{قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ ويَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ، وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ}

Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ali ‘Imran:31)

Showing posts with label Islam. Show all posts
Showing posts with label Islam. Show all posts

Ringkasan Kajian Tauhid Jalan Meraih Kebahagian & Kejayaan Oleh Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaily

Abu Fathan | 23:55 | 0 comments
Istiqlal, 19 Rabiuts Tsani 1438 H / 7 Januari 2018

1. Tauhid merupakan kunci kebahagiaan dan kejayaan. Tauhid merupakan tema yang sangat agung . Tauhid menurut bahasa berarti menjadikan sesuatu itu satu. Tauhid itu menjadikan Alloh azza wa jalla satu dalam zat-Nya, dalam beribadah kepada-Nya.

2. Tauhid ada tiga
a. Tauhid Rububiyah
Mengesakan perbuatan-perbuatan hanya untuk Alloh yaitu menciptakan, memberi rizki, menghidupkan, mematikan, mengatur alam semesta.

b. Mengesakan Alloh dalam nama dan sifat-sifat-Nya
Meyakini bahwa Alloh tidak ada sekutu dalam nama dan sifat-sifat-Nya, Yang Maha Mendengar, Yang Maha Bijaksana, Yang Maha Pengampun dan seterusnya.
Wajib bagi muslim untuk mengimani-Nya. Tidak ada yang sama dengan Alloh Subhanahu wa ta'ala.
Mengesakan Alloh Subhanahu wa ta'ala dalam sifat-sifat-Nya. Meyakini Alloh dalam sifat-sifat-Nya seperti hikmah Alloh, Keagungan Alloh, Kaki Alloh, dua tangan Alloh, Istiwa' Alloh, turun-Nya Alloh dan seterusnya.

c. Uluhiyah: Mengesakan Alloh sebagai Illah dalam bentuk ibadah, rasa takut, harap hanya kepada Alloh.
Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-Nya. Wajib bagi kita beribadah kepada Alloh.

3. Kebahagiaan menurut bahasa adalah ketenangan jiwa dan hati. Kebahagiaan terbesar seorang hamba adalah ketika dimasukkan ke dalam surga selamanya.

4. Malaikat Jibril disebut Alloh sebagai ruh, karena menurunkan wahyu bagi manusia sehingga hati menjadi hidup.

5. Kebahagiaan hati seorang hamba adalah dengan beribadah kepada Alloh. Dengan beribadah, hati menjadi tenang. Tenangnya hati karena berzikir kepada Alloh.

6. Dengan tauhid seorang hamba menjadi bahagia. Kebahagiaan hakiki adalah kebahagiaan di akhirat yang diberikan kepada orang yang bertakwa.

7. Kebahagiaan seorang hamba di akhirat adalah ketika dimasukkan ke dalam surga. Tidak ada lagi rasa takut dan sedih. Sebesar-besarnya nikmat penghuni surga adalah melihat wajah Alloh. Manusia hendaknya berlomba-lomba untuk mendapatkannya.

8. Kejayaan bagi ahli tauhid adalah sesuatu yang nyata. Kejayaan dibagi dua yaitu kejayaan di dunia dan di akhirat. Kejayaan yang diberikan Alloh contohnya yang diberikan kepada Nabi Musa dan pengikutnya dan kekalahan bagi Firaun dan pengikutnya. Contoh lain adalah kejayaan yang diberikan kepada Nabi Muhammad sholallohu alaihi wa salam untuk mengalahkan orang Yahudi dan Quraisy. Alloh akan selalu memberi kemenangan bagi orang yang bertauhid.

9. Kejayaan yang diberikan Alloh di akhirat lebih agung dari pada kejayaan yang diberikan Alloh di dunia. Alloh memmasukkan para ahli tauhid, para wali Alloh ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai dibawahnya.

10. Orang yang bertauhid dengan sebenar-benarnya akan diberikan oleh Alloh kebahagiaan dan kejayaan di dunia dan di akhirat.

11. Cara mewujudkan tauhid dalam diri kita adalah dengan mewujudkan dua dasar penting :
- Beribadah kepada Alloh dengan hati, hanya takut, berharap, tawakal dan bernazar kepada Alloh. Tidak boleh beribadah kepada malaikat, Nabi, para wali, dan orang sholeh.
- Berlepas diri dari segala bentuk kesyirikan. Dulu kaum Quraiy beribadah kepada Alloh tapi mereka tidak berlepas diri dari kesyirikan. Maka selain beribadah kepada Alloh, wajib bagi diri kita berlepas diri dari kesyirikan.

12. Kebutuhan anak-anak akan tauhid jauh lebih besar dari pada kebutuhan akan makan, minum dan pakaian. Perhatian orang tua terkait tauhid juga hendaknya lebih besar dari pada perhatian terhadap makan, minum dan pakaian anak mereka. Ajarilah anak untuk beribadah, meminta, memohon pertolongan hanya kepada Alloh. Jagalah Alloh niscaya Alloh akan menjagamu.

Sesi tanya jawab
1. Bagaimana cara menanamkan tauhid dalam keluarga dan tips menciptakan keluarga yang sesuai dengan sunnah?

Keluarga yang baik diawali dengan memilih pasangan yang baik agamanya. Suami wajib mendidik istrinya di atas agama yang benar. Perlu kerjasama yang baik antara suami dan istri.

2. Bagaimana cara tawasul yang benar?

Tawasul secara bahasa adalah mendekatkan diri. Secara syariat adalah mendekatkan diri kepada Alloh dengan cara yang disyariatkan oleh Alloh.
Tawasul terbagi menjadi :
- Tawasul dengan menyebut nama Alloh
- Tawasul dengan amalan ibadah kepada Alloh
- Tawasul dengan doa orang sholeh yang masih hidup
- Tawasul dengan minta langsung kepada Alloh
Tidak termasuk tawasul adalah meminta kepada orang yang sudah mati.

3. Bagaimana cara memahami bersemayamnya Alloh di atas arsy?

Seorang muslim wajib meyakini istiwa'nya Alloh. Istiwa' telah diketahui maknanya, tapi tidak diketahui tata cara dan wujudnya dan bertanya tentang tata cara dan wujudnya adalah bid'ah. Istiwa'nya Alloh berbeda dengan istiwa'nya mahluk. Kita tidak boleh mentakwil makna istiwa'

4. Bagaimana kiat agar istiqomah bertauhid sampai akhir hayat?

Sebab agar bisa istiqomah sampai akhir hayat :
- Tawakal dan berserah diri kepada Alloh, berdoa agar ditetapkan hati hanya kepada Alloh
- Berdoa di setiap waktu kepada Alloh agar selalu diberi ketetapan iman dan islam kita.
- Istiqomah dan senantiasa beribadah kepada Alloh
- Menuntut ilmu agar dijaga dari syubhat dan kerancuan
- Menahan pandangan dari segala sesuatu yang diharamkan

5. Bagaimana cara mengajarkan tauhid kepada anak yang masih kecil?

Ajarkan untuk selalu memuji Alloh, mencintai Alloh, melebihi cinta kepada siapapun. Kita harus menjadi teladan bagi mereka. Ajarkan matan-matan ringkas kepada mereka, sehingga bisa menangkis syubhat-syubhat terkait tauhid.

Nasihat penutup

Pentingnya perhatian kepada tauhid dan sunnah karena banyaknya mereka jatuh kepada kesyirikan karena kebodohan mereka. Ajarkanlah tauhid dan sunnah bagaimana beribadah yang baik dan benar.

Selesai Diringkas oleh Abu Abdul Hafiizh

Menjadikan Agama Sebagai Bahan Gurauan

Abu Fathan | 16:25 | 0 comments
Oleh Prof. Dr Abdur Razzaq al-Abbad

Islam merupakan agama agung, yang dibangun di atas pondasi pengagungan kepada Allâh Azza wa Jalla , pengagungan terhadap syariat-Nya dan Rasul-Nya. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

ذَٰلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

Demikianlah (perintah Allâh). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allâh, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati [Al-Hajj/ 22: 32]

Apabila pengagungan kepada Allâh Azza wa Jalla di dalam hati seseorang menguat, maka ia akan tunduk, patuh, berserah diri dan taat. Namun apabila pengagungan kepada Allâh Azza wa Jalla hilang dari hati seorang hamba, maka ia akan membangkang kepada agama ini, bahkan ia akan berubah menjadi seseorang yang suka mencibir, mencela, dan menghinakan (agama ini). Dengan ini, tersingkap sudah penyebab hilangnya rasa hormat dari sebagian orang terhadap agama ini.

Sungguh, kita tidak pernah membayangkan akan adanya seseorang di negeri Islam yang berani menulis perkataan yang mengandung penghinaan terhadap Allâh Azza wa Jalla , atau celaan kepada Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ataupun penistaan terhadap sebagian dari syariat Allâh Azza wa Jalla . Akan tetapi, jika pengagungan kepada Allâh Azza wa Jalla telah sirna dari hati seseorang, ia tak segan lagi untuk melakukan hal-hal yang sangat aneh dan tidak masuk akal tersebut. Sebab, kebaikan dan keselamatan seseorang tergantung dari kebaikan dan kesucian hatinya. Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ

Ketahuilah! Sesungguhnya di dalam hati itu terdapat segumpal daging. Bila ia baik, maka akan baik pula seluruh tubuhnya. Namun bila segumpal daging ini rusak, maka rusak pula seluruh tubuhnya. Ketahuilah, itu adalah hati.[1]

Sesungguhnya menjadikan Allâh Azza wa Jalla , Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , atau sebagian dari syariat Islam dan hukum-hukumnya sebagai bahan senda gurau, merupakan bentuk kemurtadan dari Islam, dan bentuk kejahatan keji serta musibah besar yang tidak akan dilakukan oleh hati yang beriman. Karena penistaan terhadap agama merupakan bukti kekufuran dan hilangnya keimanan orang yang melakukannya.

Maka barangsiapa yang berani mencela –walau sedikit-:
nama-nama Allâh yang maha indah
sifat-sifat-Nya yang maha mulia
perbuatan-perbuatan-Nya yang penuh keagungan, atau
mencela sebagian ayat-Nya, seperti orang yang mencela satu surat atau ayat dalam al-Quran, atau
mencela Rasul-Nya n , sifat-sifat, akhlaq, dan sunnah-sunnahnya, atau
mencela sebagian dari syariat yang dibawanya; seperti mencela shalat, haji dan puasa, atau mencela perintah maupun larangan dalam syariat Islam, seperti mencela pengharaman riba, zina, minuman keras dan lainnya, atau mencela hal-hal yang Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kabarkan berupa balasan dari amalan-amalan hamba di dunia, seperti surga dan neraka serta balasan-balasan yang lainya.

Maka semua bentuk celaan dan penistaan tersebut merupakan kekufuran kepada Allâh dan membatalkan keislaman seseorang. Ini berdasarkan firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ ﴿٦٥﴾ لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ ۚ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ

Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allâh, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. [At-Taubah/ 9: 65-66].

Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang artinya “kalian telah kafir setelah beriman” maknanya adalah: bahwa orang-orang yang mengatakan perkataan tersebut (yang mengandung penistaan terhadap agama), mereka telah kafir disebabkan perkataan tersebut, setelah sebelumnya mereka termasuk orang-orang yang beriman. Ini Allâh tunjukkan dalam firman-Nya yang artinya: “kalian telah kafir setelah beriman” yaitu telah kafir dikarenakan senda gurau kalian terhadap Allâh dan Rasul-Nya.

Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah menyebutkan dalam kitab Tafsirnya sebuah riwayat yang di sandarkan kebada Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhu beliau berkata: Pada suatu perbincangan di saat perang tabuk, ada seseorang yang berkata, “Kami tidak pernah melihat orang yang seperti mereka para pembaca al-Quran kami, mereka orang yang paling rakus perutnya, paling pendusta serta paling pengecut ketika bertemu dengan musuh!” Maka berkatalah salah seorang yang berada di majlis tersebut, “Engkau berdusta, bahkan engkau adalah orang yang munafiq! Sungguh akan aku kabarkan hal ini kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .” Maka pergilah orang ini kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melaporkan kejadian tersebut, namun ia mendapati bahwa Allâh Azza wa Jalla telah menurunkan ayat al-Quran kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkaitan dengan hal tersebut. Kemudian datanglah orang tersebut kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta maaf atas perbuatannya. Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhu berkata : “Aku melihat orang tersebut bergelantungan pada tali pengikat pelana unta Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sembari berkata, “Sungguh, kami hanyalah bermain-main dan bersenda gurau belaka.” Sedangkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala:

قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ ﴿٦٥﴾ لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ 

“Apakan dengan Allâh, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian bersendau gurau? Janganlah kalian beralasan, kalian telah kafir setelah beriman!”

Dalam firman Allâh Azza wa Jalla yang artinya, “Janganlah kalian beralasan, sungguh kalian telah kafir setelah beriman” terdapat dalil bahwa orang yang mengucapkan perkataan tersebut sebelumnya adalah orang yang beriman, namun ia berubah menjadi kafir (murtad) disebabkan perkataannya tersebut. Hal ini menjelaskan kepada kita maksud dari sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tertera dalam shahîh al-Bukhârî dan lainnya, yaitu sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ

Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan suatu kalimat yang mendatangkan murka Allâh sedangkan ia memandangnya suatu hal yang sepele, namun dikarenakan hal tersebut ia terperosok di neraka Jahannam. [HR. Al-Bukhârî]

Dan dengan adanya virus seperti ini, serta munculnya berbagai macam perkataan yang mengandung penghinaan terhadap agama, yang ditulis oleh orang-orang yang mereka itu anak bangsa kita, anak-anak kaum Muslimin, yang hidup dan tumbuh di lingkungan Islam; maka semakin besar tanggung jawab dan kewajiban kita untuk menjaga anak-anak kita. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. [At-Tahrîm/ 66: 6]

Sungguh ini adalah bahaya besar yang menyerang anak-anak kaum Muslimin dari berbagai penjuru melalui berbagai media yang terbuka lebar, sehingga mendatangkan musibah besar dan keburukan yang begitu parah tersebar di sekitar kita.

Seorang anak yang lemah ilmu dan akidahnya, ketika duduk di hadapan chanel-chanel parabola (atau televisi) yang penuh dengan racun, serta berbagai website internet yang penuh dengan virus pikiran yang membahayakan, dia akan membaca dan mendengarkan dari berbagai media, kemudian terjadilah pembangkangan dan kerusakan pada kaum Muslimin. Dan hal ini menuntut kita semua untuk lebih bersungguh-sungguh dalam menjaga diri kita serta putra-putri kita dengan membentengi mereka melalui akidah yang lurus, keimanan yang kokoh dan juga memperkuat hubungan dengan Allâh Azza wa Jalla.

Kita juga memperingatkan mereka dari website-website dan chanel-chanel yang menyebarkan berbagai virus, hal-hal yang melanggar susila, kekufuran dan berbagai penyimpangan pemikiran dalam aqidah. Demikian juga wajib bagi kita untuk selalu bertakwa kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala terhadap diri kita, keluarga dan anak-anak kita, serta bersungguh-sungguh dalam memelihara dan menjaga mereka agar terhindar dari penyakit-penyakit dan musibah yang besar tersebut. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. [Al-Isrâ’ / 17: 36]

Dan barang siapa yang selalu mengingat bahwa ia akan berdiri di hadapan Allâh Subhanahu wa Ta’ala pada hari kiamat, dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas pendengaran, penglihatan dan hatinya, maka hal itu akan menjadikan ia berhati-hati dalam menjaganya serta menjauhkannya dari semua yang dimurkai oleh Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Karena sesungguhnya panca indra yang berupa pendengaran, penglihatan dan lainnya memiliki keburukan-keburukan, dan jalan untuk selamat darinya adalah dengan selalu merasa takut kepada Allâh dan kembali kepada-Nya serta melakukan usaha-usaha yang bisa menghindarkan dari semua yang dapat menuai murka Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Dan Allâh Dialah Sang Penjaga para hamba-Nya dan Pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, hanya Dia semata; tidak ada sekutu baginya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XX/1438H/2016M. ]
_______
Footnote
[1] HR. Al-Bukhâri no 52, Muslim no 1599 dari An-Nu’mân Bin Basyîr Radhiyallahu anhu.


ISLAM TETAP TERJAGA

Abu Fathan | 07:50 | 0 comments
Islam diturunkan Allâh Azza wa Jalla untuk seluruh manusia, dimanapun mereka berada. Islam tidak hanya berlaku di Arab saja atau ditempat-tempat tertentu lainnya. Allâh Azza wa Jalla tegaskan dalam al-Qur’an tentang Muhammad Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , yang diutus membawa agama yang hanif ini:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. [Al-Anbiyâ’/21:107]

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا

Katakanlah: Hai manusia! Sesungguhnya aku adalah utusan Allâh kepadamu semua [al-A’râf/7:158]

Para Ulama Ahli tafsir dari kalangan Sahabat Radhiyallahu anhum dan Tabi’in, seperti ‘Abdullah bin ‘Abbâs Radhiyallahu anhu dan Imam Qatadah al-Bashri menafsirkan ayat di atas bahwa Allâh Azza wa Jalla mengutus Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada semua golongan manusia dan jin, baik dari kalangan bangsa ‘Arab maupun ‘Ajam (selain bangsa Arab).

Bahkan ini merupakan salah satu keistimewaan yang Allâh Azza wa Jalla berikan kepada Nabi kita. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً

Dulu para Nabi q diutus kepada kaumnya sendiri sedangkan aku diutus kepada seluruh umat manusia [HR. Al-Bukhâri, 1/128 dan Muslim, no. 521]

Oleh karena itu, dalam Islam, keutamaan dan kemuliaan di sisi Allâh Azza wa Jalla bukan ditentukan dengan suku bangsa atau golongan tertentu. Ketakwaan dan ketaatan kepada Allâh Azza wa Jalla , itulah yang menentukannya, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla berfirman al-Qur’an Surat al-Hujurat ayat ke-13.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَلاَ لاَ فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى عَجَمِيٍّ وَلاَ عَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَلاَ أَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلاَ أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلاَّ بِالتَّقْوَى

Ketahuilah bahwa tidak ada keutamaan bagi orang ‘Arab di atas orang ‘Ajam (non ‘Arab), tidak keutamaan bagi orang ajam di atas orang arab, juga bagi yang berkulit merah di atas yang berkulit hitam atau bagi yang berkulit hitam di atas yang berkulit merah kecuali dengan sebab ketakwaan. [HR. Ahmad, 5/411 dan lain-lain, dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shahîhah, no. 2700].

Karena Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus untuk semua manusia, berarti syari’at yang Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bawa juga berlaku bagi semua orang yang masih hidup sejak zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus hingga hari kiamat. Oleh karena itu, barangsiapa yang telah sampai kepadanya ajakan untuk mengikuti agama Islam kemudian dia menolaknya, maka dia termasuk penghuni neraka Jahannam pada hari kiamat kelak.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِيْ أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ يَهُوْدِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوْتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِيْ أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

Demi Allâh yang jiwaku (ada) di tangan-Nya, tidaklah salah seorang dari umat ini mendengarkan (sampai kepadanya) tentang aku (syariat Islam yang aku bawa), baik dia orang yang beragama Yahudi atau Nashrani, kemudian dia mati dalam keadaan tidak beriman dengan agama yang aku bawa, kecuali dia termasuk penghuni neraka (di akhirat nanti).[HR. Muslim, no. 153]

Itulah diantara keistimewaan Islam yang dibawa oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yangdilanjutkan oleh para Sahabat, tabi’in dan tabi’in serta orang-orang yang terus mengikuti mereka sampai hari kiamat. Ajarannya akan tetap terjaga, meskipun musuh terus berusaha merusaknya.

Semoga Allâh Azza wa Jalla menganugerahkan keistiqamahan di atas Islam kepada kita sampai kematian datang menjemput.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XIX/1437H/2016M.]

Membela Islam

Abu Fathan | 01:44 | 0 comments
Ada beberapa ayat dalam al-Quran, yang memerintahkan kita untuk membela Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita akan lihat beberapa ayat berikut,

Pertama, firman Allah,

وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ

Sungguh Allah akan menolong orang yang membela-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (QS. al-Hajj: 40)

Allah juga berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ؛ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolong kalian dan mengokohkan kaki kalian.” (QS. Muhammad: 7)

Di ayat lain, Allah berfirman memerintahkan umat islam untuk membela Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا . لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ

Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, Supaya kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mendukung beliau, memuliakan beliau…. (QS. al-Fath: 8-9)

Apa makna membela dan menolong Allah?

Ada banyak ayat dalam al-Quran yang menggunakan istilah yang umumnya digunakan manusia.

Diantaranya, Allah membeli dari jiwa dan harta orang beriman dengan dibayar surga. Allah berfirman,

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh…” (QS. at-Taubah: 111)

Di ayat lain, Allah menawarkan kepada manusia untuk menghutangi dan akan dibalas dengan berlipat ganda,

مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً

“Siapa yang memberikan pinjaman kepada Allah dengan kebaikan maka Allah akan mengganti dengan berlipat ganda.” (QS. al-Baqarah: 245)

Imam as-Sa’di menjelaskan surat Muhammad ayat 7,

هذا أمر منه تعالى للمؤمنين، أن ينصروا الله بالقيام بدينه، والدعوة إليه، وجهاد أعدائه، والقصد بذلك وجه الله، فإنهم إذا فعلوا ذلك، نصرهم الله وثبت أقدامهم

Ini merupakan perintah dari Allah kepada orang yang beriman agar mereka membela Allah dengan menjalankan agamanya, mendakwahkannya dan berjihad melawan musuhnya. Dan semua itu bertujuan untuk mengharap wajah Allah. Jika mereka melakukan semua itu, maka Allah akan menolong mereka dan mengokohkan kaki mereka. (Tafsir as-Sa’di, hlm. 785)

Islam Menjunjung Tinggi Kelemahlembutan

Abu Fathan | 20:10 | 0 comments
Tabligh akbar Syaikh Dr. Shalih bin Sa’ad As-Suhaimi Hafidzahullah (pengajar tetap di Masjid Nabawi Madinah An-Nabawiyyah, sekaligus doktor pada bidang Aqidah di Universitas Islam Madinah)

Syaikh membuka tabligh Akbar dengan membawakan hadits bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kabar gembira bahwa barangsiapa yang berkumpul di salah satu rumah dari rumah-rumah Allah (yaitu masjid) untuk mempelajari membaca Al-Qur’an dan mempelajari petunjuknya maka dia akan turun ketenangan di antara mereka, dilimpahi rahmat, dikelilingi malaikat, dan disebut-sebut di majelis Allah subhanahu wa Ta’ala.
*Kelembutan (Ar-Rifq)* adalah perkara yang agung dan merupakan salah satu akhlak mulia yang ada pada diri Rasulullah sebagaimana Allah mensifati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ

Sungguh, kamu mempunyai akhlak yang agung” [Al-Qalam : 4]
Pembahasan Sikap Kelemah-lembutan pagi ini akan kita bahas sbb :
  1. Dalil-dalil tentang wajibnya bersikap lemah-lembut
  2. Dalil yang menunjukkan bahwa lemah lembut adalah sikap yang terpuji dalam Islam dan bagaimana Rasulullah menerapkannya
  3. Dampak positif dengan memiliki sifat lemah-lembut ini
✅1. Dalil-dalil tentang wajibnya bersikap lemah-lembut
Diantara dalil-dalilnya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala adalah ketika menjelaskan bahwa beliau Rasulullah adalah orang yang penyayang dan memiliki rasa belas kasih terhadap orang-orang yang beriman.
Allah Ta’ala berfirman.

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ

Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, yang berat memikirkan penderitaanmu, sangat menginginkan kamu (beriman dan selamat), amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min” [At-Taubah : 128]
Allah juga menjelaskan bahwa beliau adalah orang yang ramah dan lemah lembut.

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ

Dengan sebab rahmat Allah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentu mereka menjauh dari sekelilingmu [Ali Imran : 159]
Allah juga menjelaskan bahwa para sahabat yang mulia senantiasa saling bekasih sayang. Allah Ta’ala berfirman :

مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ

Muhammad itu adalah utusan Allah. Orang-orang yang selalu bersamanya bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesame mereka” [Al-Fath : 29] 
*Adapun dalil-dalil dari Hadits sbb* :
▶Dari Aisyah radhiallahu anha :

يَا عَائِشَةُ إِنَّ اللَّهَ رَفِيْقٌ يُحِبُ الرِّفْقَ وَيُعْطِى عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعطِِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَالاَ يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ

“Wahai Aisyah, sesunguhnya Allah itu Mahalembut dan mencintai kelembutan. Allah memberi kepada kelembutan hal-hal yang tidak diberikan kepada kekerasan dan sifat-sifat lainnya”
✅2. Kehidupan Rasulullah shallahu alaihi wa sallam dalam mempraktekkan sikap lemah lembut
Dari Anas Bin Malik Radhiyallahu’anhu ia berkata :
”Saya membantu Rasulullah Shallallahu’alaihiwassalam selama sepuluh tahun. Demi Allah , beliau tidak pernah berkata kasar kepadaku. Tidak pernah beliau berkata, ‘ kenapa kamu melakukan demikian’ atau ‘ kenapa tidak engkau lakukan demikian”  (H.R Bukhari Muslim dan selain keduanya)
Perlu kita renungkan tentang kisah menakjubkan, yaitu dikisahkan dalam sebuah hadits bahwa suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk-duduk bersama para shahabat radhiyallahu ‘anhum di dalam masjid. Tiba-tiba muncul seorang ‘Arab badui (kampung) masuk ke dalam masjid, kemudian kencing di dalamnya. Maka, dengan serta merta, bangkitlah para shahabat yang ada di dalam masjid, menghampirinya seraya menghardiknya dengan ucapan yang keras. *Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mereka untuk menghardiknya dan memerintahkan untuk membiarkannya sampai orang tersebut menyelesaikan hajatnya*. Kemudian setelah selesai, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta untuk diambilkan setimba air untuk dituangkan pada air kencing tersebut. (HR. Al Bukhari)
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam *memanggil ‘Arab badui tersebut dalam keadaan tidak marah ataupun mencela. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menasehatinya dengan lemah lembut* :
“Sesungguhnya masjid ini tidak pantas untuk membuang benda najis (seperti kencing,dll) atau kotor. Hanya saja masjid itu dibangun sebagai tempat untuk dzikir kepada Allah, shalat, dan membaca Al Qur’an.” (HR. Muslim)
Melihat sikap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang demikian lembut dan halusnya dalam menasehati, timbullah rasa cinta dan simpati ‘Arab badui tersebut kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka ia pun berdoa: “Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad, dan janganlah Engkau merahmati seorangpun bersama kami berdua.”
Mendengar doa tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa dan berkata kepadanya:
“Kamu telah mempersempit sesuatu yang luas (rahmat Allah).” (HR. Al Bukhari dan yang lainnya)

Mafsadah yang bisa ditimbulkan jika beliau melarang Arab Badui itu dengan keras ketika dia belum selesai menuntaskan hajatnya tsb :
  • Teguran yang keras bisa jadi menyebabkan arab dusun tersebut meninggalkan agama Islam dan murtad
  • Bisa jadi dia kaget dan berlari dan najisnya tercecer kemana-mana sehingga lebih sulit membersihkannya
  • Bisa menyebabkan sakit bagi dirinya karena kencingnya tidak tuntas.
  • Menjadikan manusia berpaling dari petunjuk Islam.
Contoh lain bagaimana akhlaq Rasulullah yang lemah-lembut ketika menasihati orang lain sebagaimana dalam hadits sahih :
▶Suatu hari ada seorang pemuda yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, izinkan aku berzina!”
Orang-orang pun bergegas mendatanginya dan menghardiknya, “Diam kamu! Diam!”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Mendekatlah.”
Pemuda itu pun mendekat lalu duduk.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Relakah engkau jika ibumu dizinai orang lain?”
“Tidak, demi Allah, wahai Rasul!” sahut pemuda itu.
“Begitu pula orang lain, tidak rela kalau ibu mereka dizinai.”
Lanjut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Relakah engkau jika putrimu dizinai orang?”
“Tidak, demi Allah, wahai Rasul!” pemuda itu kembali menjawab.
“Begitu pula orang lain, tidak rela jika putri mereka dizinai.”
“Relakah engkau jika saudari kandungmu dizinai?”
“Tidak, demi Allah, wahai Rasul!”
“Begitu pula orang lain, tidak rela jika saudara perempuan mereka dizinai.”
“Relakah engkau jika bibi – dari jalur bapakmu – dizinai?”
“Tidak, demi Allah, wahai Rasul!”
“Begitu pula orang lain, tidak rela jika bibi mereka dizinai.”
“Relakah engkau jika bibi – dari jalur ibumu – dizinai?”
“Tidak, demi Allah, wahai Rasul!”
“Begitu pula orang lain, tidak rela jika bibi mereka dizinai.”
*Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangannya di dada pemuda tersebut sembari berkata, “Ya Allah, ampunilah kekhilafannya, sucikanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya.”*
Setelah kejadian tersebut, pemuda itu tidak pernah lagi tertarik untuk berbuat zina. (H.R. Ahmad, no. 22211; sanadnya dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani.)
Kisah lain tentang sikap dan akhlaq Nabi dalam berdakwah yaitu *ketika beliau berdakwah ke Thoif dan mendapat perlakuan yang buruk di sana oleh penduduknya yaitu beliau pun pergi dari thoif dengan wajah bersedih dan datang Malaikat Jibril alihissalam, lalu Jibril berseru: ‘Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mendengar perkataan kaummu kepadamu dan penolakan mereka terhadapmu. Dan Allah Azza wa Jalla telah mengirimkan malaikat penjaga gunung untuk engkau perintahkan melakukan apa saja yang engkau mau atas mereka’. Malaikat (penjaga) gunung memanggil Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengucapkan salam lalu berkata: ‘Wahai Muhammad! Jika engkau mau, aku bisa menimpakan Akhsabain’.” (Dua gunung besar di Mekkah)
*Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “(Tidak) namun aku berharap supaya Allah Azza wa Jalla melahirkan dari anak keturunan mereka orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun jua”*. [HR Imam al-Bukhâri dan Imam Muslim].
✅3. Pengaruh positif sikap Lemah lembut dalam Dakwah kepada Allah
Telah berlalu hadits tentang pengaruh sikap lemah lembut dan lunak dalam menghadapi manusia ini diantaranya :

إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ

“Sesungguhnya sifat lemah lembut itu tidak berada pada sesuatu melainkan dia akan menghiasinya (dengan kebaikan)..”
✔Diantara dampak positif terbesar dari sikap ini adalah mudahnya manusia menerima dakwah Islam ini
✔Orang yang paling dekat dengan kedudukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kelak di hari Qiyamat adalah orang yang paling memiliki akhlaq mulia
✔Mudahnya tersebar ajaran Islam di kalangan manusia sebagaimana di Negara Indonesia, yaitu agama ini tidak tersebar dengan kekerasan namun melainkan dengan sikap lemah lembut dan akhlaq yang mulia. Jihad dalam penyebaran Islam tetap disyariatkan namun sesuai dengan aturan-aturan syar’i dan bukan sebagaimana yang dipahami secara serampangan oleh sebagian kelompok.
✔Para da’i dan muballigh hendaknya menghiasi dirinya dengan sikap ini agar memudahkan orang-orang untuk menerima Islam dan membawa keberhasilan dalam dakwahnya. Allah memerintahkan pada 2 nabiNya yaitu Nabi Musa dan Nabi Harun untuk tetap berdakwah dengan perkataan lembut kepada Fir’aun padahal Allah subhanahu wa ta’ala telah mengetahui bahwa Fir’aun tidak akan menerima dakwah tersebut.
✔Termasuk perkara tidak diterimanya Islam adalah dari *orang-orang yg tidak memahami petunjuk Allah dengan menampilkan sikap yang ekstrem dan kasar dalam berdakwah dengan alasan berjihad di jalan Allah sebagaimana perbuatan teror dari kaum khawarij baik di masa ini maupun di masa yang lalu. Kelompok yang melakukan terror tersebut tidaklah memahami Islam sesuai dengan pemahaman Nabi dan para sahabatnya dan mereka hendaknya bertanya kepada para ulama Rabbaniy yang mengajarkan agama Islam dengan lurus.*
💠Sebagai penutup bahwa dakwah dan sikap lemah-lembut jangan salah dipahami sebagai dakwah yang mengorbankan prinsip-prinsip dasar islam demi untuk mengikuti keridhaan sebagian manusia, ini adalah sesuatu yang tidak dibenarkan. *Kita haruslah tetap mendakwahkan tauhid, sunnah, mengajak orang salat berjamaah, termasuk diantaranya mendakwahkan tentang hijab (menutup aurat bagi muslimah) walaupun banyak dari manusia yang membencinya dan walaupun mereka mengatakan bahwa dakwah ini adalah dakwah yang keras. Tetaplah mendakwahkan Islam dengan hikmah dan sikap lemah lembut tanpa mengorbankan prinsip-prinsip dasar Islam demi mendapatkan keridhaan manusia.*
Ahad 19 Syawal 1437 H (24 Juli 2016)
Rekaman Dapat Dilihat di Link => http://desasalaf.blogspot.com/
✒ Rizal Abu Ayyub
Masjid Nurul Iman Blok M Square, Jakarta pada hari Ahad, 19 Syawwal 1437 H/ 24 Juli 2016, pukul 09:16 – Selesai.

Islam Adalah Satu-Satunya Agama Yang Benar

Abu Fathan | 17:21 | 0 comments
Satu-satunya agama yang benar, diridhai dan diterima oleh Allâh Azza wa Jalla adalah Islam. Agama-agama selain Islam, tidak akan diterima oleh Allâh Azza wa Jalla . Karena agama-agama tersebut telah mengalami penyimpangan yang fatal dan telah dicampuri dengan tangan-tangan kotor manusia. Setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus, maka orang Yahudi, Nasrani dan yang lainnya wajib masuk ke agama Islam, mengikuti Rasûlullâh k . Allâh Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ 

Sesungguhnya agama di sisi Allâh ialah Islam. [Ali ‘Imrân/3:19]

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ

Maka mengapa mereka mencari agama yang lain selain agama Allâh, padahal apa yang ada dilangit dan di bumi berserah diri kepada-Nya, (baik) dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada-Nya-lah mereka dikembali-kan?” [Ali ‘Imrân/3:83]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا 

Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu. [Al-Mâidah/5:3]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ

Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, dia tidak akan diterima, [Ali ‘Imrân/3:85]

Apabila orang Yahudi dan Nashrani tidak masuk dalam agama Islam yang dibawa oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka mereka pasti menjadi penghuni neraka Jahannam. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ! لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هـٰذِهِ اْلأُمَّةِ يَهُوْدِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوْتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ، إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

Demi Rabb yang diri Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah seorang dari umat Yahudi dan Nasrani yang mendengar diutusnya aku (Muhammad), lalu dia mati dalam keadaan tidak beriman dengan apa yang aku diutus dengannya (Islam), niscaya dia termasuk penghuni neraka.[1] 

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Rasul yang terakhir dan penutup. Syari’at yang Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bawa menghapus syari’at sebelumnya. Allâh Azza wa Jalla tidak menerima agama dari seorang hamba selain dari agama Islam. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan oleh Allâh Azza wa Jalla untuk mengajak orang-orang Yahudi dan Nashrani masuk ke dalam agama Islam, karena setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus, maka tidak ada Nabi lagi sesudah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak ada agama kecuali agama Islam. Bahkan seandainya Nabi Musa Alaihissallam masih hidup, maka dia wajib mengikuti agama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Sebagaimana yang terjadi pada ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu, ketika itu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang dan membaca lembaran Taurat, maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَمُتَهَوِّكُوْنَ فِيْهَا يَا ابْنَ الْـخَطَّابِ؟ وَالَّذِيْ نَفْسِـيْ بِيَدِهِ ، لَقَدْ جِئْتُكُمْ بِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةً ، لَا تَسْأَلُوْهُمْ عَنْ شَيْءٍ فَيُخْبِرُوْكُمْ بِحَـقٍّ فَتُكَذِّبُوْا بِهِ ، أَوْ بِبَاطِلٍ فَتُصَدِّقُوْا بِهِ ، وَالَّذِيْ نَفْسِـيْ بِيَدِهِ ، لَوْ أَنَّ مُوْسَى كَانَ حَيًّا مَا وَسِعَهُ إِلَّاأَنْ يَتَّبِعَنِـيْ

Apakah engkau merasa ragu, wahai ‘Umar bin al-Khaththab? Demi Allâh yang diri Muhammad ada di tangan-Nya, sungguh aku telah membawa kepada kalian agama ini dalam keadaan putih bersih. Janganlah kalian tanya kepada mereka tentang sesuatu, sebab nanti mereka kabarkan yang benar namun kalian mendustakan, atau mereka kabarkan yang bathil lalu kalian membenarkannya. Demi Allâh yang diri Muhammad berada di tangan-Nya! Seandainya Nabi Musa itu hidup, maka tidak boleh baginya melainkan harus mengikuti aku[2] 

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

Katakanlah (Muhammad): ‘Wahai ahli Kitab, marilah (kita menuju) kepada suatu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allâh dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allâh.’ Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka): ‘Saksikanlah, bahwa kami termasuk orang-orang muslim.” [Ali ‘Imrân/3:64]

Pada zaman Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Allâh Azza wa Jalla telah menjelaskan dalam al-Qur'ân bahwa Yahudi dan Nasrani selalu berusaha untuk memurtadkan dan menyesatkan kaum Muslimin dan mengembalikan mereka kepada kekafiran, mengajak kaum Muslimin kepada agama Yahudi dan Nasrani. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ

Banyak di antara ahli Kitab menginginkan sekiranya mereka dapat mengembalikan kamu setelah kamu beriman menjadi kafir kembali, karena rasa dengki dari dalam diri mereka, setelah kebenaran jelas bagi mereka.[Al-Baqarah/2:109]

Allâh Azza wa Jalla berfirman,

وَلَنْ تَرْضَىٰ عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ 

Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan ridha kepada kamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka. [Al-Baqarah/2:120]

Ayat-ayat di atas menjelaskan bahwa Islam satu-satunya agama yang benar, adapun selain Islam tidak benar dan tidak diterima oleh Allâh Azza wa Jalla . Ayat-ayat di atas juga menjelaskan bahwa orang Yahudi dan Nasrani tidak senang kepada Islam serta tidak ridha kecuali jika umat Islam mengikuti mereka. Mereka berusaha untuk menyesatkan dan memurtadkan umat Islam dengan berbagai cara. Saat ini gencar sekali dihembuskan propaganda penyatuan agama, yang menyatakan konsep satu Tuhan tiga agama. Hal ini tidak bisa diterima, baik secara nash (dalil al-Qur'ân dan as-Sunnah) maupun akal. Ini hanyalah angan-angan semu belaka. Kesesatan ini telah dibantah oleh Allâh Azza wa Jalla dalam al-Qur'ân:

وَقَالُوا لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ كَانَ هُودًا أَوْ نَصَارَىٰ ۗ تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ ۗ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ ﴿١١١﴾ بَلَىٰ مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata, ‘Tidak akan masuk Surga kecuali orang-orang Yahudi atau Nasrani.’Itu (hanya) angan-angan mereka.Katakanlah, ‘Tunjukkan bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang-orang yang benar. Tidak! Barangsiapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allâh, dan ia berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Rabb-nya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.’”[Al-Baqarah/2:111-112]

Allâh Azza wa Jalla kemudian menjelaskan bahwa orang yang ikhlas dan ittiba’, tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan mereka akan mendapat balasan yang menggembirakan di akhirat. Sedangkan propaganda tersebut merupakan tipuan mereka (orang Yahudi dan Nasrani) agar kaum Muslimin keluar dari ke-Islamannya dan memeluk agama Yahudi atau Nasrani. Bahkan mereka memberikan iming-iming, jika mengikuti agama mereka, orang Islam akan mendapat petunjuk. Padahal Allâh Azza wa Jalla memerintahkan kita untuk mengikuti agama Ibrâhîm Alaihissallam yang lurus, agama tauhid yang terpelihara. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَقَالُوا كُونُوا هُودًا أَوْ نَصَارَىٰ تَهْتَدُوا ۗ قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Dan mereka berkata, ‘Jadilah kamu (penganut) Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk.’Katakanlah, ‘(Tidak!) tetapi (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus.Dan dia tidak termasuk orang yang mempersekutukan Allâh. [Al-Baqarah/2:135]

Untuk itu, kita wajib berhati-hati dan waspada terhadap propaganda-propaganda sesat, yang menyatakan bahwa, ‘Semua agama adalah baik’, ‘kebersamaan antar agama’, ‘satu tuhan tiga agama’, ‘persaudaraan antar agama’, ‘persatuan agama’, ‘perhimpunan agama samawi’, ‘persatuan agama Ibrahimiyyah’, ‘persatuan agama Ilahi’, ‘persatuan kaum beriman’, ‘pengikut millah’, ‘persatuan umat manusia’, ‘persatuan agama-agama tingkat nasional’, ‘persatuan agama-agama tingkat internasional’, ‘persaudaraan agama’, ‘satu surga banyak jalan’, ‘dialog antar umat beragama’. Muncul juga dengan nama ‘persaudaraan Islam-Nasrani’ atau ‘Himpunan Islam Nasrani Anti Komunisme’ atau ‘Jaringan Islam Liberal (JIL)’.

Semua slogan dan propaganda tersebut bertujuan untuk menyesatkan umat Islam, dengan memberikan simpati ke agama Nasrani dan Yahudi, mendangkalkan pengetahuan umat Islam tentang Islam yang haq, menghilangkan ‘aqidah al-wala' wal bara’ (cinta/loyal kepada kaum Mukminin dan berlepas diri dari selainnya), dan mengembangkan pemikiran anti agama Islam. Dari semua sisi hal ini sangat merugikan Islam dan umatnya.

Semua propaganda sesat tersebut merusak ‘aqidah Islam, padahal ‘aqidah merupakan hal yang paling pokok dan asas dalam agama Islam ini, karena agama ini mengajarkan prinsip ibadah yang benar kepada Allâh Azza wa Jalla .

Oleh karena itu, seorang yang beriman kepada Allâh Azza wa Jalla sebagai Rabb-nya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Nabinya, tidak boleh ikut dalam seminar-seminar, perkumpulan, pertemuan, yayasan dan organisasi mereka. Tidak boleh pula menjadi anggota mereka. Bahkan ia wajib menjauhinya, mewaspadainya dan takut terhadap akibat buruknya. Ia harus menolaknya, memusuhinya dan menampakkan penolakannya secara terang-terangan serta mengusirnya dari negeri kaum Muslimin. Ia wajib mengikis pemikiran sesat itu dari benak kaum Muslimin, membasmi sampai ke akar-akarnya, mengucilkannya, dan membendungnya. Pemerintah Muslim wajib menegakkan sanksi murtad terhadap pengikut propaganda tersebut, setelah terpenuhi syarat-syaratnya dan tidak adanya penghalang. Hal itu dilakukan demi menjaga keutuhan agama dan sebagai peringatan terhadap orang-orang yang mempermainkan agama, dan dalam rangka mentaati Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam serta demi tegaknya syari’at Islam yang suci.

Hendaknya setiap Muslim mengetahui hakikat propaganda ini. Ia tidak lain hanyalah benih-benih filsafat yang berkembang di alam politik yang berujung pada kesesatan. Muncul dengan mengenakan baju baru untuk memangsa korban, memangsa ‘aqidah mereka, tanah air mereka dan merenggut kekuasaan mereka.

Oleh karena itu, wajib bagi kaum Muslimin untuk bara’[3] (berlepas diri dari kekufuran). 

Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat untuk kaum Muslimin serta menambah keyakinan mereka tentang benarnya agama Islam dan wajib berlepas diri dari semua kesyirikan dan kekafiran. Dan kita wajib untuk bermuamalah dengan baik sesuai dengan syari’at Islam dan tidak boleh sekali-kali mengorbankan aqidah dan agama dalam bermuamalah dan lainnya.

Maraaji’:
1. Tafsîr ath-Thabari.
2. Tafsîr Ibni Katsîr, tahqiq Sami Salamah.
3. Al-Ibthâl Linazhariyyatil Khalthi baina Dînil Islam wa Ghairihi minal Adyân karya Syaikh Bakr bin ‘Abdillah Abu Zaid, cet. Daar ‘Alamul Fawaa-id, cet II/ th. 1421 H.
4. Al-Madkhal lidirâsatil ‘Aqîdatil Islâmiyyah ‘ala Madzhab Ahlis Sunnah wal Jamâ’ah.
5. Prinsip Dasar Islam.
6. Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamâ’ah.

Oleh Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas حفظه الله

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XVIII/1436H/2014M.]
_______
Footnote
[1]. Shahih: HR. Muslim no 153 (240) dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
[2]. Hasan: HR. Ahmad (III/387), Ad-Darimi (I/115), dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam Kitâbus Sunnah (no. 50), dari Shahabat Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu dan lafazh ini milik Ahmad. Derajat hadits ini hasan karena memiliki banyak jalur yang saling menguatkan, lihat Hidâyatur Ruwât (I/136, no. 175)]
[3]. Kata al-bara' dalam bahasa Arab mempunyai banyak arti, antara lain menjauhi, membersihkan diri, melepaskan diri dan memusuhi. Kata bari-a (بَرِئَ) berarti membebaskan diri dari melaksanakan kewajiban-nya terhadap orang lain. Sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla :

بَرَاءَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“(Inilah pernyataan) pemutusan hubungan dari Allâh dan Rasul-Nya kepada orang-orang musyrik yang kamu (kaum muslimin) mengadakan perjanjian (dengan mereka).”[At-Taubah/9:1]. 

Maksudnya, membebaskan diri dengan peringatan tersebut.

Dalam terminologi syari’at Islam, al-bara’ berarti penyesuaian diri seorang hamba terhadap apa yang dibenci dan dimurkai Allâh, berupa perkataan, perbuatan, keyakinan dan kepercayaan serta orang. Jadi, ciri utama al-bara' adalah membenci apa yang dibenci Allâh secara terus-menerus dan penuh komitmen.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. BERITA SUNNAH - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger