رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا
(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allâh sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allâh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana [an-Nisâ’/4:165].
Penjagaan terhadap kemurnian agama Islam ini ditegaskan oleh Allâh Azza wa Jalla dalam firman-Nya :
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan adz-Dzikr (al-Qur'an), dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjaganya [al-Hijr/15:9]
Penjagaan terhadap al-Qur’ân dalam ayat ini mencakup penjagaan terhadap hadits-hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena Allâh Azza wa Jalla menjaga kemurnian al-Qur’ân pada lafazh (teks) dan kandungan maknanya[1] , sedangkan kandungan makna al-Qur’ân yang benar dijelaskan dalam hadits-hadits yang shahih dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla:
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur'an, agar kamu menjelaskan kepada umat manusia (kandungan makna al-Qur’ân) yang telah diturunkan kepada mereka, supaya mereka memikirkan [an-Nahl/16:44].
Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah mengatakan, “Sunnah (hadits-hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam) adalah penjabar dan penjelas makna al-Qur’ân”[2]
Imam Muhammad bin Ibrahim al-Wazir, ketika menjelaskan makna ayat di atas, beliau rahimahullah berkata: “Firman Allâh Azza wa Jalla ini mengandung konsekwensi bahwa syariat (yang dibawa oleh) Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan selalu terjaga dan sunnah (hadits-hadits) beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan senantiasa terpelihara”[3]
Oleh karena itu, beberapa Ulama ahli tahqiq (yang terkenal dengan ketelitian dalam berpendapat) bahwa makna adz-Dzikr dalam ayat di atas bukan hanya al-Qur’ân saja, tapi juga mencakup hadits-hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , karena keduanya adalah adz-Dzikr (peringatan) yang diturunkan Allâh Azza wa Jalla kepada manusia[4] .
Imam Abu Muhammad ‘Ali bin Hazm rahimahullah mengatakan, “…Maka benarlah bahwa semua hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang agama adalah wahyu dari Allâh Azza wa Jalla , tidak ada keraguan dalam masalah ini. Dan tidak ada perbedaan pendapat di antara para ahli bahasa (Arab) dan ahli syariat Islam (Ulama) bahwa semua wahyu yang diturunkan dari sisi Allâh Azza wa Jalla adalah adz-Dzikr (peringatan) yang diturunkan (oleh Allâh Azza wa Jalla). Maka wahyu seluruhnya terjaga (kemurniannya) secara pasti dengan penjagaan Allâh Azza wa Jalla, dan semua hal yang dijamin penjagaannya oleh Allâh Azza wa Jalla ditanggung tidak akan hilang (rusak) sedikitpun dan tidak akan berubah selamanya dengan perubahan yang tidak dijelaskan kebatilan (kesalahannya) … Maka mestilah agama yang dibawa oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam (akan senantiasa) terjaga (kemurniannya) dengan penjagaan langsung dari Allâh Azza wa Jalla …”[5] .
PARA ULAMA AHLI HADITS PENJAGA SUNNAH RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM
Di antara sebab utama yang Allâh Azza wa Jalla jadikan untuk penjagaan kemurnian agama-Nya adalah dengan menghadirkan para Ulama Ahli hadits di setiap generasi sejak jaman Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai hari kiamat.
Mereka inilah yang dimaksud dalam sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
يَحْمِلُ هَذَا الْعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُولُهُ يَنْفُونَ عَنْهُ تَأْوِيلَ الْجَاهِلِينَ وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِينَ وَتَحْرِيفَ الْغَالِينَ
Ilmu agama ini akan dibawa pada setiap generasi oleh orang-orang yang adil (terpercaya) dari mereka, (dan) mereka akan menghilangkan/membersihkan ilmu agama dari (upaya) at-tahrîf (menyelewengkan kebenaran/merubah kebenaran dengan kebatilan) dari orang-orang yang melampaui batas, kedustaan dari orang-orang yang ingin merusak (syariat Islam) dan pentakwilan dari orang-orang yang bodoh”[6]
Imam Ibnul Qayiim rahimahullah berkata, “(Dalam hadits ini) Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa ilmu agama yang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bawa (dari wahyu Allâh Azza wa Jalla) akan dibawa oleh orang-orang yang terpercaya dari umat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari setiap generasi, supaya ilmu agama ini tidak pudar dan tidak hilang. Ini mengandung rekomendasi dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi para Ulama yang membawa ilmu yang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bawakan (ilmu sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam )”[7]
Para Ulama Ahli hadits menghabiskan waktu, tenaga dan hidup mereka untuk mempelajari, menghafal dan meneliti hadits-hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rangka menjaga kemurnian dan keotentikannya.
Oleh karena itu, imam besar penghafal hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan Atbâ'ut tâbi'în yang terkenal, Abdullah bin al-Mubârak, ketika beliau rahimahullah ditanya tentang banyaknya hadits-hadits palsu yang tersebar di tengah kaum Muslimin, beliau rahimahullah menjawab, "Para Ulama yang menekuni hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam (mencurahkan) hidup mereka untuk (meneliti dan menjelaskan) hadits-hadits tersebut." Kemudian beliau rahimahullah membaca firman Allâh Azza wa Jalla :
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan adz-Dzikr (al-Qur'an), dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjaganya [al-Hijr/15:9][8]
Mereka pantas untuk disebut sebagai makhluk yang khusus diciptakan Allâh Azza wa Jalla untuk menjaga kemurnian al-Qur’ân dan sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Sebagaimana ucapan imam Ahmad bin Hambal rahimahullah ketika memuji imam Yahya bin Ma’in rahimahullah, “Di sini ada seorang laki-laki (Yahya bin Ma’in) yang Allâh Azza wa Jalla ciptakan (khusus) untuk urusan ini (mempelajari dan meneliti hadits-hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam) dengan beliau rahimahullah menyingkap kedustaan orang-orang yang berdusta (dalam hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam )”[9]
Merekalah yang selalu membela kebenaran agama Islam dan menjaga kemurniaannya sampai di akhir jaman, sebagaimana sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ لا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَهِيَ كَذَلِكَ
Senantiasa ada segolongan dari umatku yang (membela dan) memenangkan kebenaran, tidak akan merugikan mereka orang yang meninggalkan mereka, sampai datangnya ketentuan Allâh dalam keadaan mereka (tetap) seperti itu[10]
Para Ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ‘golongan yang selalu ditolong oleh Allâh dalam membela kebenaran’ (ath-thâifah al-manshûrah) dalam sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini adalah para Ulama ahli hadits, sebagaimana ucapan imam Abdullah bin al-Mubârak, imam Ahmad bin Hambal, imam ‘Ali bin al-Madini dan imam al-Bukhari, bahkan imam Ahmad bin Hambal berkata, “Kalau bukan yang dimaksud dengan ath-thâifah al-manshûrah ini adalah ahli hadits maka aku tidak tahu siapa mereka”[11]
Imam al-Khatîb al-Baghdadi, ketika mengomentari hadits ini, beliau rahimahullah berkata, “Sungguh Rabb semesta alam (Allâh Azza wa Jalla ) telah menjadikan ath-thâifah al-manshûrah (para Ulama ahli hadits) sebagai penjaga agama Islam dan Allâh Azza wa Jalla melindungi mereka dari tipu daya para penentang (kebenaran), karena (kuatnya) mereka (dalam) berpegang teguh dengan syariat Allâh yang kokoh dan (dalam) mengikuti jejak para shahabat Radhiyallahu anhum dan tabi’in.
Kesibukan mereka adalah menghafal hadits-hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , mengarungi padang pasir dan tanah tandus, serta menempuh (perjalanan) darat dan laut dalam rangka mencari atau mengumpulkan sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Mereka tidak akan berpaling dari petunjuk Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada pemikiran dan hawa nafsu manusia.
Mereka menerima (sepenuhnya) syariat (yang dibawa oleh) Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam baik ucapan maupun perbuatan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Mereka menjaga (kemurnian) sunnah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menghafal dan menyebarkannya (kepada umat), sehingga mereka menjadikan kuat landasan sunnah (di tengah masyarakat), dan merekalah ahli sunnah dan yang paling memahaminya.
Berapa banyak orang yang (berpemahaman) menyimpang (dari Islam) ingin mencampuradukkan syariat Islam dengan kebatilan, tapi Allâh Subhanahu wa Ta’ala membela dan menjaga syariat-Nya dengan para Ulama ahli hadits.
Maka merekalah para penjaga tiang-tiang penopang syariat Islam, penegak perintah dan hukum-hukumnya. Ketika manusia berpaling dari membela syariat Islam, maka mereka selalu tampil membela dan mempertahankannya.
أُولَٰئِكَ حِزْبُ اللَّهِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Mereka itulah golongan Allâh . Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allâh itulah orang-orang yang yang beruntung [al-Mujâdilah/58:22][12]
Demikianlah peran Ulama ahli hadits dalam menjaga hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan syariat Islam.
Wabillahitaufiq
Oleh Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni MA
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XV/1433H/2012M.]
_______
Footnote
[1]. Lihat kitab Taisîrul Karîmir Rahmân (hlm. 429).
[2]. Kitab Ushûlus Sunnah (hlm. 2).
[3]. Kitab ar-Raudhul Bâsim (hlm. 33).
[4]. Lihat kitab al-Hadîtsu Hujjatun bi Nafsihi fil ‘Aqâ‘idi wal Ahkâm (hlm. 22).
[5]. Kitab al-Ihkâm fi Ushûlil Ahkâm (1/114).
[6]. HR al-Baihaqi dalam a as-Sunanul Kubra” (10/209), ath-Thabrani dalam Musnadusy Syâmiyyiin (1/344) dan imam-imam lainnya, dinyatakan shahih oleh imam Ahmad (lihat kitab Miftâhu Dâris Sa’âdah 1/164), dikuatkan oleh imam Ibnul Qayyim (kitab Tharîqul Hijratain hal. 522) dan dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani dalam Misykâtul Mashâbîh (no. 248).
[7]. Kitab Miftâhu Dâris Sa’âdah (1/163).
[8]. Dinukil oleh imam Ibnul Jauzi dalam kitab al-Maudhû'ât (1/46) dan as-Suyuuthi dalam kitab Tadrîbur Râwi (1/282).
[9]. Dinukil oleh imam al-Mizzi dalam kitab beliau Tahdzîbul Kamâl (31/556).
[10]. HSR Muslim (no. 1920).
[11]. Semuanya dinukil oleh syaikh al-Albani dalam kitab ash-Shahîhah (1/478).
[12]. kitab Syarfu Ashhabil Hadits (hlm.31)
0 comments:
Post a Comment