Pada masa ini, sering kita dengar para penyanyi, pengamen, penyair, dst, mengucapkan kata-kata dalam bait syair mereka, seperti “Ku bersumpah atas nama cinta”, atau “Ku kan berikan seluruh hidupku untukmu”, atau ”Aku mencintaimu lebih dari apapun”, “Hidup dan matiku hanya untukmu wahai pujaanku”, dst. Maka sebagai umat Islam hendaknya kita tidak terkecoh dengan ungkapan-ungkapan seperti ini.
Alhamdulillah, agama kita adalah agama yang sempurna, sehingga hal-hal yang kita anggap sepele, ternyata ada aturannya dalam agama kita. Pada edisi kali ini, kami bawakan beberapa hal yang dilarang oleh syari’at Islam, tapi banyak kaum muslimin yang menerjangnya karena mereka anggap sebagai hal yang wajar dan biasa. Hal itu antara lain adalah :
A. Bersumpah dengan nama selain Allah Ta’ala, Mencela Waktu, dan “Andaikata…”
Allah Ta’ala bersumpah dengan nama apa saja yang Ia kehendaki dari segenap makhluk-Nya. Sedangkan makhluk, maka mereka tidak diperbolehkan bersumpah dengan nama selain Allah Ta’ala. Namun bila kita saksikan kenyataan sehari-hari, betapa banyak orang yang bersumpah dengan nama selain Allah Ta’ala.
Sumpah adalah salah satu bentuk pengagungan. Oleh karena itu, sumpah tidak layak diberikan kecuali hanya kepada Allah Ta’ala. Dalam sebuah hadits yang marfu’ dari Ibnu Umar diriwayatkan, “Rasulullah menjumpai Umar bin Khaththab yang sedang menaiki hewan tunggangannya, seraya dia bersumpah dengan nama ayahnya. Maka Nabi menegur, “Ketahuilah sesungguhnya Allah melarang kalian bersumpah dengan nama ayah-ayah kalian. Karenanya barangsiapa yang mau bersumpah, hendaklah dia bersumpah dengan nama Allah atau lebih baik dia diam.” (HR. Bukhari no. 5643 dan Muslim no. 3104)
Dan dalam hadits Ibnu Umar d yang lain, Nabi bersabda,
مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah maka dia telah kafir atau berbuat syirik.” (HR. Abu Daud no. 2829).
Yang dimaksud kata-kata “kafir atau syirik” di sini adalah syirik ashghar (kecil).
Adapun arti syirik kecil di sini adalah semua amalan yang bisa mengantarkan kepada syirik akbar (besar). Orang yang bersumpah dengan selain nama Allah Ta’ala, walaupun dia tidak berniat mengagungkan selain Allah Ta’ala tersebut, akan tetapi sumpahnya ini dapat mengantarkan dia untuk mengagungkan selain Allah Ta’ala dengan pengagungan yang berlebihan. Dan jika dia sampai kelewatan , maka dia telah terjatuh ke dalam syirik akbar. Dalam hadits lain Nabi juga bersabda, “Barang siapa bersumpah demi amanat maka dia tidak termasuk golonganku.” (HR. Abu Dawud no. 3253)
Karena itu tidak boleh sumpah demi Ka’bah, demi amanat, demi kemuliaan, dan demi pertolongan, demi cinta, demi langit dan bumi, dst. Juga tidak boleh bersumpah dengan berkah atau hidup seseorang. Tidak pula dengan kemuliaan Nabi, para wali, nenek moyang, atau anak tertua. Semua hal tersebut adalah haram.
Barangsiapa terjerumus melakukan sumpah tersebut maka kaffaratnya (tebusannya) adalah membaca: Laa Ilaaha Illallah. Sebagaimana tersebut dalam hadits shahih, “Barangsiapa bersumpah, kemudian dalam sumpahnya ia berkata: Demi Latta dan ‘Uzza, maka hendanya ia mengucapkan: Laa Ilaaha Illallaah.” (HR. Bukhari, Fathul Bari :11/546)
Pembaca yang budiman, perlu kita ketahui bahwa termasuk pula dalam bab ini adalah beberapa lafadz syirik dan lafadz yang diharamkan yang biasa diucapkan oleh sebagian kaum muslimin. Di antaranya adalah ucapan: “Aku berlindung kepada Allah dan kepadamu, atau ungkapan “saya bertawakkal kepada Allah dan kepadamu”, atau ini adalah dari Allah dan darimu; tak ada yang lain bagiku selain Allah dan kamu, atau ucapan “kalau bukan karena Allah dan fulan pasti akan celaka saya”, dan lain sebagainya. Yang benar hendaknya diucapkan dengan (ditambahi) kata “kemudian”. Misalnya: “Saya berhasil karena Allah kemudian karena kamu”. Dan dalam lafadz-lafadz lain yang dibolehkan.
Demikian pula dengan setiap kalimat yang mengandung pencelaan terhadap waktu seperti: “Ini zaman edan”, atau “ini saat yang penuh kesialan”, atau juga zaman yang memperdaya”, dan seterusnya adalah dilarang. Sebab pencelaan kepada masa (waktu) akan kembali kepada Allah Ta’ala, karena Dialah yang menciptakan masa tersebut.
Termasuk dalam bab ini pula adalah menamakan seseorang dengan nama-nama yang dihambakan kepada selain Allah seperti Abdul Masih, Abdun Nabi, Abdur Rasul, Abdul Husain, dan sebagainya.
Perlu kita ketahui juga, bahwa di antara istilah dan semboyan modern yang bertentangan dengan tauhid adalah, “Islam sosialis, demokrasi Islam, kehendak rakyat adalah kehendak Tuhan, agama untuk Allah dan tanah air untuk semua, atas nama nasionalisme, atau nama revolusi” dan lain sebagainya.
Termasuk hal yang diharamkan adalah memberikan gelar raja diraja, hakim para hakim atau gelar sejenisnya kepada seseorang dengan bentuk pengagungan yang berlebihan. Memanggil dengan nama sayyid (tuan) atau yang semakna kepada orang munafik atau kafir, dengan bahasa arab atau bahasa lainnya.
Termasuk di dalam kategori ini adalah menggunakan kata “andaikata” yang menunjukkan penyesalan dan kebencian terhadap takdir, sehingga membuka pintu bagi syaitan. Misalnya mengucapkan, “Andaikata dulu aku berbuat begini, pasti tidak seperti ini jadinya”. Termasuk juga yang dilarang adalah ucapan “Ya Allah ampunilah aku jika Engkau menghendaki” (Untuk pembahasan yang lebih luas, lihat Mu’jamul Manahi Al Lafdziyyah, Syaikh Bakr Abu Zaid)
B. Mendengarkan Dan Menikmati Musik
Ibnu Mas’ud bersumpah dengan nama Allah Ta’ala bahwa yang dimaksud dengan firman Allah Ta’ala, “Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan, mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan” (QS. Luqman : 6) adalah nyanyian (Lihat Tafsir Ibnu Katsir : 6/333).
Abu Malik Al Asy’ari meriwayatkan, bersabda Rasulullah , “Kelak akan ada dari umatku beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamar, dan alat-alat musik.” (HR. Bukhari, Fathul Bari : 10/51)
Dan dalam hadits Anas bin Malik , Rasulullah bersabda, “Kelak akan terjadi pada umat ini (tiga hal) : (mereka) ditenggelamkan (kedalam bumi), dihujani batu, dan diubah bentuk mereka, yaitu jika mereka minum arak, mengundang biduanita-biduanita (untuk menyanyi) dan menabuh (membunyikan) musik.” (HR. Ibnu Abi Dunya dalam kitab Dzammul Malahi dan At Tirmidzi no : 2212)
Nabi melarang gendang, lalu menyatakan, seruling adalah suara orang bodoh dan tukang maksiat. Para ulama terdahulu seperti Imam Ahmad Ibnu Hanbal -rahimahullah- berdasarkan hadits-hadits shahih yang melarang alat-alat musik secara mutlak telah menetapkan haramnya alat-alat musik seperti kecapi, seruling, rebab, simbab, dan yang lainnya.
Maka, tidak diragukan lagi, alat-alat musik modern yang kita kenal saat ini masuk dalam kategori alat-alat musik yang dilarang oleh Nabi , seperti piano, biola, harpa, gitar, dan sebagainya. Bahkan alat modern tersebut lebih cepat mempengaruhi mabuknya jiwa dari pada alat-alat musik zaman dulu yang telah diharamkan dalam beberapa hadits.
Menurut penuturan para ulama, di antaranya Ibnu Qayyim, keterlenaan dan mabuknya jiwa akibat pengaruh nyanyian lebih besar bahayanya dari pada akibat minum arak. Kemudian tak diragukan lagi, pelanggarannya akan lebih keras dan dosanya akan lebih besar jika alat-alat musik tersebut diiringi dengan nyanyian, baik oleh biduan atau biduan wanita. Lalu, bahayanya akan lebih bertumpuk jika untaian kata-kata syairnya berkisah tentang cinta, asmara, kecantikan wanita atau kegagahan pria
Karena itu tidak mengherankan jika para ulama menyebutkan, nyanyian adalah sarana yang menghantarkan pada perbuatan zina, menumbuhkan perasaan munafik di dalam hati. Dan secara umum, nyanyian dan musik adalah tema besar zaman ini yang melahirkan banyak fitnah.
Musibah itu semakin menjadi-jadi, pada saat ini kita saksikan musik “menyelusup” ke setiap barang dan ruang. Seperti jam dinding, bel, mainan anak-anak, komputer, pesawat telepon, HP, dan sebagainya.
Bahkan yang lebih mengherankan, saat ini kita kenal ada istilah “dakwah lewat musik”, atau “nada dan dakwah”. Subhanallah… (Maha Suci Allah), bukankah ibadah yang diiringi musik itu menyerupai peribadahan orang-orang nashrani? Ini merupakan pencampuradukan antara kebenaran dan kebatilan yang nyata! Karena tidaklah mungkin Allah Ta’ala memerintahkan untuk berdakwah dengan dicampuri sesuatu yang batil dan jelek.
C. Laki-laki Memakai Perhiasan Emas
Dalam penutup edisi kali ini, kami bawakan sebuah larangan yang mungkin banyak laki-laki tidak mengetahuinya. Dari Abu Musa Al Asy’ari , Rasulullah bersabda, “Dihalalkan atas kaum wanita dari umatku sutera dan emas, (tetapi keduanya) diharamkan atas kaum lelaki mereka.” (HR. Imam Ahmad : 4 / 393)
Saat ini, di pasar atau toko-toko banyak kita jumpai barang-barang konsumsi laki-laki yang terbuat dari emas. Mungkin bagi kita yang ekonominya “menengah ke bawah” hal ini jarang kita lihat, karena kadang kita tidak mampu membelinya. Tapi coba lihat kepada orang yang “punya”, terkadang ada saja kelakuan mereka dengan hal ini. Ada yang menaruh emas di jam tangannya, kaca mata, kancing baju, pena, rantai, medali, dan sebagainya dengan kadar emas yang berbeda-beda. Ada pula yang sepuhan. Ini semua dilarang berdasarkan hadits diatas.
Termasuk jenis kemungkaran dalam masalah ini adalah, hadiah yang diberikan pada sayembara-sayembara dan pertandingan-pertandingan, misalnya sepatu emas, jam tangan emas untuk pria, dan sebagainya.
Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Rasulullah melihat cincin emas di tangan seorang laki-laki, serta merta beliau mencopot lalu membuangnya. Kemudian Nabi bersabda, “Salah seorang dari kamu sengaja (pergi) ke bara api, kemudian memakainya (mengenakannya) di tangannya!” Setelah Rasulullah pergi, kepada laki-laki itu dikatakan: “Ambillah cincinmu itu dan manfaatkanlah!” Lalu ia menjawab : “Demi Allah, selamanya aku tak akan mengambilnya, karena Rasulullah telah membuangnya.” (HR Muslim : 3/ 1655)
Untuk menghindari berbagai hal di atas sungguh memerlukan kekuatan hati yang tangguh. Semoga Allah Ta’ala menjadi penolong kita semua. Amin …
[Oleh: Tim Redaksi Buletin Istiqomah Rujukan: Dosa-Dosa Yang Dianggap Biasa, karya Muhammad Shalih Al Munajjid]
0 comments:
Post a Comment