Salafiyah itu bukanlah pemahaman individu yang tidak ma’shûm terhadap Islam.
Salafiyah itu bukanlah sekedar mengikuti petunjuk yang bersifat lahiriyah (zhâhir) saja.
Salafiyah itu adalah aqidah, akhlaq, adab, perbuatan dan ucapan yang selaras dengan apa yang salaful ummah berada di atasnya.Salafiyah itu memelihara sifat dasar Islam yang bebas dari bid’ah, syubhat dan syahwat.
Jika ada yang berkata : mengapa nama Islam saja tidak cukup? Padahal Dia-lah (Alloh) yang telah menamai kalian sebagai orang-orang Islam dari dulu (al-Hajj :78).
Namun, tatkala umat ini berpecah belah dan mulai muncul beraneka macam seperti yang telah diberitakan oleh Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam, maka bagi orang-orang yang tetap berpegang dengan petunjuk jama’ah (generasi) pertama agar membedakan diri dengan nama dan manhaj.Sebagaimana ketika Imam Ahmad ditanya : “Tidak cukupkan bagi kita mengatakan bahwa al-Qur’an itu Kalâmullâh dan kita diam?”, beliau menjawab : “Perkataan ini cukup untuk orang-orang sebelum kita”, yaitu sebelum munculnya pendapat Mu’tazilah yang menyatakan al-Qur’an itu makhluk. Saat itu seorang muslim cukup mengatakan bahwa al-Qur’an itu Kalâmullâh. Namun, pasca munculnya bid’ah (Khalqul Qur’an), maka tidak cukup lagi kita hanya mengatakan demikian.Kita harus mengatakan, al-Qur’an adalah Kalâmullâh bukan makhluk. Nama Islam juga demikian, akan memadai apabila umat ini masih jama’ah yang satu, sebelum bermunculannya berbagai bid’ah.
‘Abdullâh bin Mas’ûd berkata : “Kalian pada hari ini berada di atas fithrah. Dan sesungguhnya kalian akan mengada-adakan sesuatu (bid’ah). Apabila kalian melihat perkara yang diada-adakan (muhdatsah) maka wajib atas kalian berpegang kepada generasi awal”
Kebid’ahan mulai muncul pada akhir zaman sahabat Radhiyallâhu ‘anhum, membenarkan sabda Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam : “Barangsiapa diantara kalian yang masih hidup nanti, akan melihat perselisihan yang banyak” (HR Abû Dâwud dan Turmudzî, dishahihkan oleh al-Albânî.)
Jadi, salafiyah adalah berpegang teguh dengan petunjuk jama’ah generasi pertama yang berada di hadapan Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam. Kita berafiliasi (intisâb) kepada jama’ah ini melalui kurun waktu dan orang-orangnya. Di barisan awal jama’ah ini adalah Abû Bakr, ‘Umar, ‘Utsmân dan ‘Ali, kemudian sepuluh orang (yang diberitakan masuk surga), kemudian Ahli Badr dan Ahli Hudaibiyah. Diantara mereka pula ada para imam ahli fikih seperti Abû Hanîfah, Mâlik, asy-Syâfi’î dan Ahmad. Ada pula imam ahli hadits seperti al-Bukhârî, Muslim, Abû Dâwud, at-Tirmidzî dan an-Nasâ’î. Juga imam ahli tafsir seperti Ibnu Jarîr ath-Thabarî, Ibnu Abî Hâtim, Ibnu Katsîr dan selain mereka yang menjaga aqidah para sahabat dan pemahaman sahabat terhadap Kitâbullâh dan sunnah Rasul serta menghilangkan debu dari manhaj ahlus sunnah wal jamâ’ah seperti Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim, Ibnu Rojab, Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb, al-Albânî dan Ibnu Bâz –semoga Alloh merahmati mereka semuanya- dan mengumpulkan kita bersama mereka di ‘Illiyîn bersama para nabi, shiddiqîn (orang-orang yang jujur), syuhadâ’ (orang-orang yang mati syahid di jalan Alloh) dan orang-orang yang shalih, dan mereka adalah sebaik-baik teman.
Oleh : Syaikh Ahmad Farîd
0 comments:
Post a Comment