{قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ ويَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ، وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ}

Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ali ‘Imran:31)

Home » » 10 Pelebur Dosa

10 Pelebur Dosa

Abu Fathan | 04:05 | 0 comments
Syaikhul  Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
Dalil-dalil Al Kitab dan As Sunnah menunjukkan bahwa ada sekitar sepuluh pelebur dosa, (rinciannya sebagai berikut):
Pertama: Taubat.
Hal ini disepakati oleh kaum muslimin. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa  semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar: 53)
Allah Ta’ala juga berfirman,
أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?” (QS. At Taubah: 104)
Begitu pula Allah Ta’ala berfirman,
وَهُوَ الَّذِي يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَعْفُو عَنِ السَّيِّئَاتِ
Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan.” (QS. Asy Syura: 25). Dan masih banyak ayat-ayat lainnya semisal ini yang menunjukkan bahwa taubat akan melebur dosa.
Kedua: Istighfar (Mohon ampunan pada Allah).
Sebagaimana terdapat dalam hadits shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذَا أَذْنَبَ عَبْدٌ ذَنْبًا فَقَالَ : أَيْ رَبِّ أَذْنَبْت ذَنْبًا فَاغْفِرْ لِي فَقَالَ : عَلِمَ عَبْدِي أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ قَدْ غَفَرْت لِعَبْدِي ثُمَّ أَذْنَبَ ذَنْبًا آخَرَ فَقَالَ أَيْ رَبِّ أَذْنَبْت ذَنْبًا آخَرَ . فَاغْفِرْهُ لِي فَقَالَ رَبُّهُ : عَلِمَ عَبْدِي أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ قَدْ غَفَرْت لِعَبْدِي فَلْيَفْعَلْ مَا شَاءَ قَالَ ذَلِكَ : فِي الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ
Jika seorang hamba berbuat dosa, lalu ia berkata: Wahai Rabbku, aku betul-betul telah berbuat dosa, ampunilah aku. Rabbnya menjawab, “Hamba-Ku telah mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang Maha Mengampuni dosa dan menhukumi setiap dosa. Aku telah mengampuni hamba-Ku.” Kemudian ia berbuat dosa lainnya, lantas ia pun mengatakan pada Rabbnya, “Wahai Rabbku, aku betul-betul telah berbuat dosa lainnya, ampunilah aku.” Rabbnya menjawab, “Hamba-Ku telah mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang Maha Mengampuni dosa dan menhukumi setiap dosa. Aku telah mengampuni hamba-Ku. Lakukanlah sesukamu (maksudnya: selama engkau berbuat dosa lalu bertaubat, maka Allah akan mengampunimu, pen).” Kemudian ia pun melakukan dosa lain yang ketiga atau keempat.”[1]
Dalam shahih Muslim, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمِ يُذْنِبُونَ ثُمَّ يَسْتَغْفِرُونَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ
Seandainya kamu sekalian tidak berbuat dosa sama sekali, niscaya Allah akan memusnahkan kalian. Setelah itu, Allah akan mengganti kalian dengan umat yang pernah berdosa. Kemudian mereka akan memohon ampunan kepada Allah (beristighfar) dan Allah pun pasti akan mengampuni mereka.”[2]
Dapat kita katakan bahwa sebagai pelebur dosa ialah istighfar (mohon ampunan pada Allah) disertai dengan taubat. Hal ini sebagaimana dapat dilihat pada hadits,
مَا أَصَرَّ مَنْ اسْتَغْفَرَ وَإِنْ عَادَ فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ
Bukanlah orang yang terus berbuat dosa orang yang meminta ampunan (beristighfar) walaupun ia kembali melakukan dosa dalam sehari sebanyak seratus kali.[3]
Sebagian ulama mengatakan bahwa istighfar tanpa taubat pun dapat melebur dosa. Penjelasan lebih jauh tentang hal ini diulas di tempat lainnya. Karena istigfar yang disertai dengan taubat, itulah yang ada pada orang yang ingin bertaubat. Sedankan istighfar yang tidak disertai dengan taubat, maka ini akan didapati pada sebagian orang yang beristighfar, di mana istighfar mereka di dalamnya terdapat khosyah (rasa takut yang sangat pada Allah), ada pula rasa ingin kembali pada-Nya. Inilah yang dapat menggugurkan dosa-dosanya. Sebagaimana masalah ini dapat kita lihat tentang hadits “bithoqoh”, orang yang memiliki kartu “Laa ilaha illallah”. Kartu tersebut ternyata lebih berat dari dosa-dosanya yang begitu banyak. Ini semua karena ia memiliki shidq (sifat selalu membenarkan) dan ikhlas sehingga menghapuskan dosa-dosa yang ada. Begitu pula dosa seorang pezina yang ia memberikan minuman pada seekor anjing karena di dalam hatinya ada iman. Masih banyak contoh lainnya selain itu.
Sumber: Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, 7/487-489


[1] HR. Muslim no. 2758.
[2] HR. Muslim no. 2749.
[3] HR. Abu Daud no. 1514 dan At Tirmidzi no. 3559. Hadits ini adalah hadits yang dhoif karena majhulnya Maula Abu Bakr. Namun hadits ini memiliki penguat (syahid) dalam riwayat Ath Thobroni tentang do’a, hadits no. 1797, sehingga kesimpulannya hadits ini hasan. Lihat Takhrij Azh Zhilal, hal. 168.

Ketiga: Amalan kebaikan sebagai pelebur dosa.
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَأَقِمِ الصَّلاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ
Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS. Huud: 114)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ إذَا اُجْتُنِبَتْ الْكَبَائِرُ
Di antara shalat lima waktu, di antara Jum’at yang satu dan Jum’at yang berikutnya, di antara Ramadhan yang satu dan Ramadhan yang berikutnya, akan mengampuni dosa-dosa di antara kedunya asalkan dosa-dosa besar dijauhi.[1]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan atas dasar iman dan mengharapkan pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.[2]
Dalam hadits lain, beliau bersabda,
مَنْ حَجَّ هَذَا الْبَيْتَ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ مِنْ ذُنُوبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Siapa yang berhaji ke Ka’bah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.”[3]
Dalam hadits lain disebutkan,
فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَوَلَدِهِ تُكَفِّرُهَا الصَّلَاةُ وَالصِّيَامُ وَالصَّدَقَةُ وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيُ عَنْ الْمُنْكَرِ
Keluarga, harta, dan anak dapat menjerumuskan seseorang dalam maksiat (fitnah). Namun fitnah itu akan terhapus dengan shalat, shaum, shadaqah, amr ma’ruf (mengajak pada kebaikan) dan nahi mungkar (melarang dari kemungkaran).[4]
Hadits lain pula,
مَنْ أَعْتَقَ رَقَبَةً مُؤْمِنَةً أَعْتَقَ اللَّهُ بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهَا عُضْوًا مِنْهُ مِنْ النَّارِ حَتَّى فَرْجَهُ بِفَرْجِهِ
Barangsiapa yang memerdekakan seorang budak mukminah, maka Allah akan memerdakan setiap anggota tubuhnya dari neraka. Sampai pun kemaluannya yang ia memerdekakan, itu pun akan selamat.[5]
Hadits-hadits di atas dan semisalnya terdapat dalam kitab shahih.
Dalam hadits lain disebutkan pula,
الصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ وَالْحَسَدُ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
Sedekah itu akan memadamkan dosa sebagaimana air dapat memadamkan api. Hasad akan memakan kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar.”[6]
Yang menjadi masalah dalam memahami hadits-hadits di atas, ada yang memahami bahwa amalan kebaikan itu hanya menghapuskan dosa-dosa kecil saja. Adapun dosa besar, itu baru bisa terhapus dengan taubat. Sebagaimana dalam sebagian hadits disebutkan,
مَا اُجْتُنِبَتْ الْكَبَائِرُ
Selama seseorang menjauhi dosa-dosa besar.” Maka kami akan menjawab masalah ini dari beberapa sisi.

Keempat: Do’a sesama orang beriman kepada lainnya seperti melalui shalat jenazah.
Dari ‘Aisyah dan Anas bin Malik, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَا مِنْ مَيِّتٍ يُصَلِّي عَلَيْهِ أُمَّةٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ يَبْلُغُونَ مِائَةً كُلُّهُمْ يَشْفَعُونَ إلَّا شُفِّعُوا فِيهِ
Tidaklah seorang mayit dishalati oleh sekelompok kaum muslimin yang jumlahnya hingga 100 orang, maka mereka semua akan memberikan syafa’at pada mayit tersebut[1]
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,
مَا مِنْ رَجُلٍ مُسْلِمٍ يَمُوتُ فَيَقُومُ عَلَى جِنَازَتِهِ أَرْبَعُونَ رَجُلًا لَا يُشْرِكُونَ بِاَللَّهِ شَيْئًا إلَّا شَفَّعَهُمْ اللَّهُ فِيهِ
Tidaklah seorang muslim meninggal dunia lalu ia dishalati (dengan shalat jenazah) oleh 40 orang di mana mereka tidak berbuat syirik kepada Allah dengan sesuatu apa pun melainkan orang yang dishalati tadi akan mendapatkan syafa’at dari mereka.[2] Kedua hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim. Ini adalah do’a bagi seorang mukmin setelah ia mati. Tidak boleh dipahami bahwa ampunan bagi orang mukmin yang bertakwa ini disyaratkan jika ia menjauhi dosa besar, lalu dosa-dosa kecilnya saja yang diampuni. Penjelasan ini menunjukkan bahwa dosa si mayit tadi diampuni menurut dua kubu yang berselisih[3]. Dari sini dipahami pula bahwa do’a merupakan sebab ampunan bagi si mayit.
Kelima: Amalan kebaikan yang ditujukan untuk mayit.
Contohnya adalah sedekah. Amalan sedekah ini bermanfaat bagi mayit berdasarkan dalil yang shahih dan tegas serta berdasarkan kesepakatan para ulama. Begitu pula dengan memerdekakan dan haji bagi si mayit juga bermanfaat. Terdapat hadits shahih dalam Bukhari-Muslim yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki utang puasa, maka ahli warisnya yang  nanti mempuasakan dirinya.[4]
Terdapat pula hadits semisal itu mengenai puasa nadzar dari riwayat yang lain. Amalan-amalan tadi tidak bisa kita pertentangkan dengan ayat,
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إلَّا مَا سَعَى
Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.[5] Hal ini disebabkan dua alasan:
1. Telah terdapat dalil-dalil yang shahih yang mutawatir (lewat jalur yang banyak) ditambah dengan kesepakatan para ulama salaf bahwa seorang mukmin akan mendapatkan manfaat dari amalan yang bukan ia usahakan. Seperti dari do’a dan permintaan ampun dari para malaikat padanya sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
الَّذِينَ يَحْمِلُونَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ آمَنُوا
(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Rabbnya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman.[6]
Begitu pula dengan firman Allah Ta’ala,
وَمِنَ الْأَعْرَابِ مَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَيَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ قُرُبَاتٍ عِنْدَ اللَّهِ وَصَلَوَاتِ الرَّسُولِ
Di antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan untuk mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa Rasul.”[7]
وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَات
Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.”[8]Seperti juga do’a orang yang melaksanakan shalat jenazah pada si mayit dan bagi orang –beriman- berziarah ke kuburnya.
2. Ayat di atas (surat An Najm ayat 39) secara tekstual tidaklah menunjukkan bahwa manusia akan mendapatkan manfaat dari hasil usahanya saja. Tidaklah dipahami bahwa ia tidak memiliki atau tidak berhak selain dari yang ia usahakan atau usaha orang lain tidak akan ia peroleh manfaatnya. Yang tepat adalah Allah masih mungkin memberinya manfaat dan rahmat dari amalan orang lain dan itu tidak menghalangi sama sekali. Sebagaimana Allah merahmati hamba dengan memberinya sebab agar keluar dari kesempitan. Allah subhanahu wa ta’ala dengan hikmah dan rahmat-Nya menyayangi hamba dengan sebab yang ia lakukan dan ini akan mengokohkannya dan semakin merahmatinya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits bahwa Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو لِأَخِيهِ بِدَعْوَةِ إلَّا وَكَّلَ اللَّهُ بِهِ مَلَكًا كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيهِ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ : آمِينَ وَلَك بِمِثْلِ
Tidaklah seseorang mendoakan saudaranya dengan suatu do’a melainkan Allah akan mengutus malaikat yang bertugas ketika ia berdo’a kepada saudaranya, malaikat itu pun berkata, “Aamiin (semoga Allah kabulkan), engkau pun akan dapat semisalnya.[9]
Sebagaimana terdapat hadits, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى عَلَى جِنَازَةٍ فَلَهُ قِيرَاطٌ ؛ وَمَنْ تَبِعَهَا حَتَّى تُدْفَنَ فَلَهُ قِيرَاطَانِ ؛ أَصْغَرُهُمَا مِثْلُ أُحُدٍ
Barangsiapa yang shalat jenazah, maka ia akan mendapatkan satu qiroth. Barangsiapa yang menambah dengan mengikutinya hingga dikuburkan, maka ia akan mendapatkan dua qiroth. Minimal ukuran qiroth adalah semisal gunung Uhud.[10] Sebagaimana Allah merahmati orang yang melaksanakan shalat jenazah lantas berdo’a untuk si mayit, demikian pula si mayit dirahmati dengan do’a orang yang masih hidup untuknya.
Pembahasan ini masih dilanjutkan pada pelebur dosa keenam s/d kesepuluh. Semoga Allah melebur setiap dosa kita dengan taubat, istighfar dan amalan kebaikan. Ya Allah, terimalah setiap taubat kami.
Wallahu waliyyut taufiq.


[1] HR. Muslim no. 947 dan An Nasai no. 1991.
[2] HR. Muslim no. 948.
[3] Dua kubu di sini: pertama, yang menganggap bahwa kebaikan hanya menghapuskan dosa kecil sedangkan dosa besar harus dengan taubat, dan kedua, yang menganggap bahwa kebaikan itu bisa menghapus dosa besar sekaligus. Pendapat kedua inilah yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.
[4] HR. Bukhari no. 1952 dan Muslim no. 1147.
[5] QS. An Najm: 39.
[6] QS. Ghofir (Al Mu’min): 7.
[7] QS. At Taubah: 99.
[8] QS. Muhammad: 19.
[9] HR. Muslim no. 2733.
[10] HR. Muslim no. 945.
Sebab Keenam: Syafa’at[1] Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang lainnya pada pelaku (dosa besar)[2] di hari kiamat kelak.
Sebagaimana telah terdapat hadits mutawatir (dengan jalur periwayatan yang banyak) yang membicarakan tentang syafa’at. Seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih,
شَفَاعَتِي لِأَهْلِ الْكَبَائِرِ مِنْ أُمَّتِي
Syafa’atku untuk pelaku dosa besar dari umatku.”[3]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
خُيِّرْت بَيْنَ أَنْ يَدْخُلَ نِصْفُ أُمَّتِي الْجَنَّةَ ؛ وَبَيْنَ الشَّفَاعَةِ فَاخْتَرْت الشَّفَاعَةَ لِأَنَّهَا أَعَمُّ وَأَكْثَرُ ؛ أَتَرَوْنَهَا لِلْمُتَّقِينَ ؟ لَا . وَلَكِنَّهَا لِلْمُذْنِبِينَ المتلوثين الْخَطَّائِينَ
Separuh dari umatku akan dipilih untuk masuk surga atau akan diberi syafa’at. Maka aku pun memilih agar umatku diberi syafa’at kareana itu tentu lebih umum dan lebih banyak. Apakah syafa’at itu hanya untuk orang bertakwa? Tidak. Syafa’at itu untuk mereka yang terjerumus dalam dosa (besar).[4] [5]
Sebab Ketujuh: Musibah di dunia yang menjadi sebab terhapusnya dosa.
Sebagaimana disebutkan dalam shahihain (Bukhari-Muslim), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ وَصَبٍ ؛ وَلَا نَصَبٍ ؛ وَلَا هَمٍّ ؛ وَلَا حَزَنٍ ؛ وَلَا غَمٍّ ؛ وَلَا أَذًى – حَتَّى الشَّوْكَةُ يَشَاكُهَا – إلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
Tidaklah menimpa seorang mukmin berupa rasa sakit (yang terus menerus), rasa capek, kekhawatiran (pada pikiran), sedih (karena sesuatu yang hilang)[6], kesusahan hati[7] atau sesuatu yang menyakiti[8] sampai pun duri yang menusuknya melainkan akan dihapuskan dosa-dosanya.”[9]
Sebab Kedelapan: Ujuan di alam kubur, juga siksaan dan kenikmatan yang menjadi sebab terhapusnya dosa-dosanya.
Sebab Kesembilan: Kengerian dan kesulitan pada hari kiamat.
Sebab Kesepuluh: Rahmat dan ampunan dari Allah tanpa sebab yang dilakukan oleh hamba.
Jika sudah jelas bahwa celaan dan hukuman akan terhindar pada pelaku dosa karena sepuluh sebab di atas, maka anggapan yang menyatakan bahwa hukuman bagi pelaku dosa besar (al kabair) hanya bisa terhapus dengan taubat berarti menyelisihi keterangan di atas.

[10 Pelebur Dosa ini diterjemahkan dari Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, 7: 487-501]
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. BERITA SUNNAH - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger