{قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ ويَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ، وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ}

Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ali ‘Imran:31)

Home » » Pemimpin Akan Berlepas Diri Dari Pengikutnya

Pemimpin Akan Berlepas Diri Dari Pengikutnya

Abu Fathan | 16:51 | 0 comments
Di antara yang dikhawatirkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap umatnya adalah adanya pemimpin-pemimpin yang menyeret para pengikutnya ke lembah kesesatan. Dalam sebuah hadits disebutkan, dari Tsaubân Radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

وَإِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الْأَئِمَّةَ الْمُضِلِّينَ

Sesungguhnya yang aku khawatirkan pada umatku adalah imam-imam (tokoh-tokoh panutan) yang menyesatkan. [HR Abu Dawud, no. 4252; Ahmad, 5/278, 284; al-Baihaqi, no. 3952. Dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albâni].

Hadits ini menunjukkan kekhawatiran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap imam-imam yang menyesatkan. Yaitu orang-orang yang mengajak menuju kekafiran, kemusyrikan, bid’ah, kefasikan, dan kemaksiatan. 

Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh rahimahullah berkata, “Yaitu umara’ (para penguasa), Ulama’ (para ahli agama), dan ahli-ahli ibadah, mereka menetapkan suatu hukum dengan tanpa ilmu sehingga mereka menyesatkan umat”.[1] 

Benar, apa yang dikhawatirkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pembawa rahmat ini, banyak kita lihat pada zaman ini, atau zaman-zaman sebelumnya. Manusia berbondong-bondong mengikuti seorang tokoh panutan, walaupun tokoh itu berada di dalam kesesatan. Hanya Allâh tempat memohon pertolongan.

PEMIMPIN TIDAK BOLEH DITAATI DALAM PERKARA MAKSIAT
Telah terjadi ijma' (kesepakatan) Ahlus Sunnah tentang kewajiban mendengar dan mentaati ulil amri berdasarkan nash-nash yang nyata dan banyak. Di antaranya adalah firman Allâh Azza wa Jalla :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allâh dan ta'atilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allâh (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allâh dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. [an-Nisa'/4: 59]

Namun ketaatan kepada ulil amri tersebut adalah di dalam perkara yang bukan maksiat. Adapun jika mereka memerintahkan maksiat, maka tidak boleh taat. 

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di rahimahullah berkata: "Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan agar (orang-orang yang beriman) mentaati ulil amri, mereka adalah para pemimpin manusia dari kalangan penguasa, pemerintah, dan mufti. Karena sesungguhnya urusan agama dan dunia manusia tidak akan lurus kecuali dengan mentaati dan tunduk kepada ulil amri, dengan niat mentaati Allâh dan mengharap pahala di sisiNya. Akan tetapi dengan syarat, mereka tidak memerintahkan maksiat. Jika mereka memerintahkan maksiat, maka tidak ada ketaatan kepada makhluk di dalam bermaksiat kepada al-Khaliq. Dan kemungkinan ini merupakan rahasia ditiadakannya kata perintah ketika memerintahkan mentaati ulil amri, dan Allâh menyebutkannya bersama ketaatan kepada Rasul. Karena sesungguhnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah memerintahkan kecuali dengan ketaatan kepada Allâh, maka barangsiapa mentaatinya berarti dia mentaati Allâh. Adapun ulil amri, maka syarat perintah mentaati mereka adalah perintah itu bukan maksiat".[2] 

Banyak hadits menyebutkan bahwa kewajiban mentaati ulil amri itu adalah dalam perkara yang bukan maksiat. Di antaranya adalah hadits-hadits berikut ini:

عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ جَيْشًا وَأَمَّرَ عَلَيْهِمْ رَجُلًا فَأَوْقَدَ نَارًا وَقَالَ ادْخُلُوهَا فَأَرَادُوا أَنْ يَدْخُلُوهَا وَقَالَ آخَرُونَ إِنَّمَا فَرَرْنَا مِنْهَا فَذَكَرُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لِلَّذِينَ أَرَادُوا أَنْ يَدْخُلُوهَا لَوْ دَخَلُوهَا لَمْ يَزَالُوا فِيهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَقَالَ لِلْآخَرِينَ لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ

Dari 'Ali Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus satu pasukan dan mengangkat seorang laki-laki sebagai panglima mereka. Kemudian panglima itu menyalakan api dan berkata (kepada pasukannya): "Masuklah kamu ke dalam api!" Sebagian pasukan berkehendak memasukinya, orang-orang yang lain mengatakan,"Sesungguhnya kita lari dari api (neraka)," kemudian mereka menyebutkan hal itu kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka beliau bersabda kepada orang-orang yang berkehendak memasukinya, "Jika mereka memasuki api itu, mereka akan terus di dalam api itu sampai hari kiamat". Dan beliau bersabda kepada yang lain,"Tidak ada ketaatan di dalam maksiat, taat itu hanya dalam perkara yang ma'ruf". [HR Bukhari, no. 7257; Muslim, no. 1840].

Imam Qurthubi rahimahullah berkata: "Yang dimaksudkan ma'ruf di sini adalah perkara yang bukan mungkar dan bukan maksiat. Sehingga masuk di dalam ma'ruf ini, yaitu ketaatan-ketaatan yang wajib, perkara-perkara yang mandub (dianjurkan), dan perkara-perkara yang boleh menurut agama. Jika penguasa memerintahkan perkara yang jaiz (boleh), mentaati penguasa di dalam perkara itu menjadi wajib hukumnya, dan tidak boleh menyelisihinya"[3]. 

PEMIMPIN KESESATAN AKAN BERLEPAS DIRI DARI PENGIKUT
Barangsiapa mentaati pemimpin dengan mutlak, mentaatinya di dalam kekafiran dan kemaksiatan, maka sesungguhnya dia akan menyesal dengan penyesalan yang besar. Karena pemimpin yang dia ikuti tidak akan bisa menolongnya pada hari kiamat, bahkan pemimpin itu akan berlepas diri dari para pengikutnya. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْأَسْبَابُ ﴿١٦٦﴾ وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوا مِنَّا ۗ كَذَٰلِكَ يُرِيهِمُ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ ۖ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ 

Ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.
Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: "Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami." Demikianlah Allâh memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka. [al-Baqarah/2:166-167].

PENGIKUT MEMINTA TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Para pengikut yang telah melihat siksa Allâh, akan meminta kepada para pemimpinnya dahulu agar menyelamatkan dari siksa tersebut. Namun hal itu tidak mungkin terpenuhi. Allâh Azza wa Jalla memberitakan kejadian itu di dalam firman-Nya :

وَبَرَزُوا لِلَّهِ جَمِيعًا فَقَالَ الضُّعَفَاءُ لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا كُنَّا لَكُمْ تَبَعًا فَهَلْ أَنْتُمْ مُغْنُونَ عَنَّا مِنْ عَذَابِ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ ۚ قَالُوا لَوْ هَدَانَا اللَّهُ لَهَدَيْنَاكُمْ ۖ سَوَاءٌ عَلَيْنَا أَجَزِعْنَا أَمْ صَبَرْنَا مَا لَنَا مِنْ مَحِيصٍ

Dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) akan berkumpul menghadap ke hadirat Allâh, lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong: "Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan daripada kami azab Allâh (walaupun) sedikit saja?" Mereka menjawab: "Seandainya Allâh memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri". [Ibrâhîm/14:21].

Di dalam ayat yang lain Allâh Azza wa Jalla memberitakan perbantahan para pengikut dengan para pemimpin mereka ketika mereka telah berada di dalam neraka. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَإِذْ يَتَحَاجُّونَ فِي النَّارِ فَيَقُولُ الضُّعَفَاءُ لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا كُنَّا لَكُمْ تَبَعًا فَهَلْ أَنْتُمْ مُغْنُونَ عَنَّا نَصِيبًا مِنَ النَّارِ ﴿٤٧﴾ قَالَ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا كُلٌّ فِيهَا إِنَّ اللَّهَ قَدْ حَكَمَ بَيْنَ الْعِبَادِ 

Dan (ingatlah), ketika mereka berbantah-bantah dalam neraka, maka orang-orang yang lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: "Sesungguhnya kami adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan dari kami sebahagian azab api neraka?"
Orang-orang yang menyombongkan diri menjawab: "Sesungguhnya kita semua sama-sama dalam neraka, karena sesungguhnya Allâh telah menetapkan keputusan antara hamba-hamba-(Nya)". [Ghafir/40:47-48].

PEMIMPIN DAN PENGIKUT SALING MENYALAHKAN
Ketika pemimpin berada di dalam kesesatan, kemudian mereka menyesatkan para pengikut, mereka semua mengira berada di atas kebenaran. Namun ketika kebenaran hakiki telah tersingkap, bahwa mereka semua berada di dalam kesesatan, karena menentang para Rasul Allâh, maka akhirnya mereka saling menyalahkan. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَلَوْ تَرَىٰ إِذِ الظَّالِمُونَ مَوْقُوفُونَ عِنْدَ رَبِّهِمْ يَرْجِعُ بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ الْقَوْلَ يَقُولُ الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا لَوْلَا أَنْتُمْ لَكُنَّا مُؤْمِنِينَ﴿٣١﴾قَالَ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا لِلَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا أَنَحْنُ صَدَدْنَاكُمْ عَنِ الْهُدَىٰ بَعْدَ إِذْ جَاءَكُمْ ۖ بَلْ كُنْتُمْ مُجْرِمِينَ﴿٣٢﴾وَقَالَ الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا بَلْ مَكْرُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ إِذْ تَأْمُرُونَنَا أَنْ نَكْفُرَ بِاللَّهِ وَنَجْعَلَ لَهُ أَنْدَادًا ۚ وَأَسَرُّوا النَّدَامَةَ لَمَّا رَأَوُا الْعَذَابَ وَجَعَلْنَا الْأَغْلَالَ فِي أَعْنَاقِ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ هَلْ يُجْزَوْنَ إِلَّا مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Dan orang-orang kafir berkata: "Kami sekali-kali tidak akan beriman kepada Al-Quran ini dan tidak (pula) kepada kitab yang sebelumnya". Dan (alangkah hebatnya) kalau kamu lihat ketika orang-orang yang zhalim itu dihadapkan kepada Rabbnya, sebahagian dari mereka menghadapkan perkataan kepada sebagian yang lain; orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: "Kalau tidaklah karena kamu, tentulah kami menjadi orang-orang yang beriman".
Orang-orang yang menyombongkan diri berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah: "Kamikah yang telah menghalangi kamu dari petunjuk sesudah petunjuk itu datang kepadamu? (Tidak), sebenarnya kamu sendirilah orang-orang yang berdosa".
Dan orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: "(Tidak), sebenarnya tipu daya(mu) di waktu malam dan siang (yang menghalangi kami), ketika kamu menyeru kami supaya kami kafir kepada Allâh dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya". Kedua belah pihak menyatakan penyesalan tatkala mereka melihat adzab. Dan Kami akan memasang belenggu di leher orang-orang yang kafir. mereka tidak dibalas melainkan dengan apa yang telah mereka kerjakan. [Saba’/34:31-33].

PENYESALAN PENGIKUT
Semua orang kafir, baik pemimpin maupun pengikut, akan kekal di dalam siksa neraka. Karena kemarahan, kejengkelan, dan kesusahan, maka para pengikut memohon kepada Allâh agar para pemimpin itu disiksa dengan siksa dua kali lipat, yaitu dengan sebab kekafiran mereka dan dengan sebab mereka menyesatkan pengikutnya. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

قَالُوا رَبَّنَا مَنْ قَدَّمَ لَنَا هَٰذَا فَزِدْهُ عَذَابًا ضِعْفًا فِي النَّارِ

Mereka (para pengikut) berkata (lagi): "Ya Rabb kami; orang yang telah menjerumuskan kami ke dalam adzab ini, maka tambahkanlah adzab kepadanya dengan berlipat ganda di dalam neraka". [Shaad/38: 61]

Di dalam ayat yang lain Allâh Azza wa Jalla berfirman :

إِنَّ اللَّهَ لَعَنَ الْكَافِرِينَ وَأَعَدَّ لَهُمْ سَعِيرً﴿٦٤﴾اخَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۖ لَا يَجِدُونَ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا﴿٦٥﴾يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا﴿٦٦﴾وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا﴿٦٧﴾رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا

Sesungguhnya Allâh melaknat orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka); mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; mereka tidak memperoleh seorang pelindungpun dan tidak (pula) seorang penolong. Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: "Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allâh dan taat (pula) kepada Rasul". Dan mereka berkata:"Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Rabb kami, timpakanlah kepada mereka adzab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar". [al-Ahzâb/33:64-68].

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Thâwus rahimahullah mengatakan, “Saadatana yaitu para pemimpin, sedangkan kubaro-ana (pembesar-pembesar kami) adalah ulama". (Riwayat Ibnu Abi Haatim). Yaitu, kami dahulu telah mentaati para penguasa dan para pembesar dari kalangan ulama’, dan kami telah menyelisihi para Rasul, kami dahulu meyakini bahwa mereka memiliki sesuatu (manfaat, Pen.), dan bahwa mereka di atas sesuatu (kebenaran, Pen.), namun ternyata mereka tidak di atas sesuatu (kebenaran).[4] 

Demikianlah penyesalan di akhirat. Penyesalan para pengikut terhadap para panutan yang telah menyesatkan mereka, baik panutan dari kalangan penguasa maupun ahli agama. Maka sepantasnya orang-orang yang berakal menggunakan akalnya, dan mengikuti petunjuk Allâh dan Rasul-Nya, sehingga tidak hanya mengikuti dengan buta kepada tokoh-tokohnya. 

Semoga Allâh Azza wa Jalla menjaga kita dari segala keburukan, dan membimbing kita di atas jalan kebenaran. al-hamdulillah Rabbil-'Alamin.

Oleh. Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XVI/1434H/2013.]
_______
Footnote
[1]. Fathul Majîd, hlm. 243.
[2]. Tafsir as-Sa'di, surat an-Nisa/4:59.
[3]. Al-Mufhim, 4/41. Dinukil dari catatan kaki kitab Fiqih as-Siyâsah asy-Syar'iyyah, hlm. 279.
[4]. Tafsir Ibnu Katsir, surat al-Ahzâb/33 ayat 67-68, dengan ringkas.
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. BERITA SUNNAH - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger