“Di antara tradisi jahiliyyah adalah berdalil dengan suatu kaum yang diberi kekuatan dalam hal kecerdasan, kerja, kekuasaan, harta maupun kedudukan. Alasan seperti ini dibantah oleh Allah dalam firman-Nya:
وَلَقَدْ مَكَّنَّاهُمْ فِيمَا إِنْ مَكَّنَّاكُمْ فِيهِ
“Dan sesungguhnya Kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam hal-hal yang Kami belum pernah meneguhkan kedudukanmu dalam hal itu.” (Al-Ahqof: 26)
Allah juga berfirman:
وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ
“Dan setelah datang kepada mereka Al-Qur’an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, lalu mereka ingkar kepadanya.” (Al-Baqoroh: 89)
Allah juga berfirman:
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Orang-orang (Yahudi dan Nashroni) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurot dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran padahal mereka mengetahui.” (Al-Baqoroh: 146)
Syarh (Penjelasan)
Syaikh Al-'Allamah Sholih Al-Fawzan berkata, “Orang-orang jahiliyyah berdalih bahwa kemapanan yang ada pada orang-orang yang kuat, berkedudukan, orang-orang yang cerdas sebagai bukti kebenaran. Hal ini yang mereka jadikan patokan dalam mengetahui kebenaran. Mereka memperhatikan keadaan manusia, bila ada orang yang kuat, berharta, hidup mewah dan berstatus social maka mereka anggap benar. Sebaliknya orang-orang yang nampak lemah dan faqir maka mereka anggap batil. Itulah kondisi orang-orang di masa jahiliyyah.
Pandangan semacam ini adalah ukuran yang batil. Karena Allah telah mengabarkan dalam banyak ayat tentang umat-umat terdahulu yang kuat, kaya, berwibawa, cerdas dan rasional, namun mereka kafir. Semua itu tidak bermanfaat bagi mereka, bahkan mereka senantiasa berada di atas kebatilan. Allah berfirman:
“Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang terang (maksudnya), niscaya orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman, “Manakah di antara kedua golongan (kafir dan mukmin) yang lebih baik tempat tinggalnya dan lebih indah tempat pertemuan(nya)?” (Maryam: 73)
Ayat ini dan yang semisal menunjukkan bahwa kekuatan dan kekuasaan (super power) serta kekayaan seperti yang dimiliki oleh orang-orang kafir sekarang tidaklah menunjukkan mereka berada di atas kebenaran dan tidak pula menunjukkan Allah ridho dengan mereka, tetapi semua itu termasuk kategori ‘istidroj’ (yakni diulur dalam kesenangan sehingga dosa dan kesombongan mereka menjadi-jadi dan kelak Allah mengazab mereka dengan sekonyong-konyongnya). Allah berfirman tentang kehancuran kaum ‘Ad:
“Dan sesungguhnya kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam hal-hal yang Kami belum pernah meneguhkan kedudukanmu dalam hal itu, dan Kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, pengelihatan dan hati; tetapi pendengaran, pengelihatan dan hati mereka tidak berguna sedikitpun bagi mereka, karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah.” (Al-Ahqof: 26)
Allah juga berfirman:
“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Ad? (Yaitu) penduduk Irom yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu di negeri-negeri lain dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah.” (Al-Fajr: 6-9)
Mereka adalah orang-orang yang diberi kekuatan luar biasa oleh Allah namun mereka kafir. Ketika datang para Nabi, mereka bangga dan terpedaya oleh kekuatan, kekayaan, dan tempat tinggal mereka. Mereka menyombongkan diri kepada para Rosul dan tetap dalam kesyirikan mereka, serta menolak kebenaran.
Adapun berdalil dengan kecerdasan, maka ketahuilah Bani Isro’il dan Yahudi adalah orang-orang yang diberi pemahaman dan ilmu. Mereka mengetahui sifat-sifat Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam yang akan diutus pada akhir zaman yang disebutkan dalam kitab Taurot dan Injil, bahwa akan diutus seorang Nabi penutup para Nabi, bahwa sifatnya demikian dan demikian. Namun mereka ingkar karena yang diutus bukan dari Bani Isro’il melainkan Bani Isma’il, mereka dengki kepada Rosulullah padahal mereka tahu persis bahwa beliau adalah seorang Nabi sehingga kecerdasan dan pengetahuan yang mereka miliki tidak memberi manfaat sama sekali.
Sesungguhnya hidayah dan tawfiq dari Allah tidaklah didasarkan pada pengetahuan dan kecerdasan seseorang, tetapi semua itu kembali kepada Allah. Karena itulah Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam sering berdoa, “Wahai yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (Syarh Masa’il Jahiliyyah hal. 66 – 70 secara ringkas)
0 comments:
Post a Comment