Dalam hadits qudsi, dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, diriwayatkan dari Allah Ta’ala,
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ
“Sesungguhnya Allah mencatat berbagai kejelekan dan kebaikan lalu Dia menjelaskannya. Barangsiapa yang bertekad untuk melakukan kebaikan lantas tidak bisa terlaksana, maka Allah catat baginya satu kebaikan yang sempurna. Jika ia bertekad lantas bisa ia penuhi dengan melakukannya, maka Allah mencatat baginya 10 kebaikan hingga 700 kali lipatnya sampai lipatan yang banyak.” (HR. Bukhari no. 6491 dan Muslim no. 130)
Ibnu Rajab Al Hambali berkata, “Yang dimaksud ‘hamm’ (bertekad) dalam hadits di atas adalah bertekad kuat yaitu bersemangat ingin melakukan amalan tersebut. Jadi niatan tersebut bukan hanya angan-angan yang jadi pudar tanpa ada tekad dan semangat.”(Jaami’ul Ulum wal Hikam, 2: 319)
Perihal bertekad dalam beramal di sini, kita dapat melihat pada hadits lainnya,
مَنْ سَأَلَ اللَّهَ الشَّهَادَةَ بِصِدْقٍ بَلَّغَهُ اللَّهُ مَنَازِلَ الشُّهَدَاءِ وَإِنْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ
“Barangsiapa yang berdo’a pada Allah dengan jujur agar bisa mati syahid, maka Allah akan memberinya kedudukan syahid walau nanti matinya di atas ranjangnya.” (HR. Muslim no. 1908).
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengabarkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنِ امْرِئٍ تَكُونُ لَهُ صَلاَةٌ بِلَيْلٍ فَغَلَبَهُ عَلَيْهَا نَوْمٌ إِلاَّ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ أَجْرَ صَلاَتِهِ وَكَانَ نَوْمُهُ صَدَقَةً عَلَيْهِ
“Tidaklah seseorang bertekad untuk bangun melaksanakan shalat malam, namun ketiduran mengalahkannya, maka Allah tetap mencatat pahala shalat malam untuknya dan tidurnya tadi dianggap sebagai sedekah untuknya.” (HR. An Nasai no. 1784, shahih menurut Syaikh Al Albani).
Abud Darda’ berkata, “Barangsiapa mendatangi ranjangnya, lantas ia berniat ingin shalat malam. Sayangnya, tidur telah mengalahkannya hingga ia bangun ketika shubuh, maka akan dicatat sebagai kebaikan apa yang ia niatkan.” (HR. Ibnu Majah secara marfu’. Ad Daruquthni berkata bahwa hadits ini mawquf. Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 319). Perkataan Abud Darda’ ini semakna dengan hadits ‘Aisyah di atas.
Sa’id bin Al Musayyib berkata, “Barangsiapa bertekad melaksanakan shalat, puasa, haji, umrah atau berjihad, lantas ia terhalangi melakukannya, maka Allah akan mencatat apa yang ia niatkan.”
Abu ‘Imran Al Juwani berkata, “Malaikat pernah berseru: catatlah bagi si fulan amalan ini dan itu.” Lantas ia berkata, “Wahai Rabbku, sesungguhnya si fulan tidak beramal apa-apa.” Lantas dijawab, “Ia mendapatkan yang ia niatkan (tekadkan).”
Ulama salaf berkata, “Bertekad untuk melakukan kebaikan sudah seperti orang yang melakukannya.”
Hadits berikut pun bisa jadi renungan bahwasanya setiap orang akan mendapatkan yang ia niatkan walau ia tidak sampai beramal asal sudah punya tekad yang kuat untuk beramal. Dari Abu Kabsyah Al Anmariy, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الدُّنْيَا لأَرْبَعَةِ نَفَرٍ عَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالاً وَعِلْمًا فَهُوَ يَتَّقِى فِيهِ رَبَّهُ وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَيَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ عِلْمًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالاً فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِى مَالاً لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلاَنٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالاً وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا فَهُوَ يَخْبِطُ فِى مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لاَ يَتَّقِى فِيهِ رَبَّهُ وَلاَ يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَلاَ يَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَخْبَثِ الْمَنَازِلِ وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللَّهُ مَالاً وَلاَ عِلْمًا فَهُوَ يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِى مَالاً لَعَمِلْتُ فِيهِ بِعَمَلِ فُلاَنٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ
“Dunia telah diberikan pada empat orang:
Orang pertama, diberikan rizki dan ilmu oleh Allah. Ia kemudian bertakwa dengan harta tadi kepada-Nya, menjalin hubungan dengan kerabatnya, dan ia pun tahu kewajiban yang ia mesti tunaikan pada Allah. Inilah sebaik-baik kedudukan.
Orang kedua, diberikan ilmu oleh Allah namun tidak diberi rizki berupa harta oleh Allah. Akan tetapi ia punya niat yang kuat (tekad) sembari berujar, ‘Seandainya aku memiliki harta, aku akan beramal seperti si fulan.’ Orang ini akan mendapatkan yang ia niatkan. Pahalanya pun sama dengan orang yang pertama.
Orang ketiga, diberikan rizki oleh Allah berupa harta namun tidak diberikan ilmu. Ia akhirnya menyia-nyiakan hartanya tanpa dasar ilmu, ia pun tidak bertakwa dengan harta tadi pada Rabbnya dan ia juga tidak mengetahui kewajiban yang mesti ia lakukan pada Allah. Orang ini menempati sejelek-jelek kedudukan.
Orang keempat, tidak diberikan rizki oleh Allah berupa harta maupun ilmu. Dan ia pun berujar, ‘Seandainya aku memiliki harta, maka aku akan berfoya-foya dengannya.’ Orang ini akan mendapatkan yang ia niatkan. Dosanya pun sama dengan orang ketiga.” (HR. Tirmidzi no. 2325, shahih kata Syaikh Al Albani).
Moga pelajaran ini begitu berharga. Dengan niatan saja, bisa bernilai kebaikan. Namun ingat sekali lagi, niatan di sini adalah tekad bukan angan-angan. Sehingga 1000 angan-angan tidaklah bermanfaat karena tidak ada realisasi atau tidak ada langkah menuju kepada kebaikan. Berbeda halnya dengan tekad dalam kebaikan, pasti ada persiapan dan langkah yang ingin ditempuh. Silakan kembali memperhatikan penjelasan Ibnu Rajab di atas.
Semoga Allah memberikan kita semangat untuk dapat terus beramal sholih sepanjang hayat. Wallahu waliyyut taufiq.
sumber : rumaysho
0 comments:
Post a Comment