathan | 22:49 | 0 comments
Waktu adalah salah satu nikmat yang agung dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala kepada manusia. Sudah sepantasnya manusia memanfaatkannya secara baik, efektif dan semaksimal mungkin untuk amal shalih. 

Allâh Ta’ala telah bersumpah dengan menyebut masa dalam firman-Nya:

وَالْعَصْرِ ﴿١﴾ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ ﴿٢﴾ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran. [al-‘Ashr/103:1-3].

Di dalam surat yang mulia ini Allâh Subhanahu wa Ta’ala bersumpah dengan masa, dan ini menunjukkan pentingnya masa. Sesungguhnya di dalam masa terdapat keajaiban-keajaiban. Di dalam masa terjadi kesenangan dan kesusahan, sehat dan sakit, kekayaan dan kemiskinan. Jika seseorang menyian-nyiakan umurnya, seratus tahun berbuat sia-sia, bahkan kemaksiatan belaka, kemudian ia bertaubat di akhir hayatnya, dengan taubat yang diterima, maka ia akan mendapatkan kebahagiaan sempurna sebagai balasannya, berada di dalam surga selama-lamanya. Dia betul-betul mengetahui bahwa waktu hidupnya yang paling berharga adalah sedikit masa taubatnya itu. Sesungguhnya masa merupakan anugerah Allâh Ta’ala, tidak ada cela padanya, manusia-lah yang tercela ketika tidak memanfaatkannya. 

PERINGATAN NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan pentingnya memanfaatkan waktu, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ 

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dua kenikmatan, kebanyakan manusia tertipu pada keduanya, (yaitu) kesehatan dan waktu luang”. [HR Bukhari, no. 5933].

Hadits yang mulia ini memberitakan bahwa waktu luang adalah nikmat yang besar dari Allâh Ta’ala, tetapi banyak manusia tertipu dan mendapatkan kerugian terhadap nikmat ini. 

Di antara bentuk kerugian ini adalah: 

1. Seseorang tidak mengisi waktu luangnya dengan bentuk yang paling sempurna. Seperti menyibukkan waktu luangnya dengan amalan yang kurang utama, padahal ia bisa mengisinya dengan amalan yang lebih utama. 

2. Dia tidak mengisi waktu luangnya dengan amalan-amalan yang utama, yang memiliki manfaat bagi agama atau dunianya. Namun kesibukkannya adalah dengan perkara-perkara mubah yang tidak berpahala. 

3. Dia mengisinya dengan perkara yang haram, ini adalah orang yang paling tertipu dan rugi. Karena ia menyia-nyiakan kesempatan memanfaatkan waktu dengan perkara yang bermanfaat. Tidak hanya itu, bahkan ia menyibukkan waktunya dengan perkara yang akan menggiringnya kepada hukuman Allâh di dunia dan di akhirat.

Urgensi waktu dan kewajiban menjaganya merupakan perkara yang disepakati oleh orang-orang yang berakal. Berikut adalah diantara point-point yang menunjukkan urgensi waktu. 

1. Waktu Adalah Modal Manusia. 
Imam al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata:

اِبْنَ آدَمَ إِنَّمَا أَنْتَ أَيَّامٌ كُلَّمَا ذَهَبَ يَوْمٌ ذَهَبَ بَعْضُكَ

Wahai Ibnu Adam (manusia), kamu itu hanyalah (kumpulan) hari-hari, tiap-tiap satu hari berlalu, hilang sebagian dirimu.[1] 

Diriwayatkan bahwa ‘Umar bin Abdul-‘Aziz rahimahullah berkata:

إِنَّ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ يَعْمَلَانِ فِيْكَ فَاعْمَلْ فِيْهِمَا

Sesungguhnya malam dan siang bekerja terhadapmu, maka beramalah pada malam dan siang itu.[2] 

2. Waktu Sangat Cepat Berlalu. 
Seseorang berkata kepada ‘Âmir bin Abdul-Qais rahimahullah, salah seorang tabi’i: “Berbicaralah kepadaku!” Dia menjawab: “Tahanlah jalannya matahari!” 

Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Aku tidak menyerupakan masa muda kecuali dengan sesuatu yang menempel di lengan bajuku, lalu jatuh”. 

Abul-Walid al-Bâji rahimahullah berkata: “Jika aku telah mengetahui dengan sangat yakin, bahwa seluruh hidupku di dunia ini seperti satu jam di akhirat, maka mengapa aku tidak bakhil dengan waktu hidupku (untuk melakukan perkara yang sia-sia, Pen.), dan hanya kujadikan hidupku di dalam kebaikan dan ketaatan".

3. Waktu Yang Berlalu Tidak Pernah Kembali. 
Abu Bakar ash-Shiddîq Radhiyallahu anhu berkata: 

إِنَّ لِلَّهِ حَقًّا بِالنَّهَارِ لَا يَقْبَلُهُ بِاللَّيْلِ، وَلِلَّهِ حَقٌّ بِاللَّيْلِ لَا يَقْبَلُهُ بِالنَّهَارِ 

Sesungguhnya Allâh memiliki hak pada waktu siang, Dia tidak akan menerimanya di waktu malam. Dan Allâh juga memiliki hak pada waktu malam, Dia tidak akan menerimanya di waktu siang. [Riwayat Ibnu Abi Syaibah, no. 37056].

Dengan demikian seharusnya seseorang bersegera melaksanakan tugasnya pada waktunya, dan tidak menumpuk tugas dan mengundurkannya sehingga akan memberatkan dirinya sendiri. Oleh karena itu waktu di sisi Salaf lebih mahal dari pada uang. Al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata:

أَدْرَكْتُ أَقْوَامًا كَانَ أَحَدُهُمْ أَشَحَّ عَلَى عُمْرِهِ مِنْهُ عَلَى دَرَاهِمِهِ وَدَنَانِيْرِهِ

Aku telah menemui orang-orang yang sangat bakhil terhadap umurnya daripada terhadap dirham dan dinarnya.[3] 

Sebagian penyair berkata:

وَالْوَقْتُ أَنْفَسُ مَا عَنَيْتَ بِحِفْظِهِ ... وَأَرَاهُ أَسْهَلَ مَا عَلَيْكَ يُضَيَّعُ

Waktu adalah perkara paling mahal yang perlu engkau perhatikan untuk dijaga, tetapi aku melihatnya paling mudah engkau menyia-nyiakannya.

4. Manusia tidak mengetahui kapan berakhirnya waktu yang diberikan untuknya.
Oleh karena itu Allâh Ta’ala banyak memerintahkan untuk bersegera dan berlomba dalam ketaatan. Demikian juga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar bersegera melaksanakan amal-amal shalih. Para ulama telah memperingatkan agar seseorang tidak menunda-nunda amalan. Al-Hasan berkata:

اِبْنَ آدَمَ إِيَّاكَ وَالتَّسْوِيْفَ فَإِنَّكَ بِيَوْمِكَ وَلَسْتَ بِغَدٍّ فَإِنْ يَكُنْ غَدٌّ لَكَ فَكُنْ فِي غَدٍّ كَمَا كُنْتَ فِيْ الْيَوْمَ وَإِلَّا يَكُنْ لَكَ لَمْ تَنْدَمْ عَلَى مَا فَرَّطْتَ فِيْ الْيَوْمِ 

Wahai anak Adam, janganlah engkau menunda-nunda (amalan-amalan), karena engkau memiliki kesempatan pada hari ini, adapun besok pagi belum tentu engkau memilikinya. Jika engkau bertemu besok hari, maka lakukanlah pada esok hari itu sebagaimana engkau lakukan pada hari ini. Jika engkau tidak bertemu esok hari, engkau tidak akan menyesali sikapmu yang menyia-nyiakan hari ini.[4] 

KENYATAAN MANUSIA DALAM MENYIKAPI WAKTU
Berikut adalah beberapa keadaan manusia dalam menyikapi waktu.

1. Orang-orang yang amalan shalih mereka lebih banyak daripada waktu mereka. 
Diriwayatkan bahwa Syaikh Jamaluddin al-Qâshimi rahimahullah melewati warung kopi. Dia melihat orang-orang yang mengunjungi warung kopi tenggelam dalam permainan kartu dan dadu, meminum berbagai minuman, mereka menghabiskan waktu yang lama. Maka Syaikh berkata, “Seandainya waktu bisa dibeli, sungguh pasti aku beli waktu mereka!” 

2. Orang-orang yang menghabiskan waktu mereka dalam mengejar perkara yang tidak berfaidah, baik berupa ilmu yang tidak bermanfaat, atau urusan-urusan dunia lainnya.

Imam Ibnul-Qayyim rahimahullah menyebutkan seorang laki-laki yang menghabiskan umurnya untuk mengumpulkan dan menumpuk harta. Ketika kematian mendatanginya, dikatakan kepadanya, “Katakanlah lâ ilâha illa Allâh,” namun ia tidak mengucapkannya, bahkan ia mulai mengucapkan, “Satu kain harganya 5 dirham, satu kain harganya 10 dirham, ini kain bagus”. Dia selalu dalam keadaan demikian sampai ruhnya keluar. 

3. Orang-orang yang tidak mengetahui apa yang harus mereka lakukan terhadap waktu. 
Seorang ulama zaman dahulu berkata: 

Aku telah melihat kebanyakan orang menghabiskan waktu dengan cara yang aneh. Jika malam panjang, mereka habiskan untuk pembicaraan yang tidak bermanfaat, atau membaca buku percintaan dan begadang. Jika waktu siang panjang, mereka habiskan untuk tidur. Sedangkan pada waktu pagi dan sore, mereka di pinggir sungai Dajlah, atau di pasar-pasar. Aku ibaratkan mereka itu dengan orang-orang yang berbincang-bincang di atas kapal, kapal itu terus berjalan membawa mereka dan berita mereka. Aku telah melihat banyak orang yang tidak memahami arti kehidupan. 

Di antara mereka, ada orang yang telah diberi kecukupan oleh Allâh Azza wa Jalla , ia tidak butuh bekerja karena hartanya yang sudah banyak, namun kebanyakan waktunya padai siang hari ia habiskan dengan nongkrong di pasar (kalau zaman sekarang di mall dan sebagainya, Pen.) melihat orang-orang (yang lewat). Alangkah banyaknya keburukan dan kemungkaran yang melewatinya.

Di antara mereka ada yang menyendiri bermain catur. Di antara mereka ada yang menghabiskan waktu dengan kisah-kisah kejadian tentang raja-raja, tentang harga yang melonjak dan turun, dan lainnya.

Maka aku mengetahui bahwa Allâh tidak memperlihatkan urgensi umur dan kadar waktu kesehatan kecuali kepada orang-orang yang Allâh berikan taufiq dan bimbingan untuk memanfaatkannya. Allâh berfirman:

وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ


Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar. [Fushilat/41:35].

Adapun yang menjadi penyebab perbedaan keadaan manusia dalam menyikapi waktu, kembali kepada tiga perkara berikut.

1. Sebab pertama, tidak menetapkan tujuan hidup. Oleh karena itu, seorang muslim wajib mengetahui bahwa tujuan Allâh menciptakannya adalah untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ 

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. [adz-Dzariyat/51:56].

Dia harus mengetahui bahwa dunia ini adalah tempat beramal, bukan tempat santai dan main-main, sebagaimana firman-Nya:

أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ 

Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? [al-Mukminun/23:115].

Dunia adalah sawah ladang akhirat. Jika engkau menanam kebaikan di dunia ini, maka engkau akan memetik kenikmatan abadi di akhirat nanti. Jika engkau menanam keburukan di dunia ini, maka engkau akan memetik siksaan pedih di akhirat nanti.

Namun demikian, ini bukan berarti manusia tidak boleh bersenang-senang dengan perkara yang Allâh ijinkan di dunia ini, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي

Demi Allâh, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut dan paling takwa di antara kamu kepada Allâh, tetapi aku berpuasa dan berbuka, shalat (malam) dan tidur, dan aku menikahi wanita-wanita. Barangsiapa membenci sunnahku, maka ia bukan dariku. [HR al-Bukhari, no. 4776; Muslim, no. 1401]

2. Sebab kedua, bodoh terhadap nilai dan urgensi waktu.
3. Sebab ketiga, lemahnya kehendak dan tekad. 

Banyak orang mengetahui nilai dan urgensi waktu, dan mengetahui perkara-perkara bermanfaat yang seharusnya dilakukan untuk mengisi waktu, tetapi karena lemahnya kehendak dan tekad, mereka tidak melakukannya. Maka seorang muslim wajib mengobati perkara ini dan bersegera serta berlomba melaksanakan amalan-amalan shalih, serta memohon pertolongan kepada Allâh Ta’ala, kemudian bergabung dengan kawan-kawan yang shalih.

Jika kita benar-benar mengerti tujuan hidup, dan kita benar-benar memahami nilai waktu, maka seharusnya kita isi waktu kita dengan perkara yang akan menjadikan ridha Penguasa kita, Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Semoga Allâh selalu membimbing kita di atas jalan yang lurus. Âmîn. 

Oleh Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03-04/Tahun XVII/1434H/2013M.]
________
Footnote
[1]. Riwayat Abu Nu’aim dalam Hilyatul-Auliya`. Perkataan ini juga diriwayatkan al-Baihaqi dalam Syu’abul- Iman, dari Abud Darda’ Radhiyallahu anhu 
[2]. Kitab Rabi’ul-Abrar, hlm. 305.
[3]. Disebutkan dalam kitab Taqrib Zuhd Ibnul-Mubarok, 1/28.
[4]. Taqrib Zuhd IbnulMubarok, 1/28.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. BERITA SUNNAH - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger