{قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ ويَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ، وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ}

Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ali ‘Imran:31)

Berdusta Atas Nama Allah dan Rasul-Nya

Abu Fathan | 07:39 | 0 comments
👎Ucapan Allah berfirman " Barang siapa yang mengingatkan tahun baru islam kepada saudara semuslimnya Maka api neraka Diharamkan menyentuh nya......."

👎Adanya tuntunan amalan yg di sandarkan kpd Tahun Baru Hijriyah.. Baik secara lisan atau tulisan bahkan diantaranya..

👉 Doa Awal Tahun...
👉 Dzikir Awal Tahun..
👉 Puasa Awal Tahun..
👉 Tahajjud Awal Tahun...
👉 Berkumpul Dan Muhasabah Malam th baru. (MABIT)

🏵️ Ancaman Berdusta Atas Nama Alloh

📚Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِآيَاتِهِ ۗ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ

Dan siapakah yang lebih zhalim/aniaya daripada orang yang membuat-buat suatu kedustaan terhadap Allâh, atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang yang aniaya itu tidak mendapat keberuntungan. [Al-An’âm/6: 21], [Al-‘Ankabût/29: 68]

📚Allâh Azza wa Jalla berfirman:

قُلْ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ ﴿٦٩﴾ مَتَاعٌ فِي الدُّنْيَا ثُمَّ إِلَيْنَا مَرْجِعُهُمْ ثُمَّ نُذِيقُهُمُ الْعَذَابَ الشَّدِيدَ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ

Katakanlah: “Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allâh tidak beruntung”. (Bagi mereka) kesenangan (sementara) di dunia, kemudian kepada Kami-lah mereka kembali, kemudian Kami rasakan kepada mereka siksa yang berat, disebabkan kekafiran mereka. “[Yûnus/10: 69-70]

📚Allâh Azza wa Jalla memberitakan:

وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا ۗ قُلْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ ۖ أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: “Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allâh menyuruh kami mengerjakannya.” Katakanlah: “Sesungguhnya Allâh tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji. Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allâh apa yang tidak kamu ketahui?” [Al-A’râf/7: 28]

🏵️ Ancaman Berdusta Atas Nama Rosululloh

عَنْ الْمُغِيرَةِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
📚Dari al-Mughirah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya berdusta atasku tidak seperti berdusta atas orang yang lain. Barangsiapa berdusta atasku dengan sengaja, maka hendaklah dia mengambil tempat tinggalnya di neraka”. [HR. Al-Bukhâri, no. 1229]

✍️ Sedangkan orang yang berdusta atas nama-Nya, dengan sengaja telah memasukkan ke dalam agama Allâh suatu perkara yang bukan dari agama Islam, dan dia menganggap bahwa membenarkan berita tersebut dan melaksanakannya, karena itu merupakan bagian agama Allâh, padahal dia tahu itu bukan bagian dari agama Allâh. Menambahkan (sesuatu) ke dalam agama sama hukumnya dengan mengurangi (sesuatu) darinya. Dan tidak ada bedanya orang yang mendustakan satu ayat al-Qur’ân, atau sengaja menambahkan satu kalimat yang dia katakan sebagai surat dari al-Qur’ân.

🌷 Semoga dengan mengetahui semua ini, kita semakin berhati-hati, agar tidak terjebak dalam perbuatan berdusta atas nama Allâh sehingga akan mendapatkan kebinasaan. Kita memohon bimbingan kebaikan dan perlindungan kepada Allâh Azza wa Jalla dari semua bentuk penyimpangan. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar doa dan berkuasa mengabulkannya.

Mewujudkan Ittiba'

Abu Fathan | 00:59 | 0 comments

Ittiba’ tidak akan terwujud kecuali jika amalan sesuai dengan syariat di dalam enam perkara yaitu:


  1. Sebab. Jika seseorang beribadah kepada Allah Ta’ala dengan satu ibadah yang disertai dengan sebab yang tidak syar’i maka ibadah ini tertolak kepada pelakunya. Contohnya, menghidupkan malam ke duapuluh tujuh bulan Rajab dengan shalat tahajjud, dengan anggapan bahwa malam itu adalah malam isra’ mi’raj. Maka shalat tahajjud pada asalnya adalah ibadah, namun ketika dikaitkan dengan sebab ini, maka menjadi bid’ah karena dibangun di atas sebab yang tidak ditetapkan secara syar’i.
  2. Jenis. Jika seseorang beribadah kepada Allah Ta’ala dengan suatu ibadah yang jenisnya tidak disyariatkan, maka ibadah itu tidak diterima. Contohnya, menyembelih kuda sebagai hewan kurban. Karena hewan kurban hanya dari jenis binatang ternak onta, sapi dan kambing.
  3. Ukuran. Seandainya ada seseorang yang ingin menambah satu shalat sebagai shalat wajib atau menambah satu raka’at dalam shalat wajib, maka amalannya ini adalah bid’ah dan tertolak. Karena amalan (shalat) itu menyelisihi syari’at di dalam ukuran dan bilangannya.
  4. Tata cara. Jika seseorang membolak-balik wudhu dan shalat, maka wudhu dan shalatnya tidak akan sah. Karena amalannya menyelisihi syari’at di dalam kaifiyah (tatacara).
  5. Waktu. Seandainya seseorang menyembelih hewan kurban di bulan Rajab atau puasa Ramadhan di bulan syawwal atau wukuf di Arafah pada tanggal sembilan Dzulqa’idah, maka itu semua tidak akan sah karena menyelisihi syari’at di dalam waktu.
  6. Tempat. Jika seseorang melakukan i’tikaf di rumahnya, tidak di masjid atau dia wukuf pada tanggal sembilan Dzulhijjah di Muzdalifah, maka hal itu tidak sah karena menyelisihi syari’at di dalam tempat.

Perbaikan Keadaan Umat Urgensi Dan Cara Mewujudkannya

Abu Fathan | 11:12 | 0 comments
Sesungguhnya perbaikan keadaan umat merupakan tujuan agung yang diinginkan dan dicari setiap orang, akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah dengan apa perbaikan itu direalisasikan?

Ada banyak sistem yang telah ditempuh dan hasilnya pun berbeda-beda. Banyak orang berasumsi bahwa faktor yang bisa mewujudkan perbaikan di tengah masyarakat itu adalah dengan memberikan apa yang mereka kehendaki di dunia ini. Mereka menyebutnya sistem demokrasi. Artinya, masyarakat dibiarkan dan diberi kebebasan untuk mengatur diri mereka sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Di tengah masyarakat seperti ini, syariat Allâh Azza wa Jalla tidak dijadikan sebagai sumber hukum, padahal Allâh Azza wa Jalla yang telah menciptakan mereka dan maha mengetahui segala yang bisa mendatangkan kebaikan bagi mereka. Masing-masing berjalan sesuai dengan keinginan dan kecenderungan mereka.

Realitanya, ini tidak akan bisa mewujudkan perbaikan. Sebab, keinginan-keinginan dan hobi-hobi masing-masing individu itu beragam dan berbeda-berbeda, sehingga akibat dari membierikan kebebasan ini adalah munculnya berbagai kerusakan. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ ۚ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ

Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka (al-Quran yang bisa menjadi) kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. [Al-Mukminûn/23:71]

Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla tidak menyerahkan urusan manusia kepada keinginan-keinginan dan kemauan-kemauan mereka. Namun, untuk kebaikan manusia, Allâh Azza wa Jalla telah menggariskan bagi mereka jalan untuk mereka pijaki dalam kehidupan mereka. Jalan yang digariskan itu adalah ajaran yang dibawa para rasul yang Allâh Azza wa Jalla utus dan ajaran dalam kitab-kitab suci-Nya yang Allâh Azza wa Jalla turunkan.

Jadi, semua syariat yang datang dari langit (syari’at samawiyah), jika diikuti dan diamalkan pada masanya pasti akan mewujudkan perbaikan selama ajaran-ajaran itu tidak dinaskh (dirubah), sampai akhirnya datang syariat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Syari’at yang Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bawa mengganti semua ajaran-ajaran syariat sebelumnya dan memuat semua yang bisa mewujudkan kemaslahatan umat manusia sampai hari Kiamat datang.

Tidak ada kebaikan yang hakiki dan perbaikan yang pasti kecuali hanya dengan mengikuti syariat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjadikannya sebagai landasan hukum. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Wahai orang-orang beriman! Taatilah Allâh dan taatilah Rasul(-Nya) dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allâh (al-Qur`an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allâh dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. [An-Nisa:4/59]

Allâh Azza wa Jalla menyebutkan bahwa mengikuti ajaran syariat-Nya sebagai bentuk perbaikan sedangkan penentangan terhadap syariat-Nya disebut sebagai tindakan perusakan. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allâh) memperbaikinya [Al-A’raf/7:56]

Barangsiapa ingin melakukan perbaikan di muka bumi, maka caranya adalah mengikut syariat Allâh Azza wa Jalla , sebaliknya adalah melanggar ketentuan syariat-Nya berarti melakukan pengerusakan.

Allâh Azza wa Jalla telah memperbaiki keadaan permukaan bumi dengan mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab suci. Jika umat manusia mengikuti para rasul dan melaksanakan kandungan Kitabullah, maka bumi mereka akan menjadi baik. Namun jika mereka bersikap sebaliknya, berarti mereka telah melakukan kerusakan di muka bumi, meskipun mereka mengklaim sedang melakukan perbaikan, sebagaimana Allâh Azza wa Jalla berfirman tentang orang-orang munafik:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ ﴿١١﴾ أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَٰكِنْ لَا يَشْعُرُونَ

Dan bila dikatakan kepada mereka, “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab, “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. [Al-Baqarah/2:11-12].

Memperbaiki keadaan umat dengan mematuhi syariat Allâh Azza wa Jalla menjadi jaminan keselamatan dari kehancuran. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَىٰ بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ

Dan Rabbmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zhalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan [Hûd/11:117]

Cara perbaikan di muka bumi hanya akan terealisasi dengan menjadikan syariat Allâh Azza wa Jalla sebagai sumber hukum, mendirikan shalat, memberikan zakat, menegakkan hukum had, menghidupkan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ ﴿٤٠﴾ الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ

Sesungguhnya Allâh pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allâh benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. . (yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. [Al-Hajj/22:40-41]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

لَحَدٌّ يُقَامُ فِي اْلأَرْضِ خَيْــرٌ لَهَا مِنْ أَنْ تُمْطِرَ أَرْبَعِيْنَ صَبَاحًا

Satu hukum pidana yang ditegakkan di muka bumi lebih baik daripada hujan yang turun selama 40 pagi [HR. An-Nasa’i, no. 4904; Ibnu Mâjah, no. 2538. Lihat Shahîh al-Jâmi’, no. 3130]

Inilah bentuk perbaikan terhadap bumi dan perbaikan bagi penduduk bumi, sementara perbuatan yang berlawanan dengannya merupakan bentuk perusakan terhadap bumi dan orang-orang yang ada di permukaannya. Meskipun, orang-orang mengklaim itu merupakan bentuk pengembangan dan perbaikan bumi. Ini berarti termasuk penipuan public. Mereka menamakan sesuatu dengan nama lawannya. Alangkah miripnya malam ini dengan malam kemarin. Kaum munafik zaman ini sama dengan kaum munafik masa dahulu. Mereka meneriakkan perbaikan, dan mengklaim bahwa perbaikan keadaan umat Islam itu dengan mengikuti hukum-hukum orang kafir dan melumpuhkan ajaran syariat Islam.

Akan tetapi, Allâh Azza wa Jalla berfirman

يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلَّا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ ﴿٣٢﴾ هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allâh dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allâh tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayanya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai. [At-Taubah/9:32-33].

Dan sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Darul Hijrah (Imam Madinah) yaitu Mâlik bin Anas rahimahullah :

لَا يَصْلُحُ آخِرُ هَذِهِ اْلأُمَّةِ إِلَّا مَا أَصْلَحَ أَوَّلَـــــهَا

Akhir umat ini tidak menjadi baik kecuali dengan ajaran yang telah memperbaiki awalnya.

Sebelum syariat Islam datang, umat manusia berada dalam kesesatan nyata. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَاذْكُرُوا إِذْ أَنْتُمْ قَلِيلٌ مُسْتَضْعَفُونَ فِي الْأَرْضِ تَخَافُونَ أَنْ يَتَخَطَّفَكُمُ النَّاسُ فَآوَاكُمْ وَأَيَّدَكُمْ بِنَصْرِهِ وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Dan ingatlah (hai para muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di muka bumi (Makkah), kamu takut orang-orang (Makkah) akan menculik kamu, maka Allâh memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur. [Al-Anfâl/8:26]

Mungkin akan ada orang yang mengatakan, “Apakah kita akan mengabaikan dan membuang segala yang dimiliki oleh orang-orang kafir?” Pertanyaan ini kita jawab, “Hal-hal duniawi yang bermanfaat dari orang-orang kafir seperti produk-produk ciptaan mereka, hasil-hasil industri, eksperimen-eksperiman mereka yang bermanfaat, Allâh Azza wa Jalla memperbolehkan kita untuk mengambil dan memanfaatkannya setelah kita membelinya dengan uang kita. Ini sebenarnya, Allâh ciptakan bagi kita. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ ۚ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Katakanlah, “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allâh yang telah dikeluarkan-Nya untuk para hamba-Nya dan (siapakah pulalah yang mengharamkan) rezeki yang baik? Katakanlah, “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat.” Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang Mengetahui. [Al-A’raf/7:32]

Yang terlarang ialah mengadopsi undang-undang mereka yang bertentangan dengan agama dan akidah kita, lalu kita menjauh dari ajaran syariat suci dan agama lurus yang telah Allâh Azza wa Jalla berikan kepada kita, maka kita akan merugi dengan sebenar-benarnya kerugian.

Syaikh Shalih Fauzan al-Fauzan hafizhahullah[1]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XX/1437H/2016M.]
_______
Footnote
[1] Al-Bayân li Akhthâ’I Ba’dhil Kuttâb, 3/139-141
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. BERITA SUNNAH - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger