ذاق طعم الإيمان من رضي بالله ربا
وبالإسلام دينا وبمحمد رسولا
“Orang yang ridha terhadap Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya
dan Muhammad sebagai rasulnya, pasti akan merasakan lezatnya iman”1Maka apabila seorang muslim telah ridha terhadap Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam sebagai Nabi dan Rasul, dia tidak akan menoleh kepada selain petunjuk beliau, tidak akan bersandar kepada selain sunnah beliau di dalam perilakunya, menjadikannya sebagai hakim dan berhukum kepadanya, menerima, tunduk dan mengikuti hukumnya, serta ridha terhadap segala sesuatu yang beliau bawa dari Rabb-nya. Sehingga dengan hal itu hati dan jiwanya menjadi tenang dan dadanya menjadi lapang. Dia melihat nikmat yang Allah berikan kepadanya dan kepada seluruh makhluk dengan diutusnya Nabi yang mulia Shallallahu’alaihi Wasallam dan dengan agama yang agung ini, sebagai nikmat yang sebenarnya. Sehingga dengan hal itu dia akan merasa gembira dengan karunia dan rahmat Allah kepadanya, dimana Allah telah menjadikanya sebagai orang yang mengikuti Rasul terbaik dan golongannya yang beruntung. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ
جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى
وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ (57) قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ
فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Wahai manusia, telah datang kepada kalian pelajaran dari Rabbmu dan
penyembuh terhadap (penyakit) yang ada di dalam dada, dan petunjuk serta rahmat
bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah, dengan karunia dan rahmat Allah maka
dengan itulah hendaknya mereka bergembira. Hal itu lebih baik dari apa yang
mereka kumpulkan” (QS. Yunus: 57-58)Ridha adalah suatu kata yang mencakup penerimaan dan ketundukan. Maka tidak ada keridhaan kecuali jika ada penerimaan yang mutlak dan ketundukan yang sempurna secara lahir dan batin terhadap apa yang dibawa oleh Rasul Shallallahu’alaihi Wasallam dari Rabb-nya.2
[Selesai]
Catatan Kaki
1
Muslim (1/62) no. 34.
2 Lihat Adh-Dhau al-Munir ‘ala at-Tafsir karya
Ash-Shalihi (2/253, 254).
—
Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
0 comments:
Post a Comment