(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Ishaq al-Atsariyah)
Allah menciptakan makhluk-Nya untuk selalu taat kepada-Nya, dalam keadaan Dia tidak butuh kepada apa pun dan siapa pun1, baik itu makhluk yang disebut malaikat, jin, maupun manusia.2
Dari tiga jenis makhluk yang disebutkan ini, jenis malaikat tidaklah diberi bagian untuk durhaka kepada-Nya, karena malaikat adalah makhluk yang diciptakan untuk senantiasa taat, tunduk, patuh, dan selalu beribadah kepada-Nya, sebagaimana Allah l sifatkan mereka dalam al-Qur’an,
“Mereka tidak pernah bermaksiat kepada Allah dalam apa yang Allah perintahkan kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (at-Tahrim: 6)
Tertinggal dua jenis makhluk yang dari keduanyalah terjadi kedurhakaan dan kemaksiatan kepada Rabbul Alamin, manusia dan jin. Memang kepada keduanyalah dibebankan taklif, beban-beban syariat, yang bila keduanya mau menjalankannya dengan baik selama hidup di dunia, kelak akan beroleh kenikmatan abadi yang tiada tara. Sebaliknya, apabila keduanya enggan, kesengsaraan dan derita tiada terperi telah menanti.
Manusia dan jin, Allah l ciptakan secara syar’i untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana dalam Tanzil-Nya yang agung,
“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat: 56)
Di antara manusia dan jin ada yang menjadi hamba Allah l yang taat, namun lebih banyak lagi yang durhaka dengan kehendak dan hikmah Allah l yang agung serta keadilan-Nya.
Kedurhakaan dan kemaksiatan yang diperbuat dua makhluk yang diistilahkan tsaqalain (dua yang berat) ini terus saja terjadi di muka bumi. Banyak dan tiada terhitung pelanggaran yang mereka lakukan. Namun disebutkan pokok atau awal dari kesalahan makhluk itu ada tiga: ambisi, hasad/iri dengki, dan kibr/sombong3.
1. Ambisi
Merasa tidak puas dengan apa yang telah diperoleh dan terus ingin menambah dan menambah.
Karena sifat inilah, dengan kehendak Allah l dan hikmah-Nya, bapak kita Adam q dikeluarkan dari jannah (surga) untuk kemudian turun ke bumi sebagai negeri yang memang telah dipersiapkan untuk dihuni bangsa manusia4.
Iblis yang menyimpan dendam kesumat kepada Adam q berusaha menggelincirkan Adam dan Hawa dengan tipu muslihatnya, tatkala ia melihat ambisi Adam untuk tetap abadi di surga guna terus merasakan kenikmatan tiada tara. Sebelumnya Allah l telah bertitah kepada Adam q,
Dan Kami berfirman, “Wahai Adam, tinggallah kamu dan istrimu di surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kalian berdua sukai, namun janganlah kalian berdua mendekati pohon ini, yang menyebabkan kalian berdua termasuk orang-orang yang zalim.” (al-Baqarah: 35)
Maka Kami berkata, “Wahai Adam, sesungguhnya Iblis ini adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kalian berdua dari surga, yang menyebabkan kamu celaka. Sungguh di dalam surga ini kamu tidak akan kelaparan dan tidak akan telanjang.” (Thaha: 117—118)
Iblis, nenek moyang para setan, pun melancarkan makar busuknya terhadap kedua bapak dan ibunya manusia ini.
Maka setan membisikkan pikiran jelek kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu aurat keduanya. Setan berkata, “Rabb kalian berdua tidaklah melarang kalian dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kalian berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal di dalam surga. “ (al-A’raf: 20)
Kemudian setan membisikkan pikiran jelek kepada Adam, dengan berkata, “Wahai Adam, maukah aku tunjukkan kepadamu pohon khuldi5 (pohon kekekalan) dan kerajaan yang tidak akan binasa?” (Thaha: 120)
Pada akhirnya, karena ambisi ingin kekal di dalam surga jatuhlah Adam dalam tipu daya setan.
Maka setan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah dari pohon terlarang itu, tampaklah bagi keduanya aurat keduanya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Rabb keduanya menyeru, “Bukankah Aku telah melarang kalian berdua dari pohon itu dan Aku katakan kepada kalian berdua, ‘Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian berdua?’.” (al-A’raf: 22)
Karena kesalahan tersebut, Adam dan Hawa akhirnya diturunkan ke bumi, tidak lagi menghuni surga nan bergelimang kenikmatan, setelah Allah l menerima taubat keduanya.
2. Hasad atau Dengki
Hasad adalah tidak suka terhadap nikmat yang Allah l berikan kepada orang lain, sama saja apakah disertai keinginan hilangnya nikmat tersebut dari orang yang didengki ataupun tidak, demikian disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t.
Karena sifat buruk ini, terjadilah permusuhan di antara dua putra Adam. Tatkala keduanya mempersembahkan kurban sebagai amalan taqarrub kepada Rabbul Alamin, hanya kurban salah satunya yang diterima, sementara itu yang satu lagi ditolak. Irilah anak Adam yang ditolak kurbannya terhadap saudaranya sehingga akhirnya ia tega membunuhnya. Terjadilah pembunuhan pertama di muka bumi. Akibat sifat apa? Ya, iri dengki atau hasad.
Allah l mengabadikan kisah pembunuhan tersebut dalam Tanzil-Nya,
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang mereka dan tidak diterima dari yang lain. Yang tidak diterima berkata, “Aku pasti akan membunuhmu!” Berkata yang diterima kurbannya, “Sungguh Allah hanya menerima kurban dari orang-orang yang bertakwa. Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta alam. Sungguh aku ingin agar kamu kembali dengan membawa dosamembunuhku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim.” Maka hawa nafsu yang tidak diterima kurbannya menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah saudaranya maka jadilah dia seorang di antara orang-orang yang merugi. (al-Maidah: 27—30)
Hasad juga merupakan perangai musuh kita al-maghdhubi ‘alaihim, yaitu orang-orang Yahudi, yang dalam shalat saat membaca al-Fatihah kita selalu berlindung dari mengikuti jalan mereka. Allah l berfirman tentang Yahudi,
“Apakah mereka hasad terhadap manusia atas nikmat keutamaan yang Allah berikan kepadanya?” (an-Nisa: 54)
Ketika kita dapati perasaan hasad ini dalam hati kita maka tahanlah lisan dan perbuatan kita, jangan kita munculkan apa yang tersimpan dalam dada. Berusahalah menghilangkan rasa tidak suka tersebut. Berdoalah agar Allah menambahkan keutamaan-Nya kepadanya (orang yang didengki) dan Dia memberimu sesuatu yang lebih utama darinya.
3. Sombong
Rasulullah n menerangkan tentang kibr atau sombong dengan sabdanya,
الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” (HR. Muslim)
Karena kesombongan, Iblis jatuh dalam kekafiran. Kisahnya, tatkala Allah l memerintahkan para malaikat dan ikut bergabung bersama mereka si Iblis6, untuk sujud penghormatan kepada Adam, maka seluruh malaikat sujud sebagai kepatuhan terhadap perintah Allah l. Namun Iblis enggan, dengan congkaknya ia menolak, beralasan ia lebih baik daripada Adam karena ia diciptakan dari api sedangkan Adam dari tanah. Murkalah Rabbul Alamin kepadanya dan diusirlah dia dari surga.
Allah l berfirman menceritakan kesombongan Iblis,
Dan ingatlah ketika Kami berkata kepada para malaikat, “Sujudlah kalian sebagai penghormatan kepada Adam!” Maka mereka semua sujud, kecuali Iblis, dia enggan dan sombong, dan jadilah dia termasuk orang-orang kafir. (al-Baqarah: 34)
Al-Hafizh Ibnu Katsir t mengatakan bahwa Iblis musuh Allah l hasad kepada Adam q dengan kemuliaan yang Allah l berikan kepada Adam. Ia mengatakan dirinya dari api lebih baik daripada Adam yang diciptakan dari tanah. Jadilah kesombongan sebagai awal dosa yang diperbuat oleh makhluk.
Rasulullah n telah mengancam orang yang sombong dalam sabdanya:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
“Tidak akan masuk surga orang yang di hatinya ada kesombongan walau seberat semut yang kecil.” (HR. Muslim)
Maka hendaklah kita membuang rasa sombong ini dari hati kita dengan cepat menerima kebenaran, sesuai ataupun tidak dengan hawa nafsu kita, dan hargailah hamba-hamba Allah l, jangan mengangkat diri di hadapan mereka, namun tawadhu’lah.
Demikianlah keburukan sifat terlalu ambisi, hasad, dan sombong. Semuanya akan menjerumuskan pemiliknya ke dalam jurang kesengsaraan, maka berhati-hatilah darinya!
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Referensi
• al-Qur’anul Karim
• al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, al-Imam an-Nawawi, cet. Darul Ma’rifah, Bairut.
• at-Ta’shil fi Thalabil ‘Ilm, asy-Syaikh Muhammad ibn Umar ibn Salim Bazmul, cet. Dar al-Imam Ahmad, Kairo.
• Fathul Majid Syarhu Kitabit Tauhid, asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alusy Syaikh, cet. Dar ‘Alamil Kutub, Riyadh.
• Kitabul ‘Ilm, Fadhilatusy Syaikh Ibnu Utsaimin, cet. Dar ats-Tsurayya lin Nasyr, Riyadh.
• Syarhus Sunnah lil Muzani, Fadhilatusy Syaikh Ahmad bin Yahya an-Najmi, cet. Darul Minhaj, Kairo.
• Tafsir al-Qur’anil azhim, al-Hafizh Ibnu Katsir, cet. al-Maktabah at-Tauqifiyyah, Kairo.
0 comments:
Post a Comment